12. Party (1)

1K 252 15
                                    

NOTE: EKSTRA (NOT) REVENGE EPISODE 1 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA. :”) MAAF, BERBAYAR. Tapi, tenang saja. Cerita utama, POV Embun, tetap akan saya tulis secara gratis hingga selesai.

Terima kasih.

***

Sebenarnya Nia berencana menjemput. Kami akan berangkat bersama ke kafe, tempat acara berlangsung. Namun, ada perubahan rencana. Bastian mengajukan diri dan sepertinya Zeus tidak keberatan. Dia, Zeus, justru terkesan mengamini keinginan “aneh” adiknya. Sekalipun dijamin Bastian akan bersenang-senang dengan caranya yang mengagumkan, Zeus tidak akan menarik ucapannya. Bawa Bastian atau tidak sama sekali.

Adapun Bastian mengenakan setelan santai. Jas, kaus bergambar ilustrasi mawar yang menusuk tengkorak—tepat di jantung—dan celana jins hitam lengkap dengan sepatu tali. Dia terlihat luar biasa menarik. Menarik untuk kutampar karena berani menawarkan diri sebagai sopir.

“Punya SIM?” desakku ketika kami sudah berada di dalam mobil. “Aku nggak mau berurusan dengan polisi.”

“Panggil aku abang atau kakak atau oppa,” cerocosnya mengabaikan peringatanku. “Dan, ya! Aku punya SIM! Kamu pikir Papa dan Zeus bakalan ngizinin aku berkeliaran di jalan kalau nggak punya surat SIM? Aku bahkan punya SIM A dan C.”

“Sejak kapan pengin dipanggil oppa?”

“Sejak cewek-cewek di kampus tergila-gila Autumn in My Heart dan Full House!

2006, tahun ketika televisi lokal gencar menayangkan drama Korea. Bahkan Puspasari sempat menyamakan dirinya dengan Jang Nara. Padahal, menurutku, dia tidak mirip. Jang Nara manis dan memiliki aura menyenangkan, sementara Puspasari kebalikannya; keji, tipikal white lotus, dan tentunya senang menyengsarakanku.

“Nonton, ya?” tuduhku kepada Bastian yang ditanggapi dengan serentetan protes.

“Aku jauh lebih ganteng daripada aktor mana pun!” ucapnya membanggakan diri, persis merak yang pamer ekor. “Samakan aku dengan tokoh utama Kamen Rider Fiaz 555! Nah, aku mirip dengannya.”

Keningku berkerut. Aku tidak tahu oknum yang Bastian maksud, tapi pendapatnya pasti keliru. Dia sedang melebihkan diri saja.

Ponselku berdering, menyenandungkan nada Just Communication. Lagu pilihan Bastian, bukan minatku. Dialah yang menentukan seluruh pernik ponsel terbaruku. Saat kubilang menentukan, itu tidak hanya berhenti di ponsel saja. Aku baru tahu dari Zeus bahwa Bastian yang memilih seluruh isi dalam kamarku. Termasuk, pakaian. Kutemukan beberapa kaus bergambar karakter anime, lalu piama warna pink menyala dengan hiasan boneka kelinci mungil ataupun kartun kucing. Keterlaluan totalitasnya.

Kubuka pesan yang dikirim oleh Nia.

[Aku sudah sampai. Tebak! Aku jadi siapa? Kata kunci: peri mungil teman bocah lelaki yang menolak tumbuh dewasa.]

Bisa kubayangkan Nia akan sangat manis dan menawan.

“Kenapa kamu senyam-senyum gitu, sih?” ledek Bastian. “Pacar? ingat, ya? Kamu nggak boleh pacaran sebelum cowokmu direstui oleh kami bertiga! Aku, Zeus, dan Papa.”

“Bukan pacarku,” jawabku berusaha memecahkan kristal absurd pikiran dalam benak Bastian. “Dia temanku. Dan mengenai pacar, aku nggak berencana pacaran.”

Balas dendam. Aku ingin menampar semua orang yang bertanggung jawab atas penderitaanku! Sekalipun harus menyeret mereka ke neraka bersamaku.

Setelah berkendara selama beberapa menit, kami pun sampai di tujuan. Orang-orang berkumpul membentuk kerumunan dan sepertinya acara telah berlangsung. Aku terlambat? Tidak masalah. Biarkan mereka bersenang-senang sebelum kutuangkan racun ke tenggorokkan musuhku.

(NOT) REVENGE  (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora