BERSEMINYA DUA HATI

123 43 28
                                    

Waktu menunjukkan pukul lima pagi. Matahari belum menampakkan wujud sejatinya. Gadis bertaskan punggung berwarna biru muda itu sudah siap hendak berangkat sekolah. Ia berniat untuk mencari ruang kelas seseorang. Semalam dirinya dibuat gundah lantaran pesan WhatsApp yang dikirimkannya tak kunjung mendapat jawaban.
Butuh sekitar tiga menit hingga akhirnya ia menemukan kelas yang dimaksud. Letaknya berada di seberang kelasnya. Hanya saja kelas itu terhalang oleh ruang multimedia sehingga tidak terlalu nampak jika dilihat dari kelasnya. Senyum lega dapat ia hembuskan saat menemukan kelas itu.
Melihat banyak siswa yang sudah mulai berdatangan, gadis itu segera kembali. Aksinya akan ia lakukan saat anak itu sudah sampai. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan laki-laki itu.
Saat gadis itu hendak memasuki kelas, dapat ia lihat seseorang yang ia maksud. Dia tengah berjalan bersama teman-temannya. Dilihatnya keadaan laki-laki itu yang terlihat baik-baik saja⸺membuat Gea lega. Segera ia menuju kelas sebelum bel masuk berbunyi.

***

Jam istirahat berbunyi, Gea segera menuju kelas laki-laki itu. Langkah Gea yang terburu-buru membuat teman-temannya heran. Dengan cepat mereka menyusul Gea untuk mengetahui apa yang gadis itu akan dia lakukan.

"Fardhan, Afaska ada?" Gea yang melihat Fardhan dan Virdy hendak menuju kantin bersama berhasil ia hentikan.
"Kenapa nyari Afaska, Ge? Kangen ya?" goda Virdy.
"Gue cuma mau nanya keadaannya aja, ada enggak?"
"Dia udah pulang barusan. Kepalanya agak pusing makanya izin pulang cepet," jawab Fardhan singkat.
"Boleh minta alamatnya?" Pertanyaan Gea kembali membuat mereka terkejut. Gadis ini memang suka memberi kejutan. Tanpa pikir panjang, Virdy memberikan alamat rumah Afaska kepada Gea.
"Minta tolong rawat komandan kita ya, Ge. Biasanya kalo lagi sakit dia nggak suka minum obat," pesan Virdy sambil mengedipkan mata, dan pergi meninggalkan Gea seorang diri.
Alamat rumah yang jelas tak membuat Gea kesulitan untuk mencarinya. Kini ia sudah berdiri di depan rumah laki-laki itu. Berulang kali ia menekan tombol bel namun tak kunjung ada respon. Dia mencoba membuka pintu rumah, dan ternyata tidak terkunci. Mungkin Afaska melupakannya.

Dengan perlahan Gea membuka pintu itu sembari mengucapkan salam berulang kali. Tak kunjung ada jawaban, namun malah dirinya mendengar suara game yang nyaring. Dibukalah ruangan yang merupakan sumber suara, dan nampaklah Afaska yang sibuk dengan ponselnya. Gea terkejut dibuatnya, begitupun Afaska. Dengan cepat Afaska beranjak dari tempat tidur dan mengantarkan Gea ke ruang tamu.
Suasana menjadi canggung. Gea yang terlewat batas membuka pintu rumah orang sembarangan, dan Afaska yang malu akibat tertangkap basah bermain game oleh Gea. Mereka hanya saling bertukar senyum canggung, tak ada yang ingin membuka suara.

"Emmm ... kamu ngapain ke sini?"

Akhirnya Afaska berani membuka suara. Rasa penasaran lebih mendominasi dirinya. Alasan mengapa gadis itu bisa di sini, bagaimana mengetahui rumahnya, semuanya berkumpul di pikiran Afaska. Ia ingin mengetahui jawabannya.

"Kepala kamu nggak apa-apa? Semalem aku coba hubungin kamu tapi nggak dapat jawaban. Makanya aku ke sini. Oh iya tadi aku sempet tanya alamat rumah kamu ke Virdy sama Fardhan. Jadi kamu jangan kaget ya."
Entah sejak kapan mereka menggunakan aku-kamu dalam perbincangan mereka. Rasanya sangat nyaman. Keduanya tidak ada yang tersinggung apalagi protes begitu salah satu dari keduanya berucap kata itu.
"Aku udah nggak apa-apa kok. Buktinya udah bisa main game." Afaska menggaruk kepalanya menjawab pertanyaan Gea. Ia masih merasa malu. Ia yakin pasti gadis ini mendengar alasannya mengapa pulang lebih awal dari teman-temannya. Sungguh alasan yang tidak masuk akal. Lain kali ia akan membuat alasan yang lebih logis lagi.

Suara gemuruh yang diduga berasal dari perut Gea mengundang perhatian mereka berdua. Suasana rumah yang sunyi cukup membuat Gea malu di tempat. Gea merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia lupa makan sebelum pergi ke rumah Afaska. Kalau sudah begini, ia hanya bisa memasang wajah pura-pura tak tahu di depan laki-laki itu.

AFASKA {Sudah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang