8

10.5K 1K 38
                                    

Vote dulu sebelum baca

###

Alandra melarikan diri dan bersembunyi di gudang yang dekat dengan taman belakang rumah. Gudang itu lebih seperti tempat penyimpanan barang karena kondisinya cukup bersih, serta barang-barang yang ada di sana, disimpan dengan baik dan tertata rapih. Anak itu duduk sambil memeluk lututnya.

"Kenapa sih, gue halus ngelasa bapel? Padahal gue tuh udah dewasa. Cuma balik ke masa kecil, ko malah jadi cengeng?" Alandra bergumam sambil menarik ingusnya yang hampir keluar.

Usai menenangkan diri, anak itu memperlihatkan seisi gudang. Ada banyak tumpukkan kardus besar, juga beberapa kotak yang entah apa isinya. Di masa lalu, Alandra tidak pernah memasuki gudang setelah mendengar dongeng dari bi Ima yang mengatakan bahwa gudang dipenuhi oleh mahluk halus.

Alandra mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya. Gerakannya tanpa sengaja membuat kardus di belakangnya terjatuh dan mengeluarkan isinya.

"Pake jatoh segala." Alandra berniat untuk memasukkan kembali semuanya dengan asal, namun pergerakannya terhenti saat ia membalik sebuah figura foto. Alandra menatap foto itu dengan mata yang menyipit.

"Ini foto gue pas bayi bukan sih? Tapi kenapa di talo disini?"

Alandra bermonolog dengan wajah kebingungan. Ia membalik foto tersebut dan mendapati tulisan disana.

Alandra, anakku♡⁠

Tulisan itu tertulis rapih dengan tinta berwarna hitam.

"Tuh kan benel, namanya nama gue. Tapi ini kaya bukan tulisan mami atau papi. Telus tulisan siapa? Kenapa ada disini?" Alandra mengalihkan perhatiannya pada sebuah album foto yang cukup tebal. Alandra membuka album tersebut dan keningnya kembali mengernyit heran saat menemukan sebuah potret ayah dan ibunya serta sosok wanita lain diantara mereka. Ketiganya tampak tersenyum manis menatap kamera.

"Dia siapa? Temen mami sama papi? Tapi gue ga pelnah liat tuh. Halusnya kalo meleka aklab, meleka seling ketemu." Alandra berniat membuka halaman lain untuk mendapatkan petunjuk, namun pergerakannya terhenti saat Alandra mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Alandra menutup album foto tersebut lalu menyimpannya ke dalam kardus. "Andra, papi cariin kamu kemana-mana, ternyata ngumpet disini." Rio datang dengan wajah khawatir, kemudian menghela napas lega saat menemukan keberadaan putra bungsunya.

'Gimana nih, gue kesel tapi kepo juga sama foto tadi. Lagian papi ngapain nyariin gue? Perasaan dulu sikap papi ga gini deh.' Alandra memalingkan wajahnya tanpa menjawab pertanyaan ayahnya.

Berbeda dengan Alandra, Rio menatap putranya dengan wajah sendu. Seburuk itu kah ia di mata Alandra hingga putranya bahkan tidak mau melihat wajahnya?

Rio menaruh kedua tangannya di bahu Alandra. "Andra, gausah dengerin omongan mami ya. Sekarang kamu sarapan dulu, bentar lagi kan mau sekolah. Nanti papi anterin. Atau kamu mau papi bikinin makanan kesukaan kamu-" Rio berhenti berbicara saat Alandra mengangkat kepalanya pelan lalu menatap Rio dengan mata bulatnya.

"Emang papi tau, makanan kesukaan Andla?" kalimat itu meluncur dari bibir Alandra dan sukses membuat Rio terdiam. Sudah berapa lama ia mengabaikan Alandra?

Ia sama sekali tidak mengetahui makanan kesukaan putra bungsunya.

"Papi pasti gatau makanan kesukaan Andla. Udah deh, papi gausah peduliin Andla! Dali dulu juga papi biasanya bialin Andla. Papi sama mami jahat." Alandra menghempas tangan Rio dengan kasar. Ia berlari meninggalkan ayahnya dengan air mata yang berlinang.

Alandra berlari meninggalkan rumahnya, ia juga mengabaikan teriakan satpam yang memanggil namanya.

Masih dengan seragam sekolahnya, Alandra duduk di bangku taman yang belum ramai pengunjung karena hari masih pagi.

"Lawak banget, papi aja gatau makanan kesukaan gue, tapi sok-sokan mau bikin." Alandra duduk sambil menggoyangkan kakinya. Raut wajahnya masih cemberut dan bibir mungilnya terus berceloteh.

"Ini taman kok sepi ya? Apa kalena masih pagi?" Alandra mengedarkan pandangannya. "Kok disini gaada benda tajam sih? Halusnya tadi gue bawa pisau dapul."

Saat Alandra tengah berpikir, matanya tampak berbinar melihat pohon yang berada tidak jauh dari tempatnya. Alandra menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan kecil di wajahnya. Setelah memastikan bahwa hanya dirinya yang berada di taman, Alandra mendekati pohon yang tingginya mencapai delapan meter itu lalu memanjatnya.

"Hah! Gila, cape banget." Alandra mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya. Ia memejamkan matanya sejenak, merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya. Bibir mungilnya kembali melengkung.

"Kila-kila, kali ini mami sama papi bakal sedih ga ya, kalo gue mati?" gumamnya. "Sadal Andla, lo udah liat tatapan mami sama lo kaya gimana, telus sikap papi dali dulu juga gak pelnah peduli kan sama lo. Meleka pasti bahagia kalo lo gaada." Alandra menepuk kedua pipinya, mengenyahkan pemikiran konyolnya.

"Gue ngapain coba, malah mikilin meleka?" Alandra mendengus pelan. Anak itu kembali menatap permukaan tanah yang dipenuhi rerumputan. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Alandra perlahan berdiri diatas dahan pohon, merasa yakin dengan tindakannya kali ini, Alandra bersiap untuk melompat.

Alandra merasakan adrenalin membanjiri tubuhnya ketika ia terjun bebas. Waktu terasa lama, seolah-olah semua itu berlangsung dalam kecepatan lambat.

Tidak lama setelah itu, Alandra merasakan tubuhnya terbentur keras pada permukaan tanah. Semua rasa sakit terasa menyala di sekujur tubuhnya dan ia merasakan sendi-sendi tubuhnya terkilir. Ia tidak dapat bergerak atau berkata-kata, hanya terdiam dan merasakan kesakitan di seluruh tubuhnya.

Alandra menarik kedua sudut bibirnya, lalu kedua matanya perlahan menutup seiring dengan hembusan napas terakhirnya.

Tamat

###

Ga deng, becanda.
Nanti ku up lagi.

Jujur, ini beneran rasa berat karena aku malah inget sama salah satu orang terdekat aku;(

Shit! I'm Back [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang