04. Luas sekali

370 37 6
                                    


.
.
.
"Semua itu ada masanya, dan semua pasti akan berubah."
.
.
.

Kavi berdiri di ujung tangga lantai dua, entah kenapa rasanya tubuhnya menolak untuk turun ke lantai satu, ada satu ketakutan yang dirasakan Kavi saat ini, mungkin itu adalah respon dari tubuh Hoshi yang sebelumnya sudah pernah jatuh dari tangga.

Kavi menghela nafas, perasaan nya yang tidak nyaman membuat pemuda itu memutuskan untuk duduk di ujung anak tangga.

"Hoshi, ngapain duduk di situ?" Kavi, ah lebih mulai sekarang dia membiasakan dipanggil Hoshi. Hoshi menatap ke arah Riku yang berjalan menghampirinya.

"Gak tau, mau turun tapi takut." Riku tersenyum.

"Ya udah ayo sini, turun sama aku." Hoshi hanya bisa mengangguk dan membiarkan Riku menggandeng tangannya untuk turun ke lantai satu.

"Besok sudah mulai ada kelas kan? Nanti aku temenin kalau aku udah pulang dari kampus, okey?" Hoshi hanya mengangguk acuh, karena sebenarnya dia malas.

"Cari siapa?" Riku bertanya saat melihat Hoshi celingak celinguk.

"Abang." Hoshi sebenarnya aneh menyebut orang lain yang seusia dengannya dulu dengan sebutan abang, tapi mau gimana lagi, karena sekarang dirinya adalah Hoshi, pemuda berusia dua puluh tahun.

"Bang Jio lagi ketemu temen nya sebentar, nanti jam enam udah pulang." Hoshi mengangguk dan kembali menatap Riku yang sudah menyodorkan sepiring nasi goreng udang kehadapannya.

"Enak." Riku tersenyum saat mendengar gumanan pelan Hoshi setelah menyuap nasi goreng yang dia bawa.

"Habis makan mau main game sama aku?" Hoshi biasanya akan mengangguk, tapi kali ini Hoshi menggeleng. Karena jiwa yang ada sekarang bukanlah jiwa Hoshi yang asli, dirinya adalah Kavi dan dia ingin melihat seberapa luas tempat tinggalnya sekarang.

"Terus kamu mau kemana?"

"Mau ketaman belakang, mau lihat disana." Riku mengangguk paham.

"Ya udah, nanti aku temenin main di belakang. Sekarang habisin dulu nasi goreng nya."

*****

Hoshi tidak tau apa yang harus dia jabarkan sekarang, sebenarnya seberapa luas rumah yang dia tinggali saat ini.

Saat keluar dari pintu belakang Hoshi langsung disambut dengan halaman yang cukup luas, ada gazebo yang terletak di sisi kiri, berdekatan dengan taman yang dimana di tengahnya terdapat kolam ikan yang cukup besar, bahkan ada jembatan kecil yang menjadi penghubung.

Disisi kanan ada sebuah bangunan berbentuk lingkaran, awalnya Hoshi tidak tau apa itu namun Riku mengatakan jika itu adalah kolam renang. Hoshi jadi bertanya-tanya seberapa kaya sebenarnya orang tua dari raga yang saat ini dia tempati.

"Mau ke taman aja? Nanti biar aku suruh bibik buat anterin jus mangga, gimana?" Hoshi hanya mengangguk dan segera melangkah ke arah Gazebo, jujur saja dia sangat menyukai tempat itu.

Riku yang melihat tingkah Hoshi tentu tersenyum senang, karena ini pertama kalinya Hoshi mau keluar kamarnya saat dalam mode normal. Selama ini Hoshi selalu menolak dan ketakutan jika diajak keluar dari kamarnya, terutama saat dia dalam kondisi normal seperti ini.

"Gue harap lo tetep kayak gini, gak perlu takut buat keluar kamar kalau dalam kondisi normal gini." Riku dengan cepat kembali masuk ke dalam rumah dan meminta asisten rumah tangga tante nya untuk menyiapkan jus mangga juga cemilan untuk Hoshi.

"Den Riku, ini buku den Hoshi yang mau di baca waktu itu. Mungkin den Hoshi mau baca buku nya." Riku tersenyum saat menerima sebuah novel dari tangan bik Indah.

Little HoshiWhere stories live. Discover now