Bab 3

77 11 0
                                    

●●●

EYERESARROW
MEMPERSEMBAHKAN

●●●

OUR RED WINTER

●●●

MALAM jatuh; langit menggelap, angin menggigit, dingin menyerang. Perkemahan didirikan di lahan kosong milik tetua desa terdekat. Beberapa prajurit Yuming dan para pedagang yang sudah mulai akrab satu sama lain berbagi arak dan bersenang-senang bersama. Para wanita mencuci baju-baju di sungai sementara anak-anak mereka bermain dan berenang. Api unggun dinyalakan besar-besar. Hong Lan menghela nafas lega. Punggungnya bersandar pada sebongkah batu besar sementara matanya dengan sayu menatap pemandangan itu.

"Seseorang sudah berangkat untuk mengirimkan kabar pada sang Putri," ujar Tuan Guo yang berdiri di sampingnya.

Hong Lan menunduk sembari tersenyum. "Menurutmu bagaimana reaksi sang Putri—mendengar kabar dariku setelat ini?"

"Hamba yakin beliau tidak akan sampai hati untuk marah padamu, Nona," jawab Tuan Guo.

"Dia seharusnya marah. Aku berharap dia akan marah. Aku akan marah padaku jika aku menjadi dia," ujar Hong Lan setengah bercanda. "Tadi kau bilang apa? Kita bisa sampai besok siang?"

Tuan Guo mengangguk. "Jika kita tidak banyak berhenti, mungkin kita bisa sampai ibu kota sebelum tengah hari."

"Luar biasa." Hong Lan memungut kerikil yang ada di bawah kakinya lalu menimang-nimangnya. "Ternyata membuat jalur utama dari perbatasan langsung ke ibu kota memang keputusan yang bagus, padahal dulu ku anggap itu hanya akan membuang-buang waktu."

Tuan Guo tidak berkomentar apa-apa. Hong Lan melemparkan kerikilnya ke api unggun.

"Cukup untuk hari ini, Tuan Guo. Kau boleh beristirahat," ujarnya, mengusir secara halus.

Tuan Guo kemudian meminta diri. Hong Lan memandang punggungnya yang kian lama kian menjauh, memikirkan tentang suatu saat nanti, pria yang ia anggap seperti ayahnya sendiri itu akan meninggalkannya. Jika saat itu tiba, siapa yang nanti akan menemaninya?

Kemeriahan suasana perkemahan mulai meredup. Para wanita dan anak-anak sudah kembali ke kereta mereka masing-masing. Para pedagang pria dan prajurit hampir semuanya sudah terlelap, kecuali sedikit dari mereka yang memang ditugaskan untuk berjaga malam ini.

Hong Lan enggan bangun dari posisi nyamannya dan memilih untuk diam untuk beberapa saat lagi. Katak dan jangkrik bersahut-sahutan di suatu tempat entah di mana. Mata Hong Lan sudah setengah tertutup saat telinganya yang selalu awas mendengar gemericik air dari arah sungai. Sejenak ia memilih untuk tidak memedulikannya, tapi gemericik itu terlalu jelas dan keras, seperti seseorang tengah bermain-main di dalam air.

Kedua alis Hong Lan bertaut. Sepanjang penglihatannya tadi, semua wanita dan anak-anak yang berada di sungai sudah naik dan tidur di kereta mereka. Khawatir kalau-kalau bunyi gemericik itu berasal dari seorang anak pedagang yang tertinggal dan tidak bisa berenang, Hong Lan menyambar mantelnya dan berjalan menuju sungai.

Cahaya bulan berpendar, memantul di permukaan sungai yang sedikit bergelombang. Kain-kain putih menari di air, mengikuti gerakan anggun sosok yang memakainya. Rambutnya hitam, basah dan terurai, jatuh ke pinggang. Kali ini Hong Lan tidak menemukan kain menutupi wajahnya yang seanggun desiran angin di musim dingin. Mengikuti suara katak dan jangkrik sebagai alunan musik, gadis itu, gadis yang ia lihat kemarin, berdansa dengan malam.

Kepalanya dipenuhi kabut, Hong Lan tidak sempat berpikir untuk menyembunyikan kedatangannya. Ketika gadis itu sadar akan keberadaan Hong Lan, ia tidak menjerit. Matanya yang setajam elang membulat kaget. Nampak ia terburu-buru berusaha untuk menutupi tubuhnya dan memberi Hong Lan salam yang pantas.

[GL] Our Red WinterKde žijí příběhy. Začni objevovat