28

3K 214 21
                                    

🗻 Rinjani

"Mas Juna ngaku pernah tidur sama mantannya yang terakhir," aku akhirnya memberitahu Rama, membuat laki-laki ini terdiam memandang ku dengan tatapan yang sulit ku artikan, antara terkejut, kasihan, tapi mukanya itu masih ada unsur mau meledek.

"Jadi aku kayaknya butuh sebat biar agak seger!" aku mengambil rokok yang baru saja dia sita kemudian menyesapnya lagi tanpa ada protes lain darinya.

"Kamu menghindari mas Juna karena kamu kecewa sama kenyataan yang dia sampaikan?" aku mengangguk.

Rama menghela napas kemudian kembali sibuk dengan rokoknya sendiri "Aku paham kamu saklek, tapi aku cuma mau bilang kalau jaman sekarang cari cowok yang masih perjaka emang sesusah itu Jan, bukan minta kamu menurunkan standard tapi ya memang kenyatannya sudah begitu mau gimana lagi?"

"Kita punya norma tapi kan gak semua orang bisa menaati itu,"

"Ya, mas Juna ngelakuin juga pas terpengaruh alkohol, dia dibawa ke hotel dan terjadilah, untungnya pakai pengaman kalau kata papa," Rama tersenyum "Safety first!" tandasnya dan aku tersenyum.

"Kayaknya besok sebelum aku punya pacar lagi aku harus pastiin ke dia mau gak nerima akau yang juga udah kayak mas Juna," Rama tertawa, aku menoleh padanya, aku gak heran misal dia sudah pernah melakukannya tapi agak kaget ketika dia mengakuinya padaku.

"Kapan?"

"Pas kelulusan SMA,"

"Parah ya?" tanyanya.

"Berani amat?"

"Penasaran Jan, aturan keluarga aku ketat, apa-apa ada aturannya, malah bikin aku penasaran dan ya udah terjadilah, toh waktu itu mantan ku mau,"

"Terus setelah itu?"

"Apanya?"

"Ngelakuin lagi?" Rama menggeleng "Gak pernah walau pacar-pacar aku yang setelahnya mau-mau aja, aku cuma penasaran, udah dapat jawabannya ya sudah berhenti,"

"Kok nanggung bandelnya?"

"Ish orang tobat kok malah kecewa sih?" balasnya dan aku tertawa.

"Jangan lama-lama diemin mas Juna, kasihan,"

"Kamu gak kasihan ke aku?"

"Emang kamu kenapa? kamu rugi apa? kecewa aja kan? itu juga karena pikiran kamu sendiri, coba kamu santai aja ya gak pasti kepikiran,"

"Jahat banget sih!" aku memukul pundaknya kesal, dia terlalu menyepelekan perasaan kecewaku.

"Apa? kamu mau aku iba ke kamu? terus kalau aku sudah iba memang kamu dapat apa? perhatian sesaat doang kan? mending dirubah cara mikirnya, kamu gak usah fokus ke poin kamu kecewa, tiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri, kamu boleh kecewa berat kalau mas Juna melakukannya di belakang kamu, aku bukan mau cari pembenaran ya Jan, tapi masalah itu bisa kita kelola dengan baik kalau kitanya bijak,"

"Mendadak ganteng nih kalau begini!"

"Lah emang aku ganteng!" kami sama-sama tertawa.

"Udah deh gak usah lama-lama jedanya, kasihan mas Juna, gitu-gitu pasti dia kepikiran kamu,"

"Mau sampai kamu balik ke masa itu dan menahan mas Juna gak ngelakuin hal itu sama mantannya juga gak akan bisa kan, lakukan hal yang lebih masuk akal aja, berdamai sama diri kamu sendiri, terus mas Juna,"

Kini giliran ku yang menghela napas "Kamu gak ada pikiran buat ngebales dulu baru balik ke dia?"

"Maksud kamu?"

"Siapa tahu  kamu punya rencana licik, biar kalian impas,"

"Sumpah gek kepikiran ke sana!"

"Bagus kalau gitu, good girl!" dia mengacak kepalaku.

"Jago juga ngerokoknya, siapa yang ajarin?"

"Lihat kamu sama Tora udah bisa bikin aku pro!"

"Gayanya! sudah satu aja, gak pake dilanjut!" aku meraih kotak rokoknya "Ini aja buat aku, janji ini abis aku gak akan nambah atau coba lagi,"

"Njir itu masih full tadi Jan!"

"Udah sih ikhlasin aja, gak usah banyak protes!" aku langsung memasukkan kotak rokok itu ke kantong kemejaku, gak mungkin dia berani ambil kan?

.

Rama akirnya akan berpamitan pulang, dia bilang biar dia aja yang menutup pintu depan dan belakang, aku dia minta langsung tidur di ruang kerja mama karena sudah terlalu larut, Rama memang pernah part time disini jadi dia tahu bagaimana SOP menutup kedai sebelum ditiggalkan, dan aku selalu membawa kunci cadangan jadi kalau dia mengunci dari luar aku masih bisa keluar.

"Dah sana masuk, langsung tidur!"

"Bawel!"

"Bocil dibilangin yang tua gak pernah nurut!" omelnya, aku akan memukulnya agar diam tapi dia lebih dulu menangkap tanganku, tawa kami berubah senyap ketika tatap mata kami saling terkunci di titik yang sama, sepertinya baru ini aku sadar kalau laki-laki berisik ini memiliki tatapan mata yang teduh, membuat jantungku tiba-tiba berdetak aneh.

Aku yakin kami berdua sama-sama merasakan desiran aneh saat ini tapi entah kenapa tidak ada dari kami yang memutus suasana ini, Rama malah maju selangkah, dengan sedikit ragu dia semakin mendekatkan posisi kami saat ini, hidungnya sudah bersenthan dengan hidungku, seakan meminta ijin tapi aku pun menjadi enggan menjauh darinya, entah kenapa diriku begini aku pun gak tahu.

Cup! Rama berhasil mencium bibirku "Dibayangan ku bibir kamu rasa vanila, tapi ini tercampur nikotin, lebih seksi dari dugaanku," ujarnya, sial kenapa malah seperti ini?

"Aneh?" aku malah melemparkan pertanyaan.

"Gak, seksi," balasnya dengan suara sedikit serak, dia tersenyum simpul membuat entah darimana datangnya pancaran ketampanan itu datang, selama ini aku melihatnya hanya tampan, saat ini makin tampan!

"Boleh lagi?" dia meminta ijin, dan anehnya tanganku malah meraih lebih dulu kepalanya dan berhasil menciptakan ciuman yang lebih liar, bibir kami saling beraut, seakan sama-sama kehausan dan mencari sumber penyegaran.

Tangannya membuka pintu ruang kerja mama dan mendorongku sampai ke tembok dengan telapak tangannya yang membantali kepalaku agar tidak terbentur apa pun, aku sadar ini Rama bukan mas Juna, tapi aku seakan tidak mau kehilangan momen ini, entah kenapa.

Lidah kami sudah saling menyilang dan ciuman ini bertambah panas, bibir Rama turun menuju leherku dan aku semakin gila saja dibuatnya, badan kami saling menekan satu sama lain dan kini aku takut sendiri kalau tindakan kami ini semakin tidak terkontrol.

Aku berusaha untuk kembali pada kewarasanku sampai akhirnya aku menahan tubuh Rama dengan tanganku "Ram......." dia masih menciumi ku tapi sekali lagi aku memanggilnya "Rama!" nadaku sedikit membentak membuatnya menghentikan kegiatannya ini, dia langsung mengambil jarak dan kami sama-sama seperti orang yang tersesat.

"Kamu gak apa-apa? aku nyakitin kamu?" tanyanya dan aku menggeleng.

"Aku menikmati ini tapi......." kalimatku tergatung di udara.

"Tapi ini salah Ram," aku menegaskan.

Rama nampak terdiam sebentar tapi akhirnya mengangguk "Iya kamu benar Jan, kita gak seharusnya melakukan ini, maafin aku,"

"Aku harusnya gak manfaatin keadaan ini, kamu juga punya mas Juna," aku mengangguk dan sial aku menjadi merasa bersalah setelah dia menyebut mas Juna.

"Kamu bisa maafin ini? kita bisa balik biasa aja setelah ini?" aku mengangguk

"Okay kalau gitu, maaf aku lepas kendali,"

"Iya aku juga, maaf harus stop kamu sebelum jauh,"

"Gak apa-apa yang tadi memang gak benar, aku balik ya, kamu hati-hati disini," aku mengangguk, dia memeluk ku singkat dan mengacak kepalaku seperti yang biasa dia lakukan jika berpamitan denganku.

Rama benar-benar pergi meninggalkan ku sendirian, suara pintu yang tertutup dan langkahnya yang terdengar semakin jauh menyadarkan ku kalau aku baru saja aku bermain curang pada mas Juna.

.
.

Ku tunggu komentar kalian tentang bab ini dulu ya baru nanti aku lanjut lagi, maaaci, happy weekend

Juna Jani, I Love You Pak Kos! [Hiatus]Where stories live. Discover now