23

302 30 14
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


**

Mencari suasana tenang untuk membicarakan hal yang sempat Hangyeom hindari, malam itu sepulang kerja ia memutuskan untuk mengajak Jaehan makan malam.

Hanya berdua, di restoran favorit kekasihnya. Akan tetapi, alih-alih melihat keceriaan seperti biasa, yang Hangyeom dapati justru wajah merengut dari pria yang masih berstatus sebagai pacarnya ini.

"Aku tahu hatimu sudah terbagi, tapi apa bertemu dengan ku kau juga sudah semuak itu?"

Hangyeom mengatakannya dengan normal dan biasa saja. Nadanya pun seperti bicara pada umumnya. Seakan sikap menyebalkan Jaehan tak cukup membuatnya dikuasai oleh kemarahan.

Ia benar-benar mencoba tenang dan mengontrol emosi. Ia ingin bicara baik-baik juga.

Hangyeom sendiri tahu benar bahwa mereka tak akan bisa mengambil keputusan jika ini berakhir dengan pertengkaran.

Pria cantik yang ia tanyai pun mendongak. Makanan yang sejak tadi hanya diacak-acak kini sepenuhnya terabaikan.

Jaehan mendesah, "Tahu pacarmu sejalang itu, apa kau tak ingin memutuskan hubungan saja dengannya? Kau tak ingin menghajarnya? Tak ingin meninggalkannya?"

Hangyeom tak memberi banyak reaksi selain tawa yang terdengar menyebalkan di telinga.

"Jaehanie, jika aku melakukannya, itu artinya aku akan kalah dari kalian berdua. Mana mungkin aku membiarkanmu bersenang-senang dengan orang itu sementara aku menderita karena kehilangan pria yang aku cinta?"

Jaehan memutar mata, "Menderita apanya? Bukankah kau juga memiliki Han Jung hoon yang selalu siaga memberimu hiburan? Bahkan kau selalu diberi pelayanan yang memuaskan."

Sebenarnya Jaehan malas membahas ini. Ia berusaha mengabaikan, bertekad untuk tak mempedulikan, tapi mengapa Hangyeom justru mengatakan hal yang tak menyenangkan?

Hal itu membuat emosinya tersulut juga pada akhirnya.

"Kita berdua sama-sama brengsek, Song Hangyeom. Jadi, jangan berpikir seolah hanya aku saja yang jahat di sini."

**

Tentu saja, makan malam itu tak menemui titik tengah. Mereka berakhir saling mendiamkan, bahkan Jaehan tak sudi untuk diantar dan memilih pulang sendirian.

Pembicaraan masih berhenti di jalan buntu, sementara besok orang tuanya sudah pulang.

Saat itu tiba, Jaehan tak akan lagi bisa menghindarinya.

Mau memberi alasan apa?

Maaf, aku tidak bisa meneruskan pernikahan karena aku memilih bercinta dengan adik bungsuku di kamarnya.

Jaehan mengerang, ia pasti sudah gila.

Sejujurnya, Jaehan bisa saja menjaga segalanya tetap menjadi rahasia, tapi ia juga tak ingin menjadi penipu karena kenyataannya ia memang sudah berkhianat dalam hubungan mereka berdua.

Merasa pusing, Jaehan yang baru pulang langsung mengambil minum dan duduk di mini bar rumahnya.

Tempat ini jarang disambangi. Paling Jaehan hanya akan menemukan Sebin di sini.

Hyuk tak terlalu menyukai alkohol, sementara Yechan masih belum legal.

Berbicara tentang adik-adiknya, Hyuk belum sempat ia temui hari ini.

Anak itu mungkin masih merasa sakit karena pagi hari saat ia ingin melihat, pintu kamarnya masih terkunci rapat.

Sebaiknya, ia melihat keadaan bocah itu lagi nanti.

Sebin juga kemana, Jaehan belum melihat sejak pagi juga.

Jaehan menarik napas panjang dan mengeluarkannya dengan berat.

Sejak hari itu, sejak ia menerima Yechan masuk ke dalam kamarnya hari itu, semua tak lagi sama. Semua berbeda, dah ia tak bisa menyalahkan siapa-siapa karena ini tetap pilihan yang sudah diambilnya.

Ia tak menyesal melakukannya bersama Yechan, ia juga tak menyesal jujur pada Hangyeom meski kini hubungannya diambang kehancuran, namun Jaehan hanya takut tak bisa memperbaiki semua.

Ia sudah merusak adiknya sendiri dan kini, ia pun menyakiti pria yang pernah begitu ia cintai.

Tak bisa lagi menahan, pada akhirnya Jaehan hanya bisa menangis sendirian.

Secrets 🔞Where stories live. Discover now