0+1=1

146 35 183
                                    

Biar tahu, biar rasa…a. Cinta ini milik kita.

Mendengar lagu tersebut, kedua mata Nigella Sativa pelan-pelan terbuka dan mengangkat kepalanya dari tangkupan tangan di atas meja belajar. Tadi habis salat subuh dia belajar sembari menata buku untuk jadwal hari ini. Namun, malah Nigella ketiduran. Untung Stava sang mama bernyanyi lagu itu dengan mendengarkannya dari radio.

“Gella, Gella! Kamu sudah bangun belum?” teriak Stava berteriak, tetapi bernada dari ruang makan.

Mendengar hal tersebut, Nigella menguap. “Sudah, Ma, berangkat mandi, nih!” sahut Nigella.

“Gegas, ya, Papa Kanu buru-buru, nih, ke kantor.” Stava pun berteriak lagi lalu dibalas dengan mengiakan saja oleh Nigella.

Beberapa menit kemudian, Nigella sudah rapi segera keluar kamar dan turun dari tangga menuju ruang makan buat sarapan. Lagu-lagu Mbah Iwan Fals pun masih menggema di ruang makan tak terkecuali lagunya yang berjudul Buku Ini Aku Pinjam. Mengapa Nigella memanggil ‘Mbah’ kepada musisi legendaris itu? Sebab, saat beliau muda papa mamanya masih remaja. Maka dari hal tersebut, Nigella termasuk cucunya. Generasi selanjutnya, hehehe.

Sudah duduk di bangku, Nigella langsung menyantap nasi goreng telur ceploknya yang disiapkan sang mama.

“Ma, kenapa Mama suka lagu-lagunya Mbah Iwan Fals?” tanya Nigella sesekali menyuapkan nasi goreng itu ke mulutnya.

“Lagunya penuh cinta Igel,” sahut Kanu.

“Cinta sama lawan jenis, Pa?” tanya Nigella.

“Bukan, Sayang. Cinta pada sesama manusia, makhluk hidup dan semesta lebih tepatnya,” jawab Kanu, kemudian dia meminum tehnya.

“Kalau kamu cinta sama cowok nanti jangan berlebihan, ya? Sewajarnya saja. Karena cinta itu---“

“Tergantung manusianya dan cinta yang sejati bahkan tidak menyakiti adalah cinta Tuhan terhadap hamba-Nya,” sambung Nigella melanjutkan perkataan sang mama yang dia potong tadi.

“Akhirnya, kamu paham juga, Gella. Semoga kamu bisa melaksanakannya di kehidupan sehari-hari, ya?” pinta Stava.

“Nigella selalu ingat itu, Ma,” jawab Nigella.

“Ayo, Sayang! Berangkat, Papa juga harus berangkat pagi, nih!” ajak Kanu.

Akhirnya, Nigella dan Kanu pun berangkat setelah berpamitan dengan Stava. Di perjalanan saja, dalam mobil. Nigella juga mendengarkan lagu-lagunya Mbah Iwan Fals, tetapi tiba-tiba Kanu mengerem mendadak, beliau hampir saja menambrak pengendara motor merah di depannya padahal dia sudah fokus tadi.

Asstagfirullah, Papa. Dia orang, lho, Pa,” kata Nigella terkejut.

“Iya, Igel, masa dedemit. Dedemit, kok, muncul pagi-pagi dan pakai seragam sekolah,” sanggah Kanu,

“Papa, ih! Bercanda. Ayo keluar, Pa! Kita tolong,” kata Nigella lalu keluar mobil disusul sang papa.

Sudah tepat di hadapan orang itu yang ternyata adalah seorang cowok setelah membuka helm-nya. Cowok yang sudah berdiri dan membenarkan posisi motornya itu, dia tersenyum.

“Saya tidak apa, kok, Pak. Tidak usah khawatir,” ucap cowok itu.

“Tapi kamu beneran tidak pa-pa, Nak? Nggak ada yang sakit?” tanya Kanu.

Cowok tersebut hanya mengangguk.

“Motornya?” tanya Kanu lagi.

“Tidak juga, Pak,” jawab cowok itu.

“Syukurlah. Bapak benar-benar minta maaf, ya? Nanti kalau ada apa-apa samperin anak Bapak saja namanya Nigella Sativa kelas 11 IPS 2 di SMA Jingga Awana. Oke!” pinta Kanu kepada cowok tersebut.

Permintaan sang papa membuat Nigella terkejut, pasalnya yang salah papanya mengapa dia yang harus disamperin?

“Pa, kenapa harus Igel?” protes Nigella.

“Bukannya kamu anak Papa?” tanya Kanu.

“Iya. Papa, ih! ‘Kan Igel nggak kenal,” rengek Nigella.

“Nama kita sama, kok, Nigella. Aku lanjut lagi, ya? Mari, Pak. Terima kasih,” sahut cowok itu lalu pergi begitu saja.

Mendengar ucapannya, Nigella binggung. Nama cowok itu sama dengan dirinya? Apa maksudnya coba? Dalam hati, Nigella berharap. Dia ingin bertemu kembali dengannya untuk menuntaskan rasa penasaran tersebut.

…….

    

Cinta Ini Milik KitaWhere stories live. Discover now