A can of orange soda

38 6 0
                                    

Rei hanya ingin berlari meninggalkan balai. Sembunyi dari manusia yang pernah mengisi masa lalunya.

* * *

Tak ingin Nenek Wang tahu akan kegelisahannya, Rei dengan terpaksa berjalan menuju rumah sewanya bersama Jinan. Ini sangat canggung, lebih dari itu. Bahkan sejak di balai, keduanya tak terdengar saling menyapa atau mengobrol.

Diam-diam Rei melirik Jinan, mendapati wajahnya yang biasa-biasa saja. Jinan tak begitu datar, tak juga tersenyum. Ekspresi yang beruntungnya tidak semakin mengganggu hati Rei meski lelaki itu yang sedang menyeret kopernya.

"Sudah sampai." Kata Rei sesaat setelah tiba di depan pagar rumah sewa. Tangannya terulur meraih koper, sedikit mengukir lengkungan tipis hendak berterimakasih. "Makasih, Ji."

Jinan menghela nafas. "Kamu gak akan bisa sendiri di dalam untuk sekarang." Katanya dalam satu poin dengan dagu yang mengendik.

"Kenapa?" Dahi Rei mengernyit. Tahu apa kamu tentang ini semua?

Rei Senju seolah melupakan segala peristiwa yang pernah terjadi di antara dirinya dan Jinan.

"Buka pagarnya." Pinta Jinan.

Rei menoleh, bernafas hingga sedikit mengeluarkan kepulan asap tipis pagi dari mulutnya. Pagar yang menganga memperlihatkan barang-barang besar yang belum tertata dengan baik.

Nice shoot, Jin.

"Barang itu baru tiba subuh tadi, semuanya berat. Kamu gak akan kuat kalau harus mengatur itu sendiri."

Tangan kecil Rei mengepal semakin kuat. Kenapa dia bertingkah seperti ini?

Tanpa izin dari Rei, lelaki bermarga Sung itu lantas masuk ke pekarangan rumah sewa Rei lalu mengatur barang-barang berat. "Nenek Wang kasih kuncinya ke aku, sebentar aku kembalikan." Jelas Jinan tanpa menoleh.

Rei yang sebenarnya bertujuan menenangkan diri di desa tak ingin membuat suasana keruh akibat pertanyaan yang menetas secara bertubi-tubi di dalam kepalanya. Rei membiar Jinan bertingkah sebisa lelaki itu lakukan, sementara Rei hanya menyusul dengan langkah gontai agar dapat berjumpa dengan tempat tinggalnya untuk sementara waktu.

Mereka tak mengobrol untuk selanjutnya. Jinan sibuk mengatur barang, Rei sibuk menganalisa rumah, sangat senang karena meskipun Nenek Wang sudah tua, beliau dapat memberikannya tempat tinggal yang sangat tepat dan nyaman.

Tiba-tiba Rei teringat akan minuman kemasan kaleng yang dibawanya. Lebih satu, dan lebih baik diberikan kepada Jinan walau keduanya masih saja bungkam.

Rei berjalan menuju ruang depan, mendapati Jinan hampir menyelesaikan kegiatannya.

"Gimana kabar Hanni?"

Reflek Jinan terdiam sesaat, tak melihat Rei namun sorot matanya menjadi dingin. "Aku gak tahu."

"Oh, gitu ya. Ini ada minuman buat kamu, kebetulan untuk sekarang aku hanya punya ini. Makasih ya sudah bantu."

Jinan menoleh, melihat Rei yang kini sudah beranjak lagi dari ruangan itu. Jinan terpaku, menatap sekaleng soda orange yang menjadi saksi bisu ketegangan yang terjadi akibat pembahasan tadi.

"Gak begitu, Re. Aku cuma gak bisa cerita karena aku takut kamu—"

"Cukup, Ji! Aku udah gak bisa seperti ini. Kamu sendiri yang sengaja buat aku menderita tanpa melakukan apa-apa."

"Kamu gak boleh seperti ini!"

"Lalu aku harus seperti Hanni?"

"Re!"

"Diam!" Dengan amarahnya yang membara, Rei membanting sekaleng soda orange. "Mulai hari ini, aku gak akan mau lihat wajah kamu!"

Jinan menikmati memori buruk yang otomatis terlintas hanya karena sekaleng soda orange itu. Nafasnya terhela berat. Jinan benci dan kesal, mengapa semuanya bisa terjadi seperti saat ini.

To be continue.

FORTNIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang