PART 06 ~ Magnet sama-sama negatif

22 8 1
                                    

      Setelah beberapa menit usai. Kemudian dilanjutkan latihan catwalk berpasangan. Mentor mempersilahkan para finalis untuk memilih pasangan sendiri. Rasta bingung. Nhat yang terkenal dan tampan tentu banyak yang ingin dengannya. Menjadi rebutan. Di tarik sana-sini. Suasana menjadi ricuh, saling tuduh, gaduh. Ya begitulah yang dimiliki orang tampan. Sehingga mentor memutuskan semua pasangan akan diacak saja.

     “Oke. Selanjutnya DKI jakarta berpasangan sama jawa timur”

     “Yah” keluh yang lain kecewa.

     Rasta kaget. Termasuk juga Nhat.

     “Kak, pasangan boleh ditukar? Saya nggak mau sama cewek kampungan, levelnya gak sebanding”  tanya Nhat dengan memutar bola mata malas.

     “Gak boleh” langsung.

     “Siapa juga yang mau” ucap Rasta. Menghela napas sebal.

     “Udah, udah!”  perintah mentor seraya mengembalikan suasana.

     Rasta hampir dibuat down ulah perkataan Nhat yang menyebalkan. Apalagi, sembarangan dilontarkan. Terutama dihadapan para finalis lain. Sungguh, ia benar-benar tertampar ulah perkataan Nhat. Para finalis lain terlihat saling membisikkan, berbicara dengan gerakan badan yang begitu bisa dimengerti.

     “baiklah, kita mulai aja ya”

     Setiap pasangan tengah bersiap-siap sambil menunggu giliran. Mentor mengarahkan untuk  catwalk kali ini bergandengan  tangan. Itulah yang membuat Nhat dan Rasta saling memutar bola matanya malas. Tibalah giliran mereka.........

     “123 mulai!”

     Rasta merasa enggan untuk memegang lengannya dikarenakan mata Nhat sudah terlihat sinis.

     “Cepat!” perintah mentor.

     Sentuhan tangan yang mengerat di lengan. Merasa jijik. Bahkan benci. Melangakah bergandengan di karpet merah. Terlihat finalis lain saling membisikkan. Iri? Ataukah hal lainnya.

     Begitu selesai melewati karpet. Dengan kesal, Nhat langsung menepis tangan Rasta dengan kasar.

     “Najis. Cowok miskin kek lo gak ada yang berani nyentuh gue” ujar Nhat kesal dan langsung pergi begitu saja.

     “Siapa juga yang mau nyentuh kulit musang”

     Rasa kesal tetap tersimpan di benak Nhat. Renjun yang melihat raut wajah temannya yang tidak biasa. Sebel. Tentu menjadi tanya. Begitu dihampiri, Nhat pun memutar bola matanya malas.

     “Wajah lo kek gorilla gitu, kenapa?” tanya Renjun sambil mendorong bahu Nhat. Matanya pun bergeser kesal.

     “Pake nanya”

     “Ooo. Wajah gorilla kesal memang begitu, berarti dia senang udah menemukan mangsanya” gurau renjun sambil tertawa kecil.

     “diam bangs*t!”

     “tapi lo suka, kan?” sambil menyodongkan jari telunjuknya.

     “suka? Heh” senyum remeh.”siapa juga yang mau sama cewek miskin, najis!” Nhat sedikit menampakkan badannya seperti reaksi jijik.

     “Punya mulut di jaga. Lo nanti bakalan jatuh cinta”

     “semoga terhindar aja”

***

     Malam itu. Para finalis di peristirahatkan lebih awal, karena besok dini pagi akan berangkat ke lokasi yang direncanakan panitia untuk melakukan photoshoot bertema alam
Kali ini. Rasta mengisi malamnya dengan membaca buku sembari berbaring di kasur empuk. Lembut. Untuk melepaskan rasa penatnya karena akhir-akhir ini jadwal benar-benar mulai padat. Belum lagi dengan jadwal yang akan datang. Pastinya akan lebih padat lagi. Ketika sudah melewati beberapa kata, tiba-tiba dikagetkan dengan bunyi handphone yang kebetulan dilelatakkan di meja dekat kasur. Siapa ya? Entahlah. Seperinya nada panggilan. Mungkin saja, itu ibuku atau ibu dila. Tanpa berlama-lama lagi, iapun beranjak dari tempatnya.

     “Halo, Rasta?” suara itu tidak asing. Biasa didengar sehari-hari di dalam kelas.
Benar saja. itu ibu dila, pasti akan menanyakan keadaan lomba.

     Dengan senang hati Rasta menceritan pengalamannya selama menjalani karantina. Tentu Rasta harus membawa pulang prestasi dengan baik. Karena sudah menjadi harapan bagi beliau. Apalagi, beliaulah yang membiayai sepenuhnya untuk mengikuti NTM ini.

     “Rasta, uang jajannya gimana? Udah habis?”

     “masih ada, aku gunain sehemat mungkin”

     “gak usah pakek hemat.  Beli aja apa yang kamu mau”  dengan tawa kecil.

     “hehehe”

     “nanti ibu transfer lagi”

     “Iya bu” sambil mengusap dada seraya sangat berterima kasih.

     “Oh, iya. Tadi ada ibumu telpon?”

     “Gak ada, kenapa ya bu?”

     “nggak. Kemarin ibu udah kasih tau, kalo hp Rasta lagi disita sama panitia. Kemarin juga ibu udah ngadep ke neneknya untuk keberangkatanmu untuk kuliah”

     Dibenaknya terasa ada bahagia kecil “gimana katanya bu?”

     “nenekmu masih ingin minta pertimbangan lagi sama Melati”

     “Mmmm”

     “Ya udah, Rasta istirahat dengan baik ya”

     Ketika sudah mengatakan hal yang terakhir kemudian Rasta mengakhiri dengan senyuman. Iseng-iseng lihat pemandangan dari kaca  jendela. Sangatlah menakjubkan. Dirinya ingin sekali keluar kesana. Tiba-tiba saja, ia dikagetkan dengan suara kaki dari luar kamar yang berkecipak-cipuk. Yang sepertinya akan masuk ke kamar ini. Pasti itu Senya. Begitu pintu terbuka. Benar saja.

     “Rasta!” nada panik.

     “kenapa?” tanyanya kaget.

     Raut wajahnya berubah seketika “hihihih. Barengin gue keluar yuk” memang disengaja melakukan ini.

     “oalah bikin panik aja. Emang boleh? Kamu udah minta izin tah?”

     “belum. Tapi renjun minta akan minta izin sekarang”

     “sejak kapan lo kenal sama finalis cowok?”

     “Nanti gue kasih tau. Ayo cepat ikut gue”

Kok bisa Senya sekeburu ini. Emang mau ngapain? Entahlah. Rasta hanya ikut saja. biasalah, punya teman seasik ini.

***

     Nhat iseng-iseng keluar. Berkelilig disekitar ruangan yang berada di hotel, untuk sekedar mengisi waktu luangnya. Gabut. Benar-benar membosankan. Ketika melewati beberapa ruangan dengan ditemani secangkir kopi, ia melihat Renjun bersama Rasta dan juga Senya baru saja keluar dari ruangan panitia. mereka ngapain ya?

     “Renjun mau kemana? Sama cewek miskin lagi” tanya Nhat pada dirinya sendiri.

     Di landa rasa penasaran. Segeralah Nhat mengikutinya dari belakang. Diam-diam tanpa suara. Menginjakkan kaki sepelan mungkin, tanpa jejak.

     Begitu sampai diluar hotel. Rasta meminta kepada Senya untuk berpisah. Hanya tidak ingin mengganggu pasangan baru ini. Dirinya akan pergi ke tujuan yang berbeda. Tanpa berpikir, Senya mempersilahkan saja. ketika mereka berpencar, Nhat dibuat bingung. Memilih siapa diantara mereka? Kepo aja nih anak. Ya wajarlah karena tidak ada kerjaan.

     Rasta yang pergi sendirian, Nhat memutuskan mengikuti dia aja. Ingin mengerjai sesuatu padanya. Balas dendam? Karena hal kemarin. Lagi-lagi dan lagi, ia tidak ingin Rasta menjadi winner.

     Rasta segeralah mencari tempat yang cukup sepi. Namun, menenangkan. Dan juga terdapat stand yang tidak dikerumuni banyak pelanggan. Dirinya percaya, tempat sepi dan sunyi akan memberikan ketenangan apalagi malamnya yang seperti ini. Cuaca yang bersahabat, aroma khas malam mengkuar dimana-mana. membantu setiap pernapasan menjadi sejuk, hingga terasa ke otak yang akhir-akhir ini sering panas. Pikiran bercampur aduk, mengelola teka-teki kehidupan. Untung saja, tidak berujung pingsan.

     “Rasta ngapain ya ketempat sepi begini? Malam-malam lagi” tanya Nhat sendiri. Sifatnya yang parnoan, dirinya merasa merinnding sekali ketika sudah mulai melewati jalan yang cukup sepi. Redup. Hanya suara jangkrik yang melagu-lagu dari arah sana yang terdengar.

Tanpa judul [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang