Vote dulu sebelum baca
###
Alandra membuka matanya, tatapannya melebar menyadari bahwa ia masih berada diatas pohon dengan posisi duduk bersandar. Ia meraba seluruh tubuhnya untuk memastikan semuanya baik-baik saja.
"Aw! belakang kepala sama punggung gue sakit. Tapi kenapa gue masih hidup?" gumamnya dengan sorot mata kebingungan.
"Tadi gue lompat kan? Ga mungkin gue cuma halu." Alandra menatap kembali permukaan tanah yang masih seperti semula. Aneh, Alandra jelas merasakan sakit saat tubuhnya jatuh terlentang setelah ia melompat. "Gue halus pastiin." lanjut Alandra. Ia kembali berdiri dan bersiap untuk melompat.
"Andra! Kamu ngapain!? Diem disana- engga! Tunggu sebentar, kamu jangan lompat dek." Rio, sang ayah menghentikan gerakan Alandra dengan nada khawatir. ia berusaha mencari putra bungsunya setelah terdiam di gudang, jantungnya berdetak kencang melihat Alandra yang sudah berada diatas pohon dengan posisi yang berbahaya.
'Papi ngapain disini? Padahal gue ga bilang sama siapapun kalo gue kesini.'
Alandra mengurungkan niatnya dengan hati yang kesal. Andai saja ayahnya tidak ada disini, mungkin ia sudah melompat.
Rio menghela napas lega melihat putranya yang kini duduk di atas dahan pohon. Ia senang karena ia berhasil mencegah peristiwa yang kembali membuat Alandra berada di rumah sakit. "Nah, sekarang kamu boleh lompat. Nanti papi tangkep. Kamu ko bisa naek pohon setinggi ini sih? Ga takut jatoh apa?"
Alandra melihat Rio mengangkat kedua tangannya dan memposisikan diri untuk menangkap Alandra. "Ayo lompat, nanti papi tangkep. Kamu berani, kan? Atau mau papi telponin damkar ya?"
Alandra tidak juga melompat menuruti perkataan ayahnya. Ia menatap kedua tangan Rio lalu memalingkan wajahnya dan menatap pohon lain.
'Gagal lagi!'
Alandra menghela napasnya, kemudian turun dari pohon itu.
Rio yang melihat putranya turun seketika merutuki kebodohannya, bisa-bisanya ia meminta Alandra untuk melompat sedangkan putranya bisa turun sendiri.
"Kamu ngapain sih dek? Malah manjat pohon, gimana kalo jatoh?" ucap Rio dengan nada khawatir.
"Bialin," ucap Alandra dengan kesal, ia berjalan mendahului ayahnya.
Rio tersenyum sendu sambil mengikuti langkah kaki putranya. Biasanya, saat Varo atau Vero marah padanya, ia bisa menghibur mereka dengan mengajaknya makan atau membeli mainan kesukaan mereka. Saat ini, Rio bahkan tidak tahu harus bagaimana menghibur Alandra. Ia bahkan tidak tahu apa makanan kesukaan putra bungsunya itu.
Alandra hendak masuk kedalam rumah namun tindakannya terhenti saat melihat sebuah mobil yang ia kenali memasuki pekarangan rumahnya. Sosok pria setinggi ayahnya dengan wajah yang agak mirip dengan ibunya keluar dari mobil tersebut.
"Kamu dah sekolah Ndra? Itu kenapa bajunya kok kusut?" Daniel, adik dari Clarissa mengerutkan keningnya sambil menatap Alandra.
"Abis manjat pohon, jadi bajunya kusut." Rio mewakili Alandra menjawab pertanyaan Daniel.
"Om ngapain disini?" Alandra menatap ayah dari Reyhan itu dengan tatapan heran. Seingatnya, di masa lalu, tepatnya di waktu ini, Daniel berada di Bandung. Yah, Reyhan dan keluarganya tinggal di Bandung dan entah apa alasannya, Reyhan memilih untuk tinggal di apartemen dan bersekolah di salah satu sekolah swasta yang ada di Jakarta.
"Kamu mau ikut om ga? Reyhan lagi bolos sambil nongkrong di rumah temennya, siapa tau dia gajadi nongkrong pas liat kamu," ajak Daniel pada Alandra.
Alandra mengangguk antusias, "Benelan ada bang Leyhan? Andla mau ketemu om!" serunya. Lebih baik ia mengikuti om nya daripada memendam kesal pada Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shit! I'm Back [END]
Fantasy#Story Regresi [Non Isekai] Katanya, jadi anak bungsu itu enak ya? Iya, enak. Keliatannya. *** Harusnya Alandra mati setelah bunuh diri, sayangnya Alandra malah kembali ke masa kecilnya. Sudah Andra putuskan, Andra harus mencari cara lain untuk mati...