7

4.6K 358 5
                                    

🏔️Arjuna

Aku akhirnya merebahkan kembali tubuhku ke kasur yang ada di kamar, setelah kembali dari nongkrong sebentar yang berakhir lama dengan Wira dan Pram, aku memandangi langit-langit kamar, bayangan senyum milik Rinjani masih betah mondar-mandir di dalam memori. Aku tersenyum sendiri menyadari keanehan dari diriku aku merasa seperti ABG yang sedang kasmaran hanya dengan sekali bertemu dengan orang asing yang tidak disengaja.

Aku mengerjap beberapa kali, tapi sepertinya semesta mendukung kami bertemu, terlalu banyak kebetulan diantara kami yang tidak bisa aku anggap remeh, astaga aku kenapa semakin jadi? lebih baik aku mandi agar semua pikiranku bisa lebih segar dan normal.

Tidak lama setelahnya aku langsung beranjak meninggalkan kasur dan mengurung diri sebentar di shower room kamar mandi harusnya semua pikiran tentang Rinjani gadis asing yang baru saja aku tahu nama dan tempat kerjanya hilang luntur terkena aliran air yang jatuh kebawah, tapi nyatanya tidak, oh apa ini?

Aku malah tertarik dengan potongan gambar saat tadi aku melihatnya naik bersama seorang laki-laki asing lagi dan mereka nampak berdebat, lebih tepatnya gadis itu terlihat tidak nyaman dengannya, dan tidak lama ada seorang laki-laki yang aku ingat satu pendakian dengan dia, Jani memanggilnya dengan sebutan mas, entah memang kakak kandungnya atau orang spesial lainnya yang ada dalam kehidupannya.

Apa begitu banyak laki-laki yang mewarnai kehidupannya? dan seingat ku yang mengitarinya juga bukan laki-laki berwajah pas-pasan, aku mendadak minder entah karena apa padahal aku sendiri juga tidak tahu apa yang diriku mau dari gadis itu.

Aku mengusap wajahku gusar kemudian segera mematikan shower yang masih menghujani ku dengan air hangatnya "Kenapa jadi gini sih Jun?" aku gemas pada diriku sendiri dan langsung saja menyambar handuk untuk mengeringkan semua bagian tubuhku.

Berjalan menuju kasur ku sambil sibuk memakai pakaian bersih untuk tidur dan pesan masuk dari Wira yang mengirimkan foto, aku membukanya ternyata itu foto korek miliknya yang lumayan antik, kalau tidak salah pemberian dari kakeknya semasih hidup "Rek, bisa minta tolong gak?" isi pesannya

Pram : Apaan Wir?

Wira : Siapa pun yang bisa tolong tanyain ke kedai yang tadi kita ngopi, korek aku ketinggalan disana gak?

Bas : Chat admin kedainya kali Wir.

Wira : Sudah nunggu balasan, kalau ada tolong ambil dulu dong, besok pagi-pagi teryata kudu tugas ke Malang.

Wira : Tolong banget lah cuk, itu kalau ilang bakal uring-uringan aku!

Aku tersenyum membaca pesan ini, kedai itu tidak jauh dari kantorku, masih sejalan dan aku bisa berkesempatan bertemu Rinjani lagi misal aku yang ambil kesana.

Juna : Aku ambil besok, buka dari jam berapa?

Wira : Cuk love you! dari jam 6 pagi, biasa aku nyarap disana kalau lagi tanggal muda!

Juna : Oke besok sambil berangkat gawe.

Wira : Mau oleh-oleh apa Jun?

Pram : Kasih cewek aja kan barusan putus.

Bas : Asu nek wedok aku ya gelem Wir! TAK JUPUKNO AE TA SESOSK???

Aku meletakkan ponselku ke atas nakas yang ada di samping kasur sebelum membaca balasan pesan yang tidak akan bertemu ujungnya kalau sudah membahas ini, sepertinya aku benar-benar telah ter Rinjani Rinjani!

.

Keesokan paginya aku benar-benar sengaja tidak sarapan di rumah, ibu memang masih berada di kampung halamannya karena ternyata masih banyak tamu yang datang atas kepergian eyang uti, bibi nampak aneh ketika aku memilih langsung berangkat lebih pagi dan melewatkan sarapan, tapi aku bilang aku sudah ada janji sarapan bareng teman, dia percaya.

Aku memanaskan motorku dan tidak lama setelahnya memacunya untuk membelah kota yang padat ini, ini masih pagi jadi tidak terlalu macet ditambah rumah ibu dan ayah memang di tengah kota, sejak Sekar berkuliah di Bandung ayah dan Ibu akhirnya menempati rumah ini lagi.

Kedai tempat Rinjani kerja memang sudah buka, terlihat dari tulisan "OPEN" yang terpampang di pintu kacanya, aku melepas helm fullface ku kemudian berjalan ke dalam.

"Selamat pagi kak." sapa seorang pegawai laki-laki yang berada di balik meja kasir, aku membalsnya dengan senyuman.

"Mau pesan apa?"

"Saya mau sego bawang 1 dan juga honey lemon hangat ya mas."

"Baik, sego bawang 1 mau pedas atau tidak mas?"

"Gak pedas." ujarku dan setelahnya dia mengulangi lagi pesananku dan aku melakukan permbayaran, aku memilih untuk duduk di lantai 1 saja yang dekat dengan bar, dan sebelum aku duduk tadi aku bertanya kepada kasir ini mengenai korek Wira, dan dia mengiyakan kalau korek itu memang tertinggal segera akan dia ambil dan berikan padaku.

Aku memperhatikan gadis yang sedang sibuk dengan laptopnya ditemani secangkir kopi yang ada di samping tangannya, itu Rinjani, serius? dia sudah bekerja sepagi ini? aku berinisiatif untuk mendekatinya jadi aku langsung berdiri dari duduk ku semula dan berjalan mendekatinya.

"Hai!" sapaku dan dia langsung mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang melemparkaan sapaan "Mas Juna!" dia tersenyum dan nampak ceria, entah benar-benar ceria dengan kehadiranku atau hanya perasaan ku saja.

"Mau ngopi?"

"Sarapan sekalian ambil barang yang kemarin tertinggal disini."

"Barang apa?"

"Korek api dengan ukiran wayang." aku berusaha menjelaskan dengan detail korek milik Wira.

"Ukirannya Yudhistira ya mas?" Aku terkagum ketika dia bisa menyebut siapa tokoh Pandawa Lima yang menjadi ukiran di korek milik Wira itu.

"Ini kan?" dia merogoh saku samping celananya dan setelah itu menunjukkan korek Wira padaku dan aku mengangguk.

"Punya mas Juna toh"

"Punya Wira, teman aku yang kemarin kesini juga."

"Oh, ini mas silahkan." dia menyerahkan padaku tanpa bertanya kenapa bukan Wira saja yang langsung mengambilnya, kenapa malah aku? sepertinya dia tipe orang yang tidak mau terlalu jauh kepo dengan hal-hal yang sepele.

"Kamu paham wayang?"

Dia tersenyum "Sedikit aja, kalau Pandawa lima tahu karena Kakung suka cerita waktu aku kecil." Rinjani kemudian memintaku duduk di seberangnya saja.

"Kamu gak keberatan?" dia menggeleng "Saya lagi gak shift kok, santai." aku akhirnya duduk kemudian bertanya kalau gak shift kenapa sepagi ini dia datang ke kadai?

"Mau kerjain laporan TA sekalian bantu adik tingkat yang butuh revisi laporan."

"Kamu masih kuliah? part time disini?" dia mengangguk lagi dan tidak lama pesananku pun datang.

"Selamat sarapan mas!" serunya dengan senyuman, oh apakah aku harus menjadi  member kedai ini agar setiap hari aku bisa sarapan dengan ditemaninya? jika bisa akan aku buat sekarang! sumpah aku ini kenapa? kenapa jadi seperti ini??

"Kamu gak sarapan? langsung ngopi?"

"Tadi sudah sarapan kok di rumah, berani ngopi kalau sudah aman perutnya mas."

"Kaget saya, hebat bener kalau sarapannya kopi." dia tertawa.

"Saya makan dulu ya kalau gitu Rin."

"Silahkan mas." setelahnya kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing, aku sesekali memperhatikan dia yang serius dengan laptop dihadapannya, ekspresi Rinjani jika serius seperti saat ini membuatnya nampak terlihat lebih dewasa dan keibuan? oh tunggu apa aku sedang menyeleksi calon istri atau bahkan ibu dari calon anak-anak ku kelak?

Semua pikiranku buyar saat meja kami tiba-tiba digebrak oleh seorang perempuan yang datang dari belakangku, jujur aku hampir saja mengumpat tapi berhasil aku tahan, tapi aku menjadi tidak tenang dan seakan ingin menegurnya tapi berbeda dengan Rinjani, dia nampak sangat tenang dan hanya melirik gadis itu intens, oh apa aku berada di waktu yang salah saat ini? 

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Where stories live. Discover now