BAB 14: SENTUHAN TAK TERDUGA

320 19 1
                                    

Biasanya Julia akan mengeluh sampai mulutnya keram jika harus bangun pagi. Namun hari ini berbeda. Walau baru bisa tidur pukul 1 malam, kelopak matanya sanggup terbuka sangat lebar pukul 4.30 pagi ini. Jujur, ini bukan karena ingin cepat-cepat bertemu Alan. Ini demi pengurangan hari kerja jadi dia berusaha semaksimal mungkin untuk pelayanannya. Selain ingin membuat tamu terkesan, Julia juga berniat meredam keributan agar tak membangunkan tuan muda Alan. Untuk itu Julia sangat hati-hati ketika membuka pintu kamar.

Hal pertama yang ditemukannya adalah Alan yang tidur menyamping memeluk gulingnya di sofa. Bahkan dalam suhu ruangan sedingin ini, Alan masih tak menggunakan selimut. Julia menggeleng tak paham. Dia benar-benar penguin. Sudut mulutnya tertarik mengagumi pria tampan yang kini tidur pulas bak bayi mungil yang sangat manis.

Kilas balik kejadian kemarin membuat Julia kembali tersipu. Apa tingkahnya terlalu kentara sampai Alan mengetahui betapa paniknya dia akan perasaannya sendiri? Julia menggeleng lagi menyingkirkan perasaan kacaunya lalu pergi ke dapur untuk mulai beraksi.

Tepat pukul 6.30, Julia selesai menghidangkan sajian buatan tangannya. Bubur ayam, telur goreng, salad toast, pancakes, roti panggang, cumi udang saus margarin, tumis jamur, susu cokelat hangat serta caffee latte yang berdasarkan informasi Alan merupakan minuman favorit kakaknya.

Alan yang bangun tanpa menyapanya langsung pergi ke kamar membawa guling dan alat tidur lainnya. Sekembalinya Alan, kondisinya sudah lebih segar. Pagi ini dia tidak bertelanjang dada seperti sebelum-sebelumnya. Julia tidak berharap. Serius, kali ini dia benar-benar tidak berharap meracuni matanya dengan perut six packs Alan. Hanya berpenampilan kasual begini saja, Alan sudah bersinar dan memukau. Tanpa sadar tubuh Julia menghangat dengan sendirinya.

Alan yang mengenakan jersey putih dari klub favoritnya mendekati meja makan dan memuji hidangan Julia. "Good job, Albino."

Julia tersenyum bangga. "Kalau begitu pekerjaanku di sini selesai."

"Huh?" Alan yang duduk menikmati susu hangatnya mengernyit. "Tidak ingin sarapan bersama?"

"Tidak, terimakasih."

Alan mengangguk acuh tak acuh karena fokusnya sudah tertuju pada pancake. Julia mengabaikannya dan tanpa izin pergi menuju pintu keluar. Ketika dirinya mengenakan sepatu, bel apartemen berbunyi. Otomatis mata Julia membulat lalu melirik jam di ponselnya. Ini belum jam 7 tapi kakak Alan sudah tiba? Panik seketika melanda sekujur tubuhnya. Damn! Ia tidak ingin bertemu siapapun yang berhubungan dengan Alan. Jikapun bertemu, apa yang harus dikatakannya? Memperkenalkan diri sebagai chef atau malah pembantu?

"Alan..." Panggil Julia dengan suara keras.

Alan muncul dengan kernyitan di keningnya. "Itu mungkin Jonathan."

"Jonathan?"

Alan mengangguk. "My brother. He has arrived."

"Sial!" Julia langsung bergegas tanpa arah. "Kemana aku harus pergi?"

"Ada apa denganmu, Albino? Dia kakak-ku, bukan istriku."

"Uh?" Julia menggaruk kepalanya saat bel semakin sering berbunyi. "Aku... aku tidak ingin bertemu."

"Jangan banyak alasan. Bukakan pintunya." Perintah Alan.

Mulut Julia terbuka. Apa yang Alan pikirkan? Ada wanita muda sepagi ini di apartemennya dan kakaknya mendapati mereka bersama. Bukankah ini akan menimbulkan pikiran negatif? Jonathan pasti berpikir Julia berbohong bahkan jika mengatakan dirinya datang hanya untuk masak.

"Ayo buka pintunya." Paksa Alan mendesak Julia.

"Iya iya." Geram Julia merengut. Dia menarik pintu mendapati satu lagi pria tinggi, rapi, putih, dan tampan yang mirip dengan si brengsek di belakangnya. "Uh, hi. Selamat pagi. Um... silakan masuk."

I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang