5

5.2K 418 6
                                    

🗻 Rinjani

Aku menuruni tangga sambil mencoba menetralkan detakan jantungku yang semakin tidak karuan, akhirnya aku tahu nama mas ganteng gunung itu! sial, namanya ternyata juga ganteng, Arjuna! aku berharap sepanjang percakapan kami tadi pipiku tidak tiba-tiba memerah, aku akan malu jika itu terjadi!

"Kenapa mbak?" Dito salah satu anak kedai ini menanyaiku ketika dia akan naik sambil membawa pesanan di nampannya.

"Hah?"

"Sakit?" aku menggeleng.

"Terus ngapain meluk nampan sampai segitunya?" aku baru sadar jika saat ini diriku tengah memeluk nampan dengan gemas.

"Gak apa-apa, i'm okay, bye!" tandasku meninggalkannya sebelum terlalu jauh, aku masuk ke kitchen dan mendapati orderan yang baru masuk untuk besok, orderan yang lumayan banyak jadi aku memastikan anak kasir telah mencatat dan meberikan nota yang benar kepada customer.

"Win, ini besok buat jam 10 bahannya masih aman semua atau gak?" Aku mencoba kroscek.

"Buah kaleng sama susu bubuk mbak yang nipis, tapi besok ada kiriman masuk kok dari toko." Jelas Winda salah satu anak kitchen yang sudah cukup senior disini.

"Oke kalau gitu besok pagi aku datang lebih awal buat bantu handle ini."

"Oke mbak!"

Dering ponselku terdengar saat aku keluar kitchen, telpon dari mama dan aku segera mengangkatnya "Ya ma?" Sapaku.

"Di kedai dek?"

"Iya, kenapa?"

"Mama sama papa sudah punya jawabannya, besok kamu ke kedai jl. Nias ya!" jantungku berdebar lagi, tapi debaran ini beda dengan debaran yang tadi aku dapatkan setelah berkenalan dengan mas Arjuna.

"Oke ma!"

"Mas Alex disana ya?"

"Iya"

"Oh pantes, bilang ke dia, mbak Gea sudah nungguin!"

"Wah perang deh kalau gini, ya udah aku ke mas Alex dulu, bye ma!"

"Bye dek!" Seketika aku memasukkan kembali ponselku ke dalam kantong celana dan kembali naik ke atas dan menuju mas Alex yang nampak menikmati es kopi susunya.

Oh ya, mas Alex itu kakak sepupuku dari pihak mama, umur kamu terpaut 5-6 tahun, aku lupa.

"Mas!"

"Oit!" Dia nampak sedikit terkejut.

"Ditunggu mbak Gea tuh!"

"Udah? Kok gak telpon aku?" Dia mengecek ponselnya.

"Lah iya, aku silent ternyata, hahaha."

"Cari perkara emang!" Tandas ku tapi dia masih tetap tersenyum kemudian menegak habis minumannya dan mengacak rambutku kemudian mencium pipiku kiri dan kanan "Bye mas jemput mbak kamu yang paling galak itu dulu!"

"Baliknya jangan terlalu malam dek!" Imbuhnya dan aku melambaikan tangan untuk menjawabnya.

Aku membersihkan meja yang baru saja dia pakai, dan meja-meja lain yang tampak sudah ditinggalkan oleh pemakainya.

Ketika tanganku mengelap salah satu meja, pandangan ku terarah kembali pada arah jam 9, tempat dimana mas Arjuna duduk bersama kedua temannya, mereka nampak asik mengobrol dan dia menyuguhkan tawa, sial membuat wajahnya semakin tampan dan menarik!

Aku langsung merasa seperti maling yang terpergok aksinya ketika mata itu perlahan memperhatikan ku juga, oh God, apa dia tahu kalau sedang ku amati?
 
Agar aku tidak dia anggap cewek mesum yang gak tahu privasi pengunjung, akhirnya aku mengangguk saja senormal mungkin, tolong banget Jani gak usah pakai goyang kepala metal atau ala-ala biduan dangdut yang akan mencari perhatian dengan menggoyangkan kepalanya tanpa henti!

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Kde žijí příběhy. Začni objevovat