Olla punya Jessi satu! (Kacila)

32 2 4
                                    

Denting jam tangan yang aku letakkan di nakas sampingku terdengar jelas di telinga. Kamar hotel yang aku tiduri masih gelap gulita menunjukkan pagi masihlah lama, cahaya bulan yang sedikit menembus gorden putih tipis membantuku melihat sekitar.

Setiap kamar difasilitasi dua kasur untuk dua member, namun aku tidak melihat tanda-tanda teman sekamarku di ruangan yang cukup luas itu. Ku lihat kamar mandi pun tidak ada cahaya yang bersumber dari sana. Aku meraih botol air mineral yang isinya masih tersisa separuh, ku habiskan karena rasa haus yang tiba-tiba memuncak.

Dengan suara serakku aku coba panggil sahabatku itu namun tidak ada satupun jawaban. Ku singkap gorden putih yang menutupi pintu balkon berharap sosoknya ada disana, namun nihil.

“Olla…” Lirihku. Ku beranikan diri untuk keluar kamar hotel walaupun aku tahu ini masih dini hari, tapi rasa takutku pada Olla yang sendirian di luar sana mengalahkan rasa takutku pada apa-apa hasil dari gelapnya malam.

Seperti dugaanku, lorong-lorong antar kamar tampak sepi, temaram lampunya menambah kesan seram untuk aku yang tergolong penakut. Sepertinya percuma aku membawa handphone, Olla sendiri meninggalkan handphonenya begitu saja di kasur. Aku mengikuti naluri dengan menekan tombol lantai dua lift yang aku tahu disana ada balkon yang cukup luas dengan akuarium dan taman kecil. Tanpa ragu aku langkahkan kakiku menuju tempat itu, tampak sepi jika dilihat dari satu-satunya akses masuk, namun aku mendengar lirih tangisan gadis. Sejujurnya aku enggan untuk berjalan kesana, namun setan mana yang tangisannya dibarengi dengan tarikan ingus berkali-kali dan suara batuk hasil keselek ludah?

Benar, saat aku langkahkan kaki kesana, ku dapati di dekat akuarium seseorang sedang memeluk lututnya membelakangi ku, menghadap akuarium yang ikannya berenang kesana-kemari saat kacanya diketuk-ketuk oleh jemari gadis itu.

“Olla, lo udah janji libatin gue setiap kali lo sedih.” Gadis itu menoleh kebelakang, aku mundur selangkah karena terkejut. Aku terkejut bukan karena gadis di depanku itu bukan manusia, benar itu manusia dan itu Olla, aku terkejut karena wajah sahabat ku itu yang sudah penuh derai air mata. “Ya Tuhan…

“Jess…” Aku mendekat, ku rengkuh tubuhnya yang tak lagi kuat. Aku tahu ia enggan memejam malam ini walau telah memerah dan perih matanya. Aku tahu kebiasaannya yang tiba-tiba terbangun tengah malam karena perasaan gelisah yang selalu ia rasakan. “Gue- kangen, Jess. Mama- sama papa. Tiap hari rasanya sesek, Jess.” Ku eratkan rengkuhan ku, ku rengkuh jiwanya yang berusaha tegar, pundak kokoh itu jatuhlah seiring usapan jemariku di rambutnya. “Olla, gue disini.”

Gadis yang sedang dalam dekapan, tubuh yang berusaha menolak setiap bantuan, tubuh yang lebih suka beradu dengan dinginnya angin malam berharap ikut membawa perihnya di setiap hembusan. Aku berharap kau terima uluran ku, perlahan, mari jatuhlah dalam pelukku. Sungguh semua sakitmu ingin ku bantu ringankan di setiap rentangan tangan, kumohon jangan tolak.

Izinin gue buat ikut ke dunia lo itu, La.

“lo- kenapa bisa tau kalo gue disini?” Olla menarik diri dari tubuhku, ku usap sisa-sisa air mata yang tidak lagi mengalir. Aku maklumi dia yang terbata akibat dari sesenggukan dan juga suara yang masih serak.

“Di dalam keramaian pun gue tau lo yang mana, La. Mau seberisik apa dunia pun gue tau suara lo yang mana.”

Dia menarik ingusnya, aku hanya tersenyum.

“Gue nggak secempreng itu, Jess.”

Kami berdua terkekeh, meski udara malam semakin dingin menusuk karena mau masuk waktu subuh apalagi cipratan air dari filter akuarium mengenai kulit, tapi suasana terasa hangat dengan keberadaan Olla di dekapan. Dan kurasa kantukku juga telah hilang padahal petang tadi aku mengeluh lelah atas kegiatan perform di sebuah festival.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JKT48 ONE SHOOTWhere stories live. Discover now