15

3.9K 322 6
                                    

🏔Arjuna                                                                                                                           
Aku sudah membawa Jani kembali ke dalam mobil, aku melihatnya sekilas dan dia sedang mengusap matanya, dia menangis? "Kamu nangis yang?" dia makin mengusap matanya dan tidak memungkiri pertanyaanku tadi.

"Kok nangis?" aku mencoba melihat keadaannya dan memberinya tisu yang ada di mobil.

"Aku cuma terharu lihat sikap mas ke Odi dan bapaknya."

"Aku kira mas kelaparan banget makannya sampai bungkus banyak, ternyata mau kasih mereka rejeki." aku tersenyum membantunya mengusap air mata.

"Hei, aku cuma tangan yang menyalurkan hak mereka."

"Iya aku tahu, mas bantu mereka dengan gak mau merendahkan kan makannya mas beli banyak banget,"

"Aku cuma langsung ingat sama ayah," aku menatap jauh ke depan.

"Yang aku tahu suami bude Widuri sudah berpulang," dia menatapku ragu-ragu, mungkin takut aku sedih atau marah.

Aku tesenyum dan mengelus kepalanya "Iya, ayah sudah tenang di surga, lihat bapak dan Odi tadi langsung ingat dengan perjuangan ayah yang memulai semuanya dari bawah sendirian."

"Ayah sempat gak direstuin waktu mau melamar ibu dulu." aku mengingat ekspresi ayah ketika kali pertama menceritakan hal ini, dan setelah momen itu aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku akan bekerja keras agar aku bisa memperjuangkan orang-orang yang aku sayangi.

"Loh kok gak direstui? bude pernah cerita kok kalau suaminya anak orang terpandang,"

"Kakek dari ayah memang punya jabatan waktu itu di kementrian, dan ayah gak mau ambil jurusan yang diarahkan kakek, beliau marah dan menutup semua fasilitas, nenek yang berusaha merayu ayah tapi ayah tetap pada pendiriannya, jadinya ayah keluar dari rumah dan memulai semuanya sendirian,"

"Sampai dia bisa jadi salah satu pebisnis yang hebat, eyang dulu gak mau punya mantu yang gak jelas pekerjaannya apa lagi mantu laki-laki untuk anak permepuan kesayangannya, padahal waktu itu papa sudah lumayan bisnisnya,"

"Tapi bude Widuri juga keren loh berarti tetap bertahan sama pilihannya, buktinya berhasil menikah dan ada mas di dunia ini."

"Mereka nunggu 3 tahun dan dalam proses itu berulang kali ibu menjodohkan dengan beberapa pria, bahkan sudah ada yang melamar tapi tetap ayah yang menang,"

"Eyang luluh karena akhirnya ayah bisa lebih maju usahanya?" aku mengangguk.

"Gak cuma eyang yang lihat usaha nyata ayah, tapi akhirnya nenek dan kakek juga menghargainya, ternyata selama ayah berjuang kakek tidak pernah lepas tangan, kakek meminta salah satu ajudannya untuk memantau ayah, dan ternyata kakek juga bangga karena ayah berhasil membeli tantangan dari kakek,"

"Kata ibu dulu kalau mereka pacaran ayah sering sedekah ke pengamen-pengamen dan anak jalanan, gak seberapa tapi rutin, sampai pernah ayah kasih semua uang yang tersisa di dompet, ibu akhirnya ikut bantu ayah dorong sepeda motor sampai rumah eyang karena kehabisan bensin," aku tersenyum mengulang cerita itu.

"Serius?" aku mengangguk.

"Tapi ternyata itu tabungan ayah yang sebenarnya, menolong orang dengan ikhlas dan tanpa pamrih yang buat ayah terus mendapat balasan-balasan baik juga, sampai ayah juga perlahan berhasil mempekerjakan mereka untuk ikut ayah, lihat bapak Odi tadi bikin aku benar-benar lihat sosok ayah disana, dan aku gak mau mematahkan semangat mereka, mereka berhak dapat yang lebih baik dari hari ini yang, aku cuma bantu dikit, semoga bisa mereka gunakan dengan maksimal,"

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Where stories live. Discover now