06

2.2K 158 10
                                    

—————— now playing: love the way you lie - eminem & rihanna

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

————— now playing: love the way you lie - eminem & rihanna

***

July 8th 2023

Sejak tadi, Biantara tidak dapat berkonsentrasi pada film yang sedang diputar di hadapannya; pikirannya terlalu berisik dan melayang kemana-mana. Setelah menjalani serangkaian acara pernikahan selama tiga hari berturut-turut, kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa Aruna akan mulai tinggal dan hidup bersamanya. Sambil menunggu Aruna yang sedang membersihkan diri, Biantara memutuskan untuk menyibukkan dirinya dengan beberapa pekerjaan. Meskipun sebenarnya tidak ada pekerjaan khusus yang harus dilakukan, dan sang ayah pun telah memberinya cuti pernikahan selama dua minggu, namun tetap saja, Biantara berusaha untuk mengusir sosok Aruna dari pikirannya. Lagi dan lagi, wanita itu terus menghantui pikirannya.

"Damn it, this isn't working," ucap Bian sambil menutup laptopnya dengan kasar dan meletakkannya di atas meja.

Pada saat yang sama, Bian yang hendak memasuki kamar bertemu dengan Aruna yang keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Lengkap dengan piyama dan rambut yang setengah basah, Aruna terdiam di ambang pintu sambil menatap Bian yang masih mengenakan kemeja putihnya. "Mau mandi juga, Mas?"

Bian terdiam sejenak, tidak menghiraukan pertanyaan Aruna. Tatapannya terlalu fokus memandang wajah Aruna yang kini sudah tidak tertutupi oleh riasan apapun. Tidak, Bian tidak bermaksud mengatakan bahwa wanita itu tidak cantik saat mengenakan riasan, tidak sama sekali. Hanya saja, Aruna dengan muka yang dipoles, seperti di saat acara resepsi tadi terlihat sangat anggun dan dewasa, sedangkan Aruna yang sekarang sedang berdiri di hadapan Bian terlihat begitu cantik. Mungkin itulah kata-kata yang cocok untuk mendeskripsikan paras wanita itu.

"Tidak, ada beberapa hal yang harus saya kerjakan." Bian berkata sambil mengalihkan pandangannya dari wajah Aruna. Pria tersebut lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur dan segera beranjak dari kamar tidur.

"It's the night of your wedding. I doubt your father is that evil for having you do anything relating to work. Cepatlah mandi dan segera istirahat, Bian. You've been equally as tired as me these past three days."

Tanpa mempedulikan sepatah kata pun yang diucapkan Aruna, Bian duduk di sofa dan membuka kembali laptopnya. Pria tersebut lalu memakai kacamata bacanya dan tidak lama kemudian terdengar suara ketikan pria itu. Sementara itu, Aruna yang merasa tersinggung karena diabaikan oleh Bian, langsung meraih laptop Bian dari pangkuannya dengan paksa. "I'm going to keep your laptop for a few days."

"I guess you're an expert at stealing things that aren't yours, Aruna?" Sindir Bian. Di saat ia hendak bangkit dari duduknya untuk kembali ke kamar tidur, namun dengan cepat dicegat oleh Aruna yang tiba-tiba mendorong badannya hingga bokongnya kembali menyentuh permukaan sofa.

"Apa maksud kamu tadi, hm? Let me hear you one more time, Biantara."

Bian menghembuskan nafasnya dengan kasar, sepertinya ia sudah salah berbicara. "Can't do. You know I don't like to repeat my words twice, Aruna"

Aruna berdecak. Sebenarnya dirinya telah mendengar dengan sangat jelas apa yang tadi Bian katakan, namun ia hanya ingin mengetahui apakah pria itu berani untuk mengatakan kalimat itu lagi kepadanya. "Bullshit, you're not in the office and I'm not one of your staff. I'm your wife, so if I tell you to repeat your words, you do as I say, Bian."

"Kalau anda bicara sekali lagi, anda akan saya cium, Aruna."

Terdengar sebagai sebuah ancaman, namun tidak bagi Aruna. Lagipula pria yang berada di hadapannya itu merupakan suami sahnya, tidak ada salah jika Bian menciumnya. "Go ahead, aku tidak takut. You're my husband after all. Kenapa diam? Am I wrong?"

Bian hanya diam setelah mendengar ucapan Aruna. Lalu, dengan sedikit menyingkirkan tubuh Aruna ke samping, pria itu beranjak dari duduknya. Aruna yang melihat itu pun ikut bergeming di tempat, entah kenapa kini suasana di antara keduanya pun menjadi tegang. Tidak lama kemudian, suara pintu kamar mandi yang tertutup terdengar oleh Aruna. "Apa gue salah bicara sama Bian?"

Setengah jam berlalu, dan Aruna, yang tidak ingin terlihat menunggu Bian, kini telah tertidur di kasur dengan badan yang membelakangi kamar mandi. Jaga-jaga kalau pria tersebut dapat melihat dirinya yang ternyata belum terlelap.

Tidak lama kemudian, suara pintu kamar mandi yang terbuka pun terdengar. Bian yang sudah siap untuk segera memejamkan matanya yang terasa begitu berat, merebahkan badannya di atas kasur. Pria tersebut lalu menoleh ke arah punggung Aruna yang membelakanginya. "Saya setuju dengan perjodohan ini bukan berarti saya dapat memenuhi ekspektasi anda mengenai pernikahan kita. Saya rasa kita berdua harus mengetahui batasan-batasan yang tidak boleh kita lewati. Cukup berlaku layaknya suami dan istri di hadapan Ibu, Bapak, Mama, dan Papa anda. Selebihnya, akan saya bebaskan anda dan sebaliknya. Saya tahu Anda belum tertidur, jadi cepatlah tidur. Besok sandiwara kita akan cukup panjang dan melelahkan, Aruna."

===

Benar kata Bian semalam. Hari ini merupakan hari yang panjang dan melelahkan. Tidak hanya secara fisik, tetapi secara mental pun. Aruna dan Bian yang sedari tadi sangat mahir dalam bersandiwara sebagai pasangan suami dan istri yang terlihat dimabuk asmara. Kedua tangan mereka yang terus tertaut sembari menyapa dan berbincang dengan beberapa anggota keluarga besar Ismawan dan Marsudi, membuat siapapun yang melihat mereka tersenyum. Aruna dan Bian berhasil menipu semua orang di ruangan tersebut. Tidak ada satu orang yang mengetahui kenyataan pahit yang mereka simpan di balik tawa dan senyumannya.

Setelah pamit untuk pergi ke belakang sejenak, Aruna langsung memisahkan dirinya dengan beberapa sepupu dari keluarga Marsudi. Wanita tersebut lalu keluar dari dalam hotel menuju sebuah sudut kecil di luar hotel, yang terlihat seperti tempat di mana staf hotel menghabiskan waktu istirahatnya. Aruna lalu mengeluarkan sebungkus rokok yang disembunyikannya di dalam tas. Ia lalu menyalakan ujung rokoknya tersebut dan dengan perlahan menghembuskan asap dari dalam mulutnya, bersamaan dengan rasa nikmat yang sudah lama tidak ia rasakan. Dirinya tidak menyangka bahwa karena sosok bernama Biantara tersebut, kini dirinya memegang barang ini kembali. Sosok yang seharusnya menjadi remidinya, sekarang justru menjadi racun bagi dirinya.

Biantara, pria tersebut telah menjadi remidi sekaligus racun bagi Aruna.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluWhere stories live. Discover now