Menjemput kebahagiaan

32 13 12
                                    

"Bumi Pasundan lahir ketika tuhan sedang tersenyum."

-M.A.W Brouwer-

"Menurutmu bahagia itu seperti apa?"

"Apakah pergi selamanya termasuk menjemput kebahagian?"


Benar saja jika ada pepatah yang mengatakan bahwa Bumi Pasundan lahir ketika tuhan sedang tersenyum. Bandung merupakan salah satu kota dengan sejarah terbanyak, memiliki kekayaan budaya yang amat melimpah.

Tak sebatas terjadinya sejarah, ternyata kota Bandung merupakan latar di mana kisah ini terjadi dan meninggalkan banyak kesan bagi sebagian orang. Termasuk, Arden, warga kota Jogja yang menyengaja pindah ke Bandung, lalu memulainya dengan lembaran baru. Maka, bukanlah hal yang mudah baginya melupakan Bandung, terlebih bersama kenangan yang ada di dalamnya.

"Pergi bukan akhir dari segalanya kan?"

Sudah satu jam Arden menghabiskan waktunya di balkon apartemen, bersama dengan selembar kertas dan juga pena yang tengah ia pegang. Matanya menatap dalam kearah langit, sesekali menoleh kearah balkon sebelahnya.

"Sepi ya?" lirihnya pelan sembari mengadahkan pandangannya ke langit biru.

Rupanya, tanpa Arden sadari, Lily mendengar lirihannya, ia segera merangkul pundak putranya itu.

"Sayang.... Mama mau kasih pesan buat Anak Mama yang paling hebat. Nanti kamu di sana jaga diri ya.... Jemput kebahagiaan kamu dengan terus melibatkan Allah. Insya Allah Mama ikhlas nak, melepaskan kamu ke sana," tutur Lily dibarengi dengan memeluk putranya.

Seketika tangisan Arden pecah setelah beberapa detik Lily memeluknya.

"Ma, kalaupun Arden gagal menjemput kebahagiaan, Mama ikhlas?

Mata Lily nampak berkaca-kaca, ucapan Arden barusan terdengar sangat sakit, seolah perpisahan akan datang di antara mereka.

"Shuttt..... Gak boleh ngomong kayak gitu nak, perbanyak minta tolong sama Allah," Lily mencoba menguatkan dirinya dan juga Arden.

Arden tak mampu lagi membohongi perasaannya, rupanya ia masih membutuhkan sosok Mama dalam hidupnya. Ia tak sekuat itu untuk menjalaninya.

"Ma, Arden punya sesuatu buat Mama, anggap aja ini kenang-kenangan."

Tangisan Lily mereda setelah melihat Arden kembali lagi dengan senyuman indahnya.

"Apaan tuh?" Lily semakin dibuat penasaran, lantaran raut wajah Arden terlihat mencurigakan.

"Tutup mata dulu dong!" Arden menutup mata Lily dengan kain merah yang ia bawa.

Detak jantung Lily berdegup sangat kencang setelah matanya tertutup. Dengan cepat Arden memasangkan kalung di leher ibunya, lalu membukakan penutup matanya.

"Tadaa.... Coba lihat Ma! Mama suka?" pinta Arden.

Terlihat sebuah kalung perak dengan ukiran indah berbentuk huruf "A" yang terletak di bagian tengah kalung.

"Ma, "A" itu Arden. Jadi kalo Mama kangen Arden, terus gak bisa berkomunikasi, Mama boleh liat kalung itu, anggap aja Arden ada di dalamnya."

Lily tak kuasa lagi menahan tangisnya. Ia merasa sangat bahagia melihat perlakuan Arden yang sangat memuliakan dirinya.

"Sayang.... Makasi nak, semoga Allah membalasnya dengan berkali-kali lipat dan Allah senantiasa menjaga mu," Lily mencium kening Arden lalu memeluknya erat.

"Aamiin.... Doain Arden terus ya, Ma..."

                         🦋.....🦋

Pagi hari sekitar pukul 08.00 Alleya bergegas kembali ke apartemennya untuk mengemasi semua barang-barang yang masih tertinggal di sana, ditemani pula dengan sang ibu. Mulai hari ini hingga seterusnya Alleya akan tinggal bersama ibunya.

Alleya dan Dunia Novelnya (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang