8

4.4K 360 9
                                    

🗻 Rinjani

Meja yang sedang aku gunakan tiba-tiba digebrak oleh seorang wanita yang tampil all out dengan dandannya.

Aku meliriknya dan dugaan ku sudah terjadi saat ini, Yola sudah berada di kedai dengan memamerkan ekspresi wajahnya yang sedang marah.

Jujur saja aku sungkan dengan mas Juna saat ini, karena dia baru saja akan memulai sarapannya.

"Ada apa mbak?" Tanyaku tanpa mau susah payah berdiri dari posisiku.

"Ngapain lagi kemarin kamu sama Saka?"

"Mbak bisa tanya sendiri ke dia, aku sudah gak mau berhubungan dengan kalian sama sekali,"

"Kamu masih suruh dia datang buat nyamperin kamu kan?"

"Astaga mbak, pikiran darimana itu?" Tanyaku sambil tertawa.

"Jangan macam-macam kamu sama saya ya, tolong hargai hubungan kami."

"Really? Menghargai hubungan kalian?" Aku sekarang tersulut untuk berdiri.

"Apa mbak melakukan itu ke hubungan kami dulu? Apa mbak menghargai ku sebagai pasangannya?"

"Jujur saja aku gak mau tahu lagi tentang kalian dan terserah kalian mau gimana sama hubungan kalian yang hasil merusak hubungan lama kami, ya kan?" Aku meminta persetujuannya.

"Kalau yakin Saka sayang kamu, gak perlu repot khawatir kalau dia masih ada rasa sama saya."

"Saya juga gak mau repot-repot balikan sama laki-laki yang mudah digoda" kali ini mataku sengaja menatapnya lurus kata mama kalau soal harga diri perempuan harus bisa mempertahankan, jangan sesekali jadi perusak hubungan wanita lain, dan boleh girl support girl asal girl nya yang benar dan lurus bukan pelakor macam Yola Yola ini!

"Ambil aja, kalau sama saya dia masih nyempetin waktu buat membentuk hubungan baru sama mbak berarti kan yang menang yang nomor dua, ya kan?"

"Gak usah takut saya masih berharap sama dia, standard saya semakin tinggi dan bukan dia lagi," ku tutup argumenku dengan senyuman tapi tangannya lebih cepat dari cahaya, sekarang kaos ku sudah berada dalam  cengkraman tangannya.

"Hei, santai mbak!" Mas Juna sudah berusaha melerai kami, aku bahkan sampai lupa dia berada di antara labrakan Yola ini.

Yola yang sadar dengan kehadiran mas Juna akhirnya melepaskan cekalan tangannya pada kaos ku "Pokoknya jangan berhubungan lagi dengan Saka! Kalau perlu pindah sejauh mungkin!"

"Dih ngatur, kalian sana yang balik ke daerah masing-masing, saya juga asli sini, kedai ini juga lebih tua dari umur saya, gak usah banyak permintaan dan ngelunjak ya mbak, mumpung saya masih sopan!"

"Duh mbak, gak duwe gawean a? Kantor mu melbu e jam piro seh?" Dewa sudah muncul dan meminta Yola menjauhiku.

"Saka sendiri yang kemarin tiba-tiba datang mbak, wes tanyao sendiri ke pacar mu iku, nek perlu foto e de.e ambek sampean tak pajang ndek ngarep e kedai Yo, tanda dilarang masuk! Wes a? Puas?" Dewa juga sangat sebal dengan dua orang itu karena selama 3 bulan ini mereka hampir bergantian selalu melakukan visit yang tidak perlu.

"Wes wes ngaliho Kate ngepel Iki loh aku, minggir o seng adoh duh!"

"Awas kamu ya kalau sampai Saka masih datang-datang lagi ke kamu!" Yola mengacungkan telunjuknya tepat di wajahku tapi tangan mas Juna langsung meraih dan menurunkannya "Yang sopan mbak!" Pintanya masih dengan nada lembut.

"Siapa kamu?"

"Kok masih nanya?" Tanya Juna balik.

"Mbak gak perlu khawatir Siki Saka Siki Saka itu dekat-dekat lagi ke Jani, Jani sudah punya pawang sekarang, saya pacarnya." Sumpah rasanya saat ini aku ingin memeluknya dari belakang dan membisikan "Pacar aku akhirnya ngomong!" Tapi aku masih waras.

Yola menekuk kedua alisnya kemudian menatapku dan mas Juna secara bergantian.

"Jangan direbut lagi! Yang ini gak gampangan kayak pacar kamu!" Aku merangkul tangan mas Juna dan kini pipiku menempel pada lengan kirinya, astaga kenapa nyaman? Sialan! Mbak Yola sialan!

"Tolong segera pergi dan jangan pernah lagi mengganggu pacar saya, kami butuh ketenangan, dan demi Tuhan bahkan saya belum menyentuh sarapan saya sama sekali." Ini kalimat terpanjangnya, ya aku rasa begitu, dan dia mengatakannya dengan sangat tenang.

Akhirnya Yola pergi meninggalkan kedai ini dengan Dewa yang memastikan dia benar-benar pergi dan aku masih menempelkan kepala di lengan kokoh milik mas Juna, aku tidak akan sadar untuk melepaskan ini kalau mata mas Juna tidak bertatapan dengan ku, selama ini ternyata dia menatapku dari atas tanpa aku tahu.

"Eh maaf mas!" Aku langsung beranjak memberi jarak untuk kami.

"Kamu gak apa-apa?" Dia memastikan dan aku mengangguk.

"Silahkan mas makan sarapannya keburu dingin, apa mau saya ganti dengan yang baru?" Aku menawarkan.

"Gak usah, ini saja." Akhirnya dia duduk dan aku juga kembali pada posisi semula, sambil meliriknya aku berucap terima kasih padanya.

"Easy."

"Tapi beneran perempuan tadi yang merusak hubungan kamu sebelumnya?" Aku mengangguk.

"Kamu keren banget ngadepinnya."

"Sudah capek sih mas! Capek banget!"

"Berapa lama memang kalian dulu pacaran?"

"3 tahun." Dia langsung terbatuk kemudian aku buru-buru memberikan minuman padanya.

"Minum dulu mas, aduh, kok sampe keselek sih, terlalu pedes ya lauknya?" Dia menerima gelas dariku kemudian segera meminumnya  tapi tangannya seakan berkata tidak untuk menanggapi pertanyaan ku.

"Makanannya enak, gak salah,"

"Terus?"

"Saya kaget aja sama durasi pacaran kamu."

"Oalah, kirain ada yang aneh sama menu nya"

"Gimana rasanya 3 tahun tapi diselingkuhin?"

Aku tertawa kemudian menatapnya "Untung banget cuma 3 tahun dan semesta kasih tahu aku kalau dia bukan orang yang tepat!"

"Sakit banget awalnya mas tapi ya udah lah ya hidup kan harus tetap berjalan dan dunia ku gak berpusat ke kesedihan aja, rugi kalau sedihnya lama-lama."

"Saya lebih baik lepas dari dia daripada selamanya harus berbagi perasaan, waktu, rasa cinta sama perempuan lain, kasihan kan kalau dia kelamaan diem-diem ngumpetin hubungan romantis itu sama perempuan tadi."

"Kamu beneran oke Rin?" Aku mengangguk.

"Aku boleh minta nomor telpon kamu?" Dia sibuk mengambil ponselnya kemudian menyodorkan padaku.

Aku masih bingung "Nanti sore ada acara?"

"Hah?" Aku makin bingung.

"Sebagai pacar baru yang dadakan, aku tahu kamu belum baik-baik aja, mau cari angin sore nanti sepulang aku kerja?"

Aku benar-benar tidak menyangka dia akan seperti ini, jujur aku bingung harus bereaksi apa, dia tampan dan sepertinya bukan tipe orang yang macam-macam, bagiku wajah mas Juna tidak berpotensi menjadi kriminal, tapi bayangan wajah papa langsung muncul, aku menggelengkan kepala sebentar.

"Eh gak mau ya? Oke pasti kamu takut keluar bareng orang asing." Aku langsung menyambar ponselnya dan mengetik nomorku disana.

"Tadi tiba-tiba muka Yola muncul lagi mas, maaf bikin salah paham," aku bohong.

Gak apa-apa kan sesekali gak harus ijin papa dulu? Aku sudah termasuk dewasa, dan mas Juna bukan pria yang pantas untuk aku lewatkan.

"Ini mas." Aku mengembalikan ponselnya kemudian di menelpon nomorku.

"Itu nomor saya, nanti aku kabari ya, kamu beneran oke keluar sama saya?"  Aku mengangguk.

"Asal gak diculik terus dijual di black market, aman kan mas?" Tawanya pecah dan lagi-lagi dia tersedak

"Saya kayaknya bakal sering Amaze kalau lama-lama sama kamu, pikiran mu hampir gak saya duga semuanya."

Aku menyengir saja dan minta maaf dalam hati, maaf ya mas orang tua ku Hera dan Ares mereka lebih random dan aneh dibanding aku kalau misal mas mau kenal, apa langsung nikah aja ya? Adat Jawa solo apa Jogja ya enaknya? Astaga pikiranku! Benar-benar anak papa Ares!

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin