6

5.2K 397 0
                                    

🗻 Rinjani

Setelah menyelesaikan pesanannya, mas Juna kembali naik ke rooftop atas, aku yang masih berdiri dibalik meja kasir langsung berpegangan pada mejanya sambil mencoba menenangkan detak jantungku.

"Kenapa mbak?" Itu suara Winda, oke malam ini sudah 2 orang yang menanyaiku pertanyaan yang sama hanya karena aku mendapat senyuman dari mas Juna Juna itu.

"Gak apa-apa, butuh bantuan di kitchen?" Aku mencoba mengalihkan pertanyaan dari Winda.

"Easy ke handle semua."

"Oke, kalau gitu aku siapin pesanan kopi dulu." Aku menyibukkan diri dengan pesanan yang baru saja masuk, sebelumnya aku mengambil HT yang ada di kantong Appron ku "Elang cantik butuh satu orang di bar, thank you."

"Oke mbak, kijang meluncur." Itu suara Dewa dia tadi masih diatas untuk mengantar pesanan, untung saja saat ini belum ada customer yang berdiri di depan kasir untuk memesan jadi aku fokus pada pesanan 2 orang sebelum mas Juna tadi.

Dewa langsung muncul beberapa saat setelah aku menakar bahan, aku langsung meng kodenya untuk membuat pesanan milik Juna.

"Seneng banget nih kalau ramai begini padahal weekend masih besok-besok" ujar Dewa.

"Emang kapan kedai sepi Wa?" Tanyaku percaya diri.

"Iya bener juga, ibuk pesugihan dimana sih mbak?" Aku tahu ini pertanyaan jahil saja, oh ya anak-anak disini juga memanggil mama dengan sebutan ibu, karena memang mama sudah seperti ibu mereka sendiri, kebanyakan dari mereka anak rantau jadi ya mama seperti orang tua terdekat mereka selama di kota ini.

"Di gua Maria! Tirakatnya mama tuh juara banget deh!" Balasku.

"Susah emang kalo udah pesugihan jalur halal." Balasnya dan aku tertawa saja.

Iya benar mama dan papa ku sangat hobi wisata religi ke gua Maria yang ada di pulau Jawa, quality time mereka sejak awal menikah sudah begitu, jadi jangan heran kalau hubungan asmara dan pekerjaan mereka adem ayem saja, karena ngadunya langsung ke jalan yang benar.

Aku masih harus membuat satu pesanan lagi saat Dewa sudah menyenggol tanganku menggunakan sikunya "Mbak.....mbak..." ujarnya beberapa kali tanpa melihatku.

"Apaan Wa?"

"Mas Saka." jawabnya, aku  menarik napas yang cukup dalam sebelum menegakkan kembali badanku dan benar saja mataku sudah menangkap sosoknya yang berdiri di depan meja bar.

"Hai..." sapanya dengan nada yang cukup lesu.

Jujur aku sudah tidak ingin berhubungan apa pun lagi dengannya, tapi kenapa dia masih saja muncul? Oh ya laki-laki ini adalah mantan pacarku, kami baru putus sekitar 3 bulan lalu, setelah 3 tahun berpacaran, alasan putus? perselingkuhannya di tempat kerja. Saka adalah senior ku di kampus, kami berbeda jurusan, dan ya begitulah mungkin memang aku kurang seksi atau lain sebagainya jadinya dia bermain di belakangku.

"Biar aku aja mbak, beres." ujar Dewa seakan dia bersedia mengambil pekerjaan yang bahkan belum sempat aku selesaikan dengan baik.

"Apa lagi?" tanyaku tanpa embel-embel mas lagi untuk memanggilnya seperti yang sudah-sudah.

"Aku kangen kamu," ujarnya seolah tidak memiliki dosa sedikit pun padaku, andai kami masih bersama aku pasti akan langsung berlari ke arahnya dan memeluk Saka detik ini juga, tapi fungsi otak dan tubuh ku seakan sudah kompak untuk tidak lagi melakukan hal-hal itu kepada orang yang salah.

"Bisa kita bicara sebentar aja Rin."

"Banyak pekerjaan."

"Please......"

"Aku rasa kamu gak akan punya cukup energi untuk mengendalikan pacarmu kalau dia tahu kamu masih menemui ku."

"Mumpung masih punya, hargai aja perasaannya," aku mengimbuhkan.

"Kamu tahu aku masih sayang kamu Rin....." sumpah aku jengah mendengarnya ditambah di lantai bawah ada beberapa customer yang bisa mendengarkan, akhirnya aku memilih untuk naik ke atas saja setidaknya walau disana lebih banyak orang suara kami tidak akan terlalu jelas karena akan terurai dengan hembusan angin.

Aku berjalan menaiki tangga, tapi tangan Saka sudah meraihku, aku otomatis mengibaskannya "Aku akan sangat menghargai kamu dengan memberi waktuku sesaat kalau kamu gak menciptakan sentuhan-sentuhan fisik Ka." dia langsung menarik tangannya menjauh dariku dan memilih mengikuti peraturan dariku.

Sampai aku membawanya ke dekat ruang kerja mama, ya memang ada satu ruangan khsus di rooftop ini yang dipergunakan sebagai kantor mama, kadang aku tidur disana kalau pulang terlalu malam atau sekedar mengerjakan tugas, Naga juga sering melakukannya tapi disini seperti sudah menjadi kandangku sedangkan Naga kandangnya ada di kedai mama lainnya.

"Kamu bisa bicara."

"Apa aku benar-benar sudah gak punya kesempatan Rin?"

"Aku gak ada perasaan yang sedalam itu ke Yola." Yola adalah nama kekasih gelapnya yang sekarang sudah naik level menjadi kekasih terangnya seterang lampu stadion sepak bola jika sedang ada pertandingan.

"Maksud kamu lebih dalam perasaanmu untukku?" dia mengangguk dan aku tersenyum meremehkan kemudian melipat kedua tanganku di depan dada.

"Kalau memang dalam kenapa perasaan itu kalah dengan otak mu yang dangkal?" aku tahu pencahayaan di lokasi ini memang lebih temaram dibanding dengan lantai bawah, tapi aku yakin saat ini wajah Saka sudah menanggung malu ketika aku berhasil melontarkan kalimat itu.

"Sudahlah Ka, memang sudah begini hubungan kita, aku gak akan kembali lagi ke jalan yang sudah kamu tutup sendiri dengan sadar, aku masih mau kita pisah dengan sebaik-baiknya jadi menurutku jangan sampai kamu rusak dengan cara yang seperti ini."

Aku akan pergi tapi Saka lagi-lagi menahan ku, aku mengibasnya lebih keras, aku benar-benar tidak suka kalau dia sudah memaksa seperti ini "Lebih baik kamu pergi dari sini dan aku minta jangan pernah kembali lagi di hadapanku, hargai pasanganmu yang sekarang, nikmati waktu kalian berdua tanpa repot-repot bersembunyi lagi dariku."

"Tolong lepaskan adikku." aku menoleh dan mendapati Naga sudah berada di belakangku dan seketika Saka menuruti perintahnya.

"Jangan pernah muncul lagi di depannya kalau kamu masih merasa punya harga diri Ka, sekarang bisa tolong keluar dengan tenang?"

"Sumpah aku sangat lelah hari ini, jadi aku malas menutup malam dengan memukul orang untuk pelampiasan."

"Rin, kapan pun, kalau kamu butuh aku, aku akan selalu ada, ya?" ujarnya masih penuh harap, butuh kamu? butuh your fucking ass! batinku menjerit gemas.

"Pulang lah, sungguh, aku gak butuh semua itu."

Naga mengibas-ibaskan tangannya di depan Saka dan setelahnya dia pergi tanpa ada interupsi lanjutan.

"Thank you mas!" ujarku.

"Mulai besok gak usah sampai malam di kedai!" aku mengangguk.

"Aku antar pulang aja, motor kamu biar masuk garasi belakang, nanti minta tolong anak-anak pindah kesana."

Naga menarikku kedalam pelukannya kemudian mencium puncak kepalaku "Mas sayang kamu dek, jangan sakit lagi!" aku hampir menangis ketika mendengarnya, Saka memang pacar pertamaku dan untuk hubungan yang berjalan lumayan lama aku sakit sekali ketika tahu dia sudah bermain curang di belakang ku, rasanya sangat lebur diawal, semakin kesini aku semakin paham kalau hidupku tidak akan terhenti kita aku melepaskan Saka pergi.

Naik gunung kemarin? salah satu caraku untuk move up, aku ingin mencoba banyak hal baru yang belum sempat aku lakukan seumur hidupku, Saka sangat protektif padaku selama ini, padahal untuk naik gunung saja sebenarnya papa mengijinkan asal ada Naga yang ikut dalam pendakian ku.

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant