28) Scene

119 12 3
                                    

🔗 Shaka's house // 23.30

"Mbak?"

"Eh, Ibu? Sudah pulang, Bu?"

"Iya, ini sudah hampir dini hari, lho, Mbak. Shaka dimana?"

Gerakan lincah tangan mbak Nis pada tumpukan baju Shaka berhenti. Mbak Nis berjalan ke arah mama Shaka yang berdiri di ambang pintu kamar dan menangkapnya basah sedang mengepaki beberapa potong pakaian Shaka.

"Bu, begini ceritanya. Sepupu saya, yang saya ceritakan baru berlibur ke sini, tadi membawa korban kecelakaan ke rumah sakit. Sampai di sana, ternyata korban kecelakaan itu teman sekamarnya Den Shaka di asrama, Den Zayyan, Bu," jelas mbak Nis setelah sampai di hadapan mama Shaka.

"Ya Tuhan. Di rumah sakit mana? Terus gimana keadaannya sekarang?" balas mama Shaka.

"Di rumah sakit Mugi Waras, Bu. Luka dan cederanya cukup parah, tapi sudah ditangani dokter juga tadi."

"Terus Shaka? Dimana?" tanya mama Shaka.

"Di... Di itu, Bu. Di rumah sakit, nungguin Den Zayyan," jawab mbak Nis setengah yakin. Ia merasa berada dalam posisi yang berbahaya sekali. Salah ucap satu huruf saja, bukan mustahil akan terjadi masalah yang berarti.

Bagaimana bisa mbak Nis berpikir begitu? Apakah karena mbak Nis tahu "sesuatu" yang lebih besar daripada yang lain?

"Emangnya Zayyan nggak ada yang nemenin, Mbak?" tanya mama Shaka kembali.

Nah ini. Ini adalah pertanyaan yang berada pada ranking satu di kategori pertanyaan yang paling mbak Nis tak mau dengar saat ini. Ia rasa tak bisa memikirkan jawaban untuknya.

"Ya..., ya, ada, Bu. Tapi Den Shaka mau di sana juga, takutnya nanti butuh apa-apa soal asrama gitu katanya tadi," ujar mbak Nis. Oh Tuhan, harus berapa kali lagi otaknya berputar hingga pertanyaan nyonya besarnya ini selesai dan ia bisa kembali ke rumah sakit menemani Shaka?

"Oh gitu. Terus, Mbak mau di sana juga?"

"Iya, Bu. Nggak papa, kan, Bu? Kasihan kalau Den Shaka sendirian," jawab mbak Nis.

"Ya, boleh aja, Mbak. Besok saya sarapan di luar aja. Titip Shaka, ya, Mbak," ujar mama Shaka.

"Baik, Bu. Saya lanjutin beberes dulu, ya, Bu," mbak Nis buru-buru berlalu dari hadapan mama Shaka. Rasanya jauh lebih menyenangkan kembali ke tas baju Shaka di atas ranjang ketimbang berhadapan dengan rentetan pertanyaan yang mengarahkannya ke tepi jurang. Ia khawatir semakin ditanya-tanya lebih jauh mengenai Shaka atau Zayyan atau apa pun yang ada di rumah sakit. Otaknya sudah cukup terasa lelah, terlebih karena ia harus mencari alasan yang "logis" untuk melindungi tuannya.

"Eh, Mbak."

Mbak Nis terkesiap ketika kembali mendengar suara sang nyonya besar memukul gendang rungunya. Gerakan tangannya pada tumpukan pakaian Shaka terhenti lagi. Ia menengok ke arah pintu kamar, menangkap sosok mama Shaka yang menyembulkan kepalanya dari balik daun pintu.

"Ya, Bu?"

Demi seluruh alam semesta dan penghuninya, tolong jangan ada pertanyaan apa pun lagi.

"Saya titip belikan buket bunga untuk Zayyan, ya, Mbak. Nanti uangnya saya transfer, bunga apa aja, bebas. Bilang dari mamanya Shaka," ujar mama Shaka.

"Oh, baik, Bu," mbak Nis menunduk, mengembuskan napasnya lega. Paling tidak, sampai saat ini ia masih selamat.

🐾🐾🐾

Jeff terbangun ketika cahaya sang mentari sudah merangsak masuk dengan beringas. Matanya masih terasa lengket, apalagi ketika teringat pukul berapa ia bisa tidur semalam --pukul 3 pagi-- rasanya Jeff cuma ingin berguling dan tidur seharian.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

End(less) Rainbow (HeeJake)Where stories live. Discover now