Chapter 7

15 3 0
                                    

"Yoshi kamu kenapa jarang jengukin mamah sayang" Ucap wanita paruh baya penuh perasaan rindu, sudah lama ia tidak bertemu dengan putra sulungnya itu.

"Maafin Yoshi mah, ada saatnya untuk Yoshi kembali"

"Dimana Yoshi yang dulu, kamu tidak rindu mamah? Kamu gak rindu kumpul keluarga??"

"Yoshi akan kembali" Lelaki itu pergi tanpa menghiraukan wanita tersebut.

"Yoshi" Panggilnya dengan linang air mata, namun lelaki bernama Yoshi itu hanya menoleh sekilas berlalu pergi meninggalkannya.

*****

"Makan dulu sayang" Ujarnya, Rian mengangguk.

"Bunda.. "

"Kenapa??"

"Dinda ada suka cowok lain??" Rani tersenyum, lalu menggeleng.

"Rian, dengerin bunda ya--" Rian menatapnya sendu, menantikan jawaban yang akan keluar dari mulut sang bunda.

"Ada masanya dimana Dinda mengenal cinta, tapi bunda yakin siapapun itu, apapun itu pilihan Dinda, bunda yakin itu yang terbaik" Rian menunduk.

"Bunda percaya sama kamu, jagain adek kamu ya" Rian mengangguk.

"Yaudah makan dulu yuk" Ujarnya, Rian kembali mengangguk.

*****

"Ren, gue seneng banget... Makasih ya udah ajak gue kesini"

"Seharusnya gue yang makasih nda, lo seneng gue ajak kesini" Naren tersenyum kecut.

"Tempatnya gue suka" Naren hanya terdiam.

"Lo ada masalah??" Naren menggeleng.

Hening seketika,

"Nda, lo pernah gak???" Dinda mengerutkan keningnya bingung.

"Ngerasain sesuatu yang mengganjal dihati lo--"

"Em pernah sih..."

"Dimana, lo harus milih... Lo ikutin kata hati lo atau lo nyerah" Naren menunduk.

"L-lo ada masalah Ren??" Naren kembali menggeleng.

Keduanya pun saling terdiam, sama-sama bingung akan mengeluarkan suara. Dinda menatap danau dihadapannya, begitu tampak tenang, ia pun tersenyum menikmati indahnya danau tersebut.

Dinda menoleh kearah Naren, menatapnya lengah. Merasa diamati, Naren pun menoleh, kontan keduanya pun saling berkontak mata cukup lama. Dinda tersenyum, seraya memberi isyarat bahwa ia siap mendengarkan semua keluh kesah Naren.

Naren mengalihkan pandangannya kearah Danau, dimana tampak tenang.

"G-gue capek nda"  Lirihnya sembari menunduk.

Dinda mengusap-usap bahu Naren, memberinya ketenangan.

"Jika lo dipihak gue, lo mau bagaimana??"

"Gapapa Ren, gue siap dengerin kok" Balasnya penuh keyakinan.

Naren menarik nafasnya panjang, ia pun mulai bercerita.

"Nyokap gue tiap hari selalu mendapat kekerasan, dan hal itu selalu terjadi ketika gue tidak ada dirumah. Tapi nyokap selalu bilang " Tidak apa-apa ". Gue tau dibalik tidak apa-apa itu ada rasa sakit yang tidak boleh seorang pun mengetahui termasuk gue"

"Terkadang gue mencoba untuk cari tahu tentang kebenarannya, itu semua hanya sia-sia. Gue tidak pernah menemukan jejak sedikitpun. Awalnya gue kira itu kakak gue.." Naren tersenyum.

"Ternyata gue salah, dan gue yakin itu semua ada sangkutannya sama kejadian 5 tahun lalu" Naren terdiam.

"Kejadian 5 tahun lalu??" Tanya Dinda bingung.

You Are My BrotherWhere stories live. Discover now