22

3.2K 274 4
                                    

🗻 Rinjani

Aku baru sampai lagi di kosan setelah mengantar Olin pulang dan mendapati ruang tamu ramai dengan teman-teman mas Juna "Hai Rin," sapa salah satu dari mereka, jujur aku belum hapal nama mereka satu per satu, jadi aku panggil semua dengan sebutan mas.

"Mau keluar ya sama Juna?"

"Ehm iya rencananya gitu tapi santai aja mas,"

"Eh jangan gitu, habis gini kita balik kok setelah Juna buatin minum, kita habisin terus take your time deh,"

"Oh mas Juna nya di dapur?"

"Iya, tadi ada cewek yang ke dapur juga tapi lewat samping, aku kira kamu,"

"Aku baru datang kok, ya sudah aku ke mas Juna dulu ya, misi mas,"

"Yok yok silahkan," aku berjalan menuju dapur dan disana ternyata mas Juna sedang dipeluk oleh seorang wanita yang aku sendiri tidak tahu siapa, mas Juna tampak diam saja dan wanita itu tetap bicara.

"Kamu bisa pergi Rat, kamu tahu pintunya," ujar mas Juna tapi dengan cepat wanita itu langsung meraih dan mencium mas Juna, tepat di depan mataku dia melakukan ini, mas Juna tidak melawan, dia membiarkan hingga wanita itu usai sendirian, dan aku memilih untuk tetap berada di posisi ku tanpa bersuara sama sekali.

"Sudah selesai?" mas Juna kembali bicara.

"Aku masih anggap kamu rekan kerja yang baik, jadi tolong jangan hancurkan itu, sekarang kamu bisa pergi,"  

"Loh Jan, kok diam aja? Juna disana kan?" suara salah satu teman mas Juna sudah muncul dari belakang ku, dan saat yang bersamaan mas Juna dan wanita asing itu menoleh, damn wanita yang berpenampilan dewasa dengan lipstick merah merona yang tampak sedikit kacau mungkin akibat ciuman yang tadi dia ciptakan sendiri, apa ini mantan mas Juna?

"Ada kok mas," balasku sambil tersenyum pada temannya.

"Yang...." mas Juna meraih tanganku tapi aku tangkis terlebih dulu "Kayaknya kamu better selesaikan dulu yang belum selesai,"

"Aku bisa jelasin, gak seperti yang kamu pikirkan yang....." dia berusaha menahan ku ketika aku sudah mendekati mobil.

Aku meminta waktu untuk sendiri, entahlah aku selalu begini kalau ada masalah aku tipe yang lebih baik menenangkan diri dan pikiranku dulu sebelum semuanya menjadi makin rumit, untungnya dia memberikan itu padaku, dan jujur saja aku menghargai langkah yang mas Juna lakukan, aku bukan tipe perempuan yang kalau mau A malah bilang B jadi ketika aku bilang aku mau sendiri aku memang berharap dia tidak mengejar ku dulu di saat ini.

Aku melajukan mobilku untuk segera keluar dari kompleks ini, yang terlintas di pikiranku saat ini hanya Naga, aku tahu dia masih latihan bersama club basketnya, jadi aku putuskan untuk langsung kesana saja, dari dulu yang bisa membuatku nyaman memang kembaran ku sendiri, bukan artinya mama atau papa ku tidak bisa membantuku reda hanya saja mungkin aku dan Naga tercipta memang untuk saling ada kapan pun itu, alamiah senormalnya sepasang anak kembar.

.

Naga masih latihan, dia berlari kesana kemari sambil sibuk mengejar bola, aku memilih duduk di tribun timur dan setelahnya beberapa anak tim basketnya ternyata sadar aku datang.

"Cantik!" Sapa Riko sambil melambaikan tangannya ladaku, dia salah satu orang yang masuk bersama dengan Naga dari seleksi sejak mereka SMA dulu.

Aku membalas lambaian tangannya dan Naga yang ikut menoleh ke sumber sapaan Riko tersenyum padaku "Tumben?" Tanya Naga tanpa suara, dia hanya menggerakkan bibirnya dan aku bisa membaca apa yang dia maksud.

"Sedih!" Aku membuat gestur tangan seolah sedang menghapus air mataku, Naga hanya tersenyum dan memintaku untuk menunggunya selesai latihan, aku mengangguk patuh.

Waktu seakan cepat berlalu dan kini Naga sudah menemui ku untuk duduk bersama di tribun "Kenapa Jan?" Dia mengelus kepalaku, tubuhnya sudah wangi, dia memang selalu mandi di club basketnya setelah sesi latihan rutin.

Aku menghela napas menanggapi pertanyaan Naga "Saka berulah lagi ya?" Aku menggeleng.

"Mas Juna?" Aku mengangguk.

"Kenapa?"

"Tadi aku pas balik kos lihat dia lagi dicium sama cewek, kayaknya mantan dia yang terakhir, tapi dia diem aja gak ngelawan,"

"Tapi akhirnya ngusir?" Aku mengangguk.

"Setelah lihat kamu?"

"Gak, sebelumnya, mas Juna bilang mereka masih rekan kerja, kayaknya cewek itu masih di kantor pusat Jakarta, kantor mas Juna yang lama,"

Naga merangkul ku dan tangannya mengusap pundakku "Kamu kecewa mas Juna gak menolak ciuman itu?"

"Iya," bukannya marah, Naga malah tersenyum "Berarti mas Juna sudah gak ada rasa dek, sampai gak nafsu buat balas," jawabnya santai.

"Tapi kenapa diam aja bukannya menghindar?" Aku mulai kesal.

"Kita kan gak tahu sifat si cewek itu ya, mungkin ada sesuatu yang bikin mas Juna pilih diam aja sampai itu cewek selesai,"

"Ya tapi kan malah bikin si cewek mikir gak apa-apa dong ngelakuin hal itu karena mas Juna diam aja,"

Naga menghembuskan napas dengan berat kemudian menggaruk rambutnya yang masih setengah basah "Jalan pikiran cowok sama cewek tuh kadang beda, gimana ya jelasinnya, pokoknya yang menurut kamu itu bisa dilakukan sekarang, buat kita gak, kita butuh spare waktu buat meminimalisir hal-hal yang lebih parah bisa terjadi,"

"Aku bukan mau belain mas Juna ya, aku cuma coba menyampaikan apa yang dipikiran cowok,"

"Bukan takut rugi karena udah dicium?"

"Kalau gak bales berarti gak suka dek, gitu aja,"

"Tapi ceweknya cantik, kelihatan hot dan dewasa,"

"Oh," aku menoleh tidak santai pada kakak ku karena satu kata balasannya yang terlampau singkat, padat dan sedikit nyelekit karena mengandung berbagai arti walau hanya kata "Oh"

"Kalau mas Juna sudah berani ajak kamu bangun hubungan menurut ku dia sudah selesai sama yang kemarin,"

"Gak ngaruh mau ceweknya yang dulu lebih dewasa, cantik, bahkan hot, kalau dia pilih kamu ya karena di kamu ada sesuatu yang bikin dia nyaman,"

"Gak perlu insecure sama penampilan orang lain dek, kamu tuh juga cantik, mungkin gak kelihatan hot tapi aku percaya kamu hot soalnya aku hot, terus gak apa-apa kok gak kelihatan dewasa secara penampilan soalnya ciri khas kamu memang ceria, kayak matahari,"

Kalau dipikir-pikir benar juga, aku sempat membayangkan kalau aku berpenampilan seperti wanita tadi apa mas Juna akan suka? Apa malah menjadikan ku pelarian karena aku mirip dengan mantannya?

Aku ingat mas Juna bilang selama ini dia gak pernah tahu tipe ideal dia yang gimana tapi sama aku dia bisa langsung merasa bahagia karena pembawaan ku yang menurutnya ceria.

"Udah bicara yang baik aja sama mas Juna biar sama-sama clear, mungkin kamu tipe yang menghindar dulu kalau ada masalah gini, tapi kalau pasangan kamu tipe yang harus langsung diselesaikan ya kalian harus ambil jalan tengahnya dek,"

"Mas tunggu di bawah ya, kamu selesaikan dulu tuh sama dia," Naga menunjuk sudut di pinggir lapangan dan ternyata mas Juna sudah berdiri disana dengan tatapan mata yang cukup lelah.

Naga pergi dari posisinya, meninggalkan ku dan menyapa mas Juna sebentar sebelum akhirnya mas Juna yang naik dan berjalan mendekatiku.

"Maaf gak bisa kasih kamu waktu yang kamu mau lebih lama, aku gak mau ini berlarut-larut dan bikin kamu makin berpikiran liar," aku menghela napas kasar dan akhirnya dia duduk di samping ku. 

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Where stories live. Discover now