Dinda masuk ke dalam kelas dengan menatap seisi kelas. Mencari keberadaan kedua temannya. Apakah mereka akan satu kelas dengannya atau tidak.

"Yur, dia Dinda atau bukan?" Pipit yang menyenggol tangan temannya dari samping.

Yuri yang sedang menelungkupkan kepalanya karena merasa lelah aja merasa emosi. "Apa sih Pit. Mata lo katarak kali, mana ada Dinda di sini."

Pipit yang memang sudah begitu akrab dengan Yuri langsung menarik kepalanya untuk menatap ke depan. "Lihat dia atau bukan? Gue takut salah soalnya gak pakai kacamata."

Yuri yang tadinya akan emosi kepada Pipit malah berdiri langsung dengan bola mata yang hampir lepas dari tempatnya. "Dinda?!" Dia berlari ke arahnya diikuti oleh Pipit kemudian.

Dinda hanya berdiri di tengah pintu dan membiarkan mereka mendatanginya. "Kok lo di sini? Nyariin kita?" Yuri bertanya karena ia tidak tau.

"Lo ngapain di sini Din?" Pipit ikut bertanya dan dia membekap mulutnya seketika. "Atagadragon ... jangan bilang lo udah daftar sekolah di sini?"

Melihat senyum sumringah di wajah sahabatnya membuat Yuri dan Pipit saling menatap kemudian mereka malah memeluk tubuhnya sahabatnya.

"Gue senang banget lo akhirnya sekolah bareng kita lagi, Din!"

"Pantas aja lo nanya kelas sebelas ipa dua dimana pas di grup wathsApp jadi karena ini?"

Mereka berdua melepaskan pelukannya dan terus memancarkan aura kebahagiaan. "Ini sih kita balik lagi trio cegil ...."

"Lo berdua gak mau ajak gue masuk apa? Cape nih gak disuruh duduk." Dinda yang berbicara seakan akan bertamu di rumah seseorang.

"Oke, oke masuk Din!" Yuri membawa Dinda masuk ke dalam kelas dan anak anak menatap ke arah Dinda tentunya.

"Siapa tuh, Yur?" tanya teman kelas lainnya kepada Yuri.

"Dinda bro, tapi bukan Dinda yang ada di lagu Dinda jangan marah marah nanti kamu lekas tua." Pipit yang menjawab pertanyaan dari temannya sambil menyanyi.

Sampai di depan tempat duduk mereka. Mereka saling menatap dan kemudian menatap ke arah Dinda. "Din, tempat duduknya pas gak ada yang kosong."

"Lo serius, Yur? Terus gue disuruh duduk di lantai gitu? Yang benar aja, rugi dong!" Dinda menatap ke arah semua tempat duduk. Dia melihat ada satu kursi kosong yang tidak ada tasnya.

Karena masih jam istirahat tentu beberapa siswa tidak ada di kelas dan Dinda tau berdasarkan tas yang ada di kursi masing masing. "Tuh di sana kosong nggak?"

Pipit membelalakan matanya. "Iya kosong sih, tapi mending jangan."

"Mending nunggu guru aja Din, jangan sampai di situ." Imbuh Yuri menolak sahabatnya duduk di sana.

"Loh kenapa? Lo kira nih pantat gue gak butuh tempat duduk?" Dinda sudah ingin sekali duduk.

"Angker bro di sana. Percaya aja sama kita," ucap Yuri lagi karena di sana adalah tempat duduk Juna.

Juna duduk sendirian dari kelas sepuluh dan ada Desi yang selalu menginginkan tempat duduk di samping Juna. Jika ada seorang perempuan duduk di sana pasti dia akan menjadi bahan incaran Desi nantinya.

Dinda tidak peduli ucapan temannya yang penting di sana kosong bukan? Jadi, ia tidak perlu merebut tempat duduk orang lain. Dengan tenang dan percaya diri Dinda langsung duduk.

Sedangkan Yuri dan Pipit saling menatap satu sama lain. Mereka lupa kalo Dinda orangnya keras kepala dan susah diberi tau.

"Din, pindah jangan di sini." Suruh Pipit yang sudah di depan tempat duduk Dinda.

"Berisik lo, kenapa angker? Santai aja setan takut sama gue." Dinda penuh percaya diri mengatakannya.

Sementara itu, Yuri menghela napas panjang ketika melihat sudah ada dua perempuan masuk ke dalam kelas. "Waduh, kacau nih kacau sudah ...."

"Des, lihat ada yang duduk di samping kursi Juna." Sela mengatakannya supaya Desi melihat ke arah sudut belakang sebelah kanan.

"Berani sekali dia sepertinya anak baru deh," ucap Desi sambil membawa minuman yang ia beli dari kantin.

Mereka berdua menghampiri Dinda yang nampak sedang berbicara dengan kedua sahabatnya. "Kenalin gue, Desi. Pacarnya Juna." Ia langsung memperkenalkan dirinya kepada Dinda dengan mengaku ngaku sebagai cowok Juna.

Dinda hanya menatap uluran tangan Desi tanpa mau membalasnya. Lagian apa hubungannya dengan pacarnya Juna atau tidak.

"Sombong banget lo diajak kenalan gak mau! Lo kira lo cantik di sini apa?!" Desi marah seketika karena ia tidak terima atas sikap siswi yang belum ia ketahui siapa namanya.

Desi sendiri juga merasa tersaingi dengan wajah cantik darinya makanya ia mengatakan hal tersebut.

Dinda tidak tau apa yang terjadi dengan dia. Mengapa menjadi marah seperti itu? Padahal ia tidak melakukan hal apapun.

Yuri menenangkan Desi supaya tidak marah. "Des ... santai aja, dia duduk di sini karena gak ada kursi kosong lagi dan Dinda juga gak tau Juna. Jadi, tenang aja."

"Iya, Des ... kata Yuri benar kalo Dinda ini gak tau apapun tentang Juna kok." Imbuh Pipit lagi kepada Desi.

"Oh, Dinda ... awas aja lo kalo coba godain pacar gue." Desi memperingatinya sampai ia memilih pergi ke tempatnya duduk saat melihat Juna dan kedua temannya akan datang.

"Dia gila? Lagian siapa Juna? Kenapa takut banget gue rebut darinya?" Dinda bertanya penuh penasaran kepada kedua sahabatnya. Tanpa dia sadar ternyata orang yang dibicarakan sudah datang dan mendengarnya.

"Gue Juna, oh lo mau sama gue?" Juna tidak tau kalo siswi yang sempat bertengkar dengannya tadi satu kelas dengannya. Apalagi dia duduk di samping tempatnya duduk.

Mata Dinda menatap lebar ke arahnya. "Lo? Kenapa di sini?"

Juna bukannya menjawab malah tersenyum sangat manis. Dia duduk di atas meja menatap Dinda.  "Gue yang harusnya nanya, kenapa lo ada di tempat gue?"

Dinda cukup kaget. Jadi, ini tempat duduknya dan cowok ini yang disukai oleh cewek gila tadi?

"Bukannya di sini kosong? Lo duduk tepat di samping gue, kan?" Dinda tidak merasa keberatan jika harus duduk bersama cowok lagian saat di luar negeri ia sudah terbiasa duduk dengan lawan jenisnya.

"Oh, jadi lo emang tertarik sama gue? Lo coba dekatin gue, kan?" Juna dengan percaya dirinya mengatakan hal itu.

Sontak membuat Dinda tertawa. "Tertarik sama lo? Lo lupa kalo gue barusan mukul lo? Lagian gak malu udah punya pacar ngomong kayak gini?"

Juna kaget mendengarnya. "Pacar? Pacar gue kan bentar lagi lo."

"Gak waras lo? Tuh cewek lo lihatin terus ke sini!" Dinda langsung menunjuk ke arah Desi. Dia sama sekali tidak takut meskipun Desi sudah menatapnya tajam.

Teman teman kelasnya juga kaget saat mendengar Dinda mengatakan dengan terang terangan di hadapan Juna. "Dia? Kata siapa lo kalo cewek itu pacar gue?" Tentu Juna tidak terima karena ia sangat tidak menyukai Desi.

"Dia sendirilah, dasar cowok nggak mau ngaku." Sindir Dinda dengan suara keras.

Yasir sang teman dari Juna ikutan berbicara. "Jun, gak beres tuh orang. Bisa bisanya ngaku ngaku pacar lo," ujarnya kepada Juna.

Sedangkan Yuri dan Pipit sejak tadi sudah menatap ke arah Dinda untuk diam saja jangan banyak bicara. Pasti setelah semua ini terjadi, Desi akan mengamuk kepada sahabatnya.

Pernikahan di bangku SMAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt