Part 2 Bekas luka

81K 5.1K 150
                                    

Banner discount 50% all item yang terpampang di window display salah satu store di sebuah mall terbesar di kota itu cukup menarik para penggila belanja untuk mampir sekalipun tidak membeli. Mereka, umumnya para wanita matanya akan berubah hijau setiap kali melihat iming-iming potongan harga untuk apapun barangnya, terlebih pakaian.

DoubleD, adalah nama toko sekaligus merek fashion milik salah seorang designer muda berbakat. Tak heran jika setiap harinya butik itu selalu ramai oleh para pembeli yang umumnya dari kalangan mahasiswa dan ibu rumah tangga muda. Mereka memiliki beberapa orang pegawai yang ditugaskan menjadi dua shift. Karena pemiliknya masih berusia 20 tahunan, konsep toko pun menyesuaikan, begitupun juga dengan para pegawai yang rata - rata usianya 19-25 tahun. Mereka cantik, tinggi, putih, dan langsing. Satu diantara mereka adalah, Sadin.

Seperti itulah kalau toko sedang ramai - ramainya, membuat kepala Sadin pusing harus melayani pelanggan yang mana karena mereka tidak bisa memilih sendiri dan cerewet sekali dengan selalu bertanya ini dan itu.

"Menurut Mbak ini bagusnya dikasih bawahan apa ya? Saya suka sih, tapi kok bingung ya."

Dengan memasang senyum seramah yang bisa dibuatnya dalam keadaan mood buruk dan disaat tubuhnya lelah, Sadin menjawab dengan penuh perhatian. "Ini diberi celana kulot seperempat bagus kok, Mbak. Sepertinya cocok juga di badan Mbaknya." Sadin menunjukkan model pakaian yang disebutkan.

Gadis muda berambut pendek itu tampak berpikir keras. "Ehmm.. enggak jadi, deh. Disini enggak ada yang cocok buat saya." Gadis itu meletakkan kembali baju pilihannya di gantungan, lalu berbalik pergi. Sadin masih memperhatikannya dengan rasa gemas saat gadis itu keluar dari butik.

"Bilang aja emang nggak niat beli." Selama dua tahun bekerja di sini, sudah tak terhitung lagi berapa kali Sadin menghadapi jenis pembeli seperti itu. Tapi entah mengapa ia tak pernah terbiasa, dan selalu kesal dibuatnya.

"Sadin... tolong sini." Teriak salah seorang rekannya yang kerepotan sementara Sadin bengong ditengah keramaian. Mendesah lelah, Sadin pun menghampirinya dan membatu menghandle pembeli-pembeli menyebalkan lain.

Nyatanya strategi potongan harga memang cukup ampuh menarik minat pembeli. Terbukti hanya beberapa jam saja, beberapa model sudah sold out sehingga banner pun dicabut kemudian.

Berkurangnya pembeli, tak lantas membuat Sadin bisa beristirahat karena barang-barang baru sudah datang. disela-sela melayani pembeli, Sadin dan tiga rekannya menata barang.

Saat sadin sedang melipat tumpukan t-shirt, seseorang menepuk punggungnya. "Jam lo udah habis, sana balik." Seorang rekan berpakaian sama menginggatkan.

Sadin melirik jam tangannya sekilas. Benar, sudah jam empat sore. Menghembuskan nafas lega, Sadin menegakkan tubuhnya. "Hari ini ramai banget, gue sampai nggak nyadar udah jam empat aja"

"Ya sudah, pulang sana. Wajah lo emang kelihatan lelah sih." Jawab gadis ber-badge name Ayu itu. Ayu bertugas pada shift kedua. Sadin melempar senyum, lalu berjalan ke ruang ganti bersama dengan ketiga temannya yang lain.

"Eh, makan dulu yuk..." Ajak Laura, si gadis berambut hitam panjang sepinggang.

"Yuk, ada restoran baru di depan. Kesana aja gimana?".ajakannya langsung disambut Kinan dengan antusias. Maklum saja, mereka adalah anak-anak muda yang tidak tahu berapa harga beras sekilo, cabe keriring, dan tempe. Harga gas LPG, listrik, apalagi sewa rumah. Mereka masih anak kecil yang bahkan terkadang masih minta Ayah uang jajan.

Mika - Malaikat KitaWhere stories live. Discover now