020. Ungkapan Rea

94 10 10
                                    

020. Ungkapan Rea

 Ungkapan Rea

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

     “Nah ... Tinggal tunggu empuk nih, Mamah tinggal sebentar dulu ya mau liat Nenek. Kamu lanjutin bikin bumbu nya.”

     “O-oh, iya Mah. Tenang aja. Vani beresin semuanya.” seru gadis itu.

     “Makasih ya ....”

     Vani tersenyum. Gadis itu langsung melanjutkan pekerjaannya sesuai dengan arahan Rea tadi.

     Hari ini gadis itu akan pulang ke rumahnya. Tetapi sebelumnya ia membantu Rea memasak untuk makan siang. Gadis itu juga jadi mendapatkan informasi makanan yang Arsel suka dan tidak suka. Tidak penting dan tidak ingin tahu memang. Tapi ini sangat bermanfaat untuk kelak.

     “Masak apa?”

     Sontak Vani menjatuhkan pisau di tangannya karena kaget mendengar suara berat secara tiba-tiba. Gadis itu langsung membalik mendapatkan Arsel yang tengah minum air putih.

     Ketika menyadari kalau Arsel tidak memakai baju, Vani kembali membalik melanjutkan acara potong bawangnya. Apa maksud laki-laki itu? Mau pamer?

     “Van, liat.”

     “Apaan?”

     “Sini liat.”

     “Nggak-nggak. Lo nyeremin.”

     “Ini bukan nyeremin tapi lucu.”

     “Apa si, lo mau pamer aurat lo itu?”

     Arsel terkekeh, Vani sungguh menggemaskan. Laki-laki itu mendekati Vani, “Ini lho, yang di pundak saya.” ucapan Arsel kali ini berhasil membuat Vani langsung melihat laki-laki itu.

     Arsel menunjuk pundaknya. Benar. Di sana ada bekas gigitan Vani tadi malam. Lalu kenapa Arsel malah membiarkannya begitu saja? Sudah gila. “Gue cari obat dulu,” saat gadis itu hendak pergi, tangannya di tarik Arsel.

     “Tidak usah. Justru saya harus menjaga bekas ini agar bertahan lama.”

     Kedua alis Vani tertaut, “Aneh. Pikiran lo gimana si, itu bekas gigitan. Malah di biarin.” ujar gadis itu seraya melanjutkan kembali aktivitasnya.

     “Kamu tidak akan paham. Ikut saya nge-gym yuk.” ajak Arsel.

     Vani langsung mengangkat  bahunya, “Ogah. Lo nggak liat apa gue lagi masak.”

     “Abis masak. Saya tunggu di sini,” Arsel langsung duduk di salah satu kursi meja makan.

     Vani berdecak, “Kalo gue nggak mau ya nggak mau, lo paham nggak si.”

     “Tidak. Justru saya dapat menebak, kamu jarang olah raga ya?”

     “Mau gue jarang, atau pun sering, itu bukan urusan lo.”

LEGAL • [ON GOING]   Where stories live. Discover now