11

267 34 12
                                    

Pagi itu Jaehan belum pulang. Yechan pun semakin gamang.

Sebin juga merasakan bahwa adik bungsunya mulai gelisah. Tak bisa disalahkan, jelas karena biasanya dua saudaranya itu sering berangkat bersama. Jaehan ke kantor, sementara Yechan ke sekolah. Satu arah, jadi sekalian saja.

Mendapati si bungsu yang murung sekali, setelah merapikan dan membereskan meja makan, Sebin berinisiatif mendekat dan menawarkan, "Yechanie, mau diantar hyung?"

Yechan melihat ke arah Sebin lalu beralih ke jam dinding di ruang tamu, dan akhirnya sang kakak pun ia berikan anggukan sebagai tanda persetujuan.

"Tunggu sebentar kalau begitu, Hyung ganti baju dulu."

Usakan pelan Yechan rasakan, ia pun menganggukkan kepala tak keberatan. Pemuda itu berjalan keluar, memilih untuk menunggu di teras rumah saja.

Tak butuh waktu lama, akhirnya keluar juga kakak keduanya. Hanya saja, Sebin tak sendirian di sana. Ada Hyuk yang sudah siap juga dengan baju rapi yang tak biasa dipakainya.

Yechan yang keheranan pun bertanya, "Hyung mau kemana?"

Namun, apa yang ia harapkan? Tentu saja tak ada jawaban. Dengan sabar Sebin lah yang akan menjelaskan.

"Hyuk ingin membeli sesuatu, Yechanie ... dan karena Hyung tak paham soal itu, jadi Hyung ajak saja kakakmu. Sekalian juga karena dia kan tak pernah jalan-jalan dan menghirup udara luar."

Sebin mendongak, tersenyum ke arah Hyuk yang tak memberi satu ekspresi pun. Jika dulu ia bisa mengusap rambut Hyuk, kini adiknya sudah setinggi itu. Jadi, Sebin hanya bisa mengusap lengan adiknya itu saja sebagai gantinya.

Yechan sendiri hanya mengangguk mengerti, walaupun terkadang ia tak habis pikir juga. Rasanya, dulu Hyuk sempat menjadi kakak yang ceria saat mereka sedang bermain bersama. Semakin bertambah umurnya, kenapa sikap sang kakak semakin dingin saja ia rasa. Yechan bertanya-tanya apa ia juga akan bersikap demikian saat dewasa.

Tak ingin terlambat, ia pun bergegas masuk ke dalam mobil. Sebin menyetir, sementara Hyuk sudah duduk di samping dengan mata terpejam. Hyuk tampak masih mengantuk, dan baik Sebin maupun Yechan, tak ada yang berniat mengganggu saudara mereka yang satu itu.





**






Dalam perjalanan, Hyuk yang sudah membuka mata mulai bersuara. Pria itu sesekali bicara dengan Sebin. Sementara Yechan hanya diam mendengarkan.

Kedua kakaknya itu membicarakan banyak hal, termasuk sesuatu yang sepertinya hanya keduanya tahu.

Tentang bola, musik, seni, juga bagaimana salon dan butik Sebin berjalan selama ini. Banyak yang tak Yechan mengerti, jadi ia tak menyela apapun sampai tiba saatnya kedua kakaknya membahas tentang si sulung yang sejak kemarin membuat Yechan bingung.

"Hangyeom hyung jelas serius padanya. Aku cukup heran mengapa Jaehan Hyung selalu menunda pernikahan mereka."

Beda prinsip antara Sebin dan Hyuk cukup kentara. Sebin yang menjunjung tinggi komitmen, sementara Hyuk tak masalah jika tak menikah. Lagi pula, mereka bisa bersama tanpa ada ikatan yang mengekang.

"Menikah bukan hal mudah. Banyak pertimbangan dan kau tahu sendiri bagaimana Jaehan."

"Mm. Jaehan hyung sangat santai. Akan tetapi, keluarga Hangyeom sepertinya sedikit tak sabaran."

Hyuk mendesah, "Pacaran selama itu ... apalagi yang dicari jika bukan pernikahan? Mungkin itu yang keluarga mereka pikirkan."

Sebin memberi anggukan, sementara Yechan hanya mampu menghela napas dengan beratnya.

Jaehan hyung akan menikah, ya?

Saat itu tiba, Yechan bertanya-tanya bagaimana nasibnya. Apa ia akan berhenti berhubungan dengan Jaehan, atau tetap akan berjalan seolah itu bukanlah hal yang patut untuk dipikirkan.

Lagi pula, selama Hangyeom tak tahu, bukankah tak masalah untuk tetap bersama kakak sulungnya itu?

Yechan menatap keluar jendela, tanpa menyadari bahwa Hyuk terkadang melihat ke arahnya. Kakaknya itu hanya memastikan bagaimana reaksinya dan apa itu akan baik-baik saja, meski jelas Yechan tampak terganggu dengan semua yang ia dan Sebin bicarakan barusan.





**





Usai mengantar si bungsu, Hyuk meminta Sebin bertukar tempat. Kini, ia yang duduk di belakang kemudi.

Mobil ia lajukan pelan, Sebin tak keberatan.

Karena sesuatu yang ingin Hyuk beli, sebelum pulang mereka pun pergi dulu ke pusat perbelanjaan.

Sebelumnya Jaehan sudah menelpon, Sebin pun mengatakan bahwa Yechan sudah aman. Cukup lama berbicara, sambungan telepon ia tutup, dan Sebin pun kembali pada Hyuk yang tanpa diduga ada senyum di wajahnya.

"Suasana hatimu tampak membaik. Lega melihatnya ..."

Hyuk mengangguk.

"Kupikir kau akan murung karena patah hati atau semacamnya."

Kali ini, Hyuk tampak bingung. "Kenapa aku harus murung?"

Sebin menatap keluar jendela dan kalimat yang keluar dari bibirnya cukup membuat Hyuk sempat kehilangan kata-kata.


"Bukankah kau menyukai Jaehan hyung? Jika dia sungguh akan menikah dengan Hangyeom ... bagaimana dengan perasaanmu, Hyuk-ah?"






Secrets 🔞Where stories live. Discover now