14. Trauma Baru

4 1 0
                                    

Cuplikan:

Membingungkannya, kala dia membuka mata sempurna, aksa mendapati keberadaan sang sopir mobil online tepat berada di hadapan raga. Napas spontan tertahan begitu menyadari bahwa jarak di antara mereka teramat dekat. Terlebih, raga dikungkung sepihak oleh lelaki bertopi itu.

"M-mas, jangan macem-macem! Maksud Mas apa-apaan begini?!"

°°°

Bulan benar-benar terkejut ketika mendengar pengakuan Mara. Namun, jika dipikir menggunakan logika, memang sedari awal sudah terdapat kejanggalan terkait sikap Bintan. Jadi, tidak mengherankan apabila kini lelaki itu menyatakan perasaan.

Segala perhatian yang dia berikan secara tak langsung memberi kode jikalau hati menyimpan perasaan lebih. Hanya saja, anak sulung Iza tersebutlah yang terlampau tidak peka. Menganggap kepedulian karyawan tetap itu sebatas bentuk profesionalitas sebagai mentor selama dia menjalankan tugas di perusahaan.

"Kalo menurut gue, mending lo terima aja," kata Bulan memberikan saran.

Mara semakin dilema. Sejujurnya Bintan merupakan tipe lelaki ideal. Selain tampan serta memiliki kepedulian tinggi, dia juga mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji lumayan.

Akan tetapi, bukan berarti Mara bisa menerima, karena semua alasan tersebut. Tidak munafik jika dirinya masih belum bisa melupakan Aksara sepenuhnya. Hingga untuk memulai hubungan asmara baru, dia harus benar-benar berpikir matang. Setidaknya supaya pasangannya nanti tidak menjadi bahan pelarian apalagi pelampiasan.

"Gue pertimbangan dulu, deh. Mau langsung nolak nggak enak juga," balas Mara mengembuskan napas pelan.

Waktu pun berjalan cepat. Akhirnya hari itu, perempuan pemilik tahi lalat samar di pipi kiri bisa melewati segala aktivitas tanpa ada rintangan. Namun, menyebalkannya saat hendak pulang ke rumah, hujan justru turun begitu deras menyapa bumi. Membuatnya tak bisa memesan ojek atau taksi online, mengingat signal menghilang secara mendadak.

Alhasil, dia memilih menghubungi sang ibu di rumah menggunakan fitur SMS. Walau kembali terlambat, semoga wanita yang melahirkannya ini tidak akan dilanda kekhawatiran.

[Iya, ibu tunggu di rumah.]

Terpaksa perempuan dengan rok hitam selutut itu mendaratkan bokong di kursi depan perusahaan. Menunggu hujan sedikit mereda dan sesekali mencoba mencari signal di sekitar. Sebenarnya, beberapa karyawan di perusahaan masih belum beranjak, sebab mereka harus lembur guna menyelesaikan pekerjaan---termasuk Bintan.

"Nggak papa, nih gue tinggal?"

"Iya! Udah sana, kasian tuh cowok lo."

Awalnya, Bulan menawarkan diri untuk menemani Mara sampai hujan mereda. Namun, kekasih perempuan itu telah datang menjemput menggunakan sepeda motor seraya mengenakan mantel. Alhasil, Mara membiarkan Bulan guna pulang terlebih dahulu. Mustahil apabila dirinya tega membiarkan orang lain menunggu dan menggigil di bawah terjangan hujan.

Manakala Mara sibuk memantau signal, sebuah mobil abu-abu mendadak masuk ke area perusahaan lantas berhenti di depan halaman. Berselang beberapa detik kemudian, tampak seorang lelaki turun mendekatinya sembari membawa satu payung.

"Dengan Mba Mara?" tanyanya kepada Mara yang setia terduduk di kursi single.

"Iya? Ada apa, ya, Mas?"

Refleks, netra Mara memperhatikan sosok asing di depannya ini. Entah mengapa dia merasa waspada. Terlebih saat lelaki tinggi nan bertopi tersebut tersenyum tipis sebelum menyodorkan payung.

"Saya sopir Gocar pesenan ibu Mba Mara. Saya ditugaskan menjemput Mba di sini," tuturnya sopan.

Sontak raga Mara berdiri dari posisi duduk barusan. Perasaan waspada yang bersemayam di kalbu berangsur menghilang digantikan perasaaan lega. "Beneran, Mas? Kalo gitu, saya mau mastiin dulu ke ibu saya, ya."

Asmaraloka dan Lukanya {On Going}Where stories live. Discover now