EPS 3 ALONE WITH SPICY RAMEN

2 0 0
                                    

ALONE WITH SPICY RAMEN

“Halo. Anda mau pesan apa?”

Jari jempolnya dengan sopan menunjuk salah satu hidangan pada buku menu, sepertinya orang itu malas berbicara dan tersenyum tipis dibalik masker. Aku mengangguk tanda mengerti dan berlalu menyiapkan pesanan yang akan disajikan.

Di sela-sela atraksi memasakku agar tidak terlalu canggung aku menyalakan musik piano dari ponsel dan menyambungkannya dengan pengeras suara, kini area daganganku ibarat kafe kekinian yang dipenuhi manusia-manusia galau. Dari tadi hujan semakin deras, menyisakan beberapa pelanggan saja yang setia menunggu hidangan dan menikmati suasana kota Bangkok yang indah.

“Ramen pedas dengan telur ayam rebus. Selamat menikmati.”

Suasana malam yang dingin setelah jalanan disapu oleh hujan bersama angin untuk menciptakan hawa menyejukkan agar orang-orang lekas berkunjung ke warung makanku untuk sekadar menghangatkan tubuh dan mencari jodoh kalau beruntung.

Sembari menunggu hujan reda dan para pelangganku yang sedang menikmati sajian makanan. Warung makan milikku memang tempatnya makanan dari berbagai belahan dunia, apa hidangan yang pelanggan inginkan pasti aku kabulkan tetapi dengan resep dan sentuhan yang sedikit berbeda dari aslinya. Kalau kita belajar di sekolah itu namanya akulturasi, pencampuran dua budaya atau lebih tanpa menghilangkan ciri khas asli.

Aku melipir ke arah pria berbusana serba hitam yang kini sedang mengisap cerutu seraya mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebagai tanda bahwa pelanggan sudah selesai makan.

"Bagaimana rasa ramen pedas menurut Anda, Pak?"

Pria itu tersenyum simpul. "Rasanya? Pedas, tentu saja. Namun selain itu ada banyak rasa yang berkecamuk ketika aku menyantap hidangan itu."

"Apa itu?" Aku pun penasaran dan duduk saling berhadapan dengannya.

“Sahabatku sudah lama meninggalkan dunia. Karenanya aku kesepian dan aku masih mencari siapa saja yang dapat menjadi sahabat baruku. Nyatanya tiada satu pun.”

“Sahabat Anda itu sangat langka bukan?’

“Ya. Tiap kali aku memakan ramen pedas ini selalu mengingatkanku padanya yang beberapa tahun silam telah membantuku untuk mencapai impian bersama-sama yaitu mendaki gunung Fuji. Impian kita terwujud dan aku hendak membalas Budi tetapi ia lekas pergi tanpa permisi.”

"Anda menyesal karena tidak menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya?"

Pria itu mengusap kening. "Bisa dibilang begitu dan sampai saat ini aku sedang mencari sahabat baru."

Aku menyodorkan tisu berusaha menghilangkan rasa pedih dari lelaki tua berkacamata itu yang kini sedang menatapku tanpa bersuara.

"Sahabat Anda pasti selalu ingat tentang perjuangan masa lalu, begitupun Anda. Manusia tidak bisa memperbaiki masa lalu yang hilang tetapi dapat menjadi lebih baik di masa depan. Masa depan itu adalah sekarang."

Aku hendak kembali ke dapur setelah mengambil piring dan sendok yang sudah digunakan sebelumnya, pria tua itu menahan tanganku.

“Anda adalah kriteria sahabat yang selama ini saya cari.”

Seketika aku tersenyum kecil dan beranjak meninggalkannya, mengucap doa untuk luka-luka yang di masa lalu meski tak terhapuskan setidaknya dapat tersembuhkan.

“Makanan bukan sekadar pengganjal perut tetapi juga membagikan kasih dan kisah penuh filosofi hidup.”

EPISODE 3 BERSAMBUNG

Street Food Of Healing Where stories live. Discover now