Bab 13: Masangin

702 168 51
                                    

Langit senja sudah selesai bekerja menunjukkan keindahannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langit senja sudah selesai bekerja menunjukkan keindahannya. Semburat jingga yang tadinya tergores di langit sudah tergantikan oleh hitam berhiaskan taburan berlian. Manusia-manusia di bawahnya masih senantiasa berlalu lalang. Ada yang hanya menatap sekilas. Ada pun yang menikmati secara diam dengan senyum yang terkembang.

Windy tidak bosan mendongakkan kepalanya. Mempertemukan wajahnya menghadap keindahan-Nya. Terlebih pada bulan yang menunjukkan cahayanya. Mereka seolah tengah berkompetisi, menunjukkan seberapa cantik pesona yang mereka miliki.

Jibran tersenyum. Pria itu masih saja dibuat kagum. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya kemudian mengarahkan kamera pada Windy. Dalam sekejap, ia abadikan keindahan yang ia dapati.

"Jangan lupa kirim, ya," ucap Windy tanpa mengalihkan pandangannya.

"Habis main, Mas kirim." Jibran melihat hasil jepretannya senang.

Windy berdecak lirih. Ia sangat tahu konteks main setelah menikah bagi Jibran itu sudah berbeda jauh dari makna yang dipahami Zean dan Zau. "Sik eling, Mas. Lagi di Jogja ini, loh," katanya mengungkapkan sedikit guyonan berbahasa Jawa. (Eling: ingat, sadar)

Jibran tertawa. "Aman. Zean sama Zau tidur sama om tantenya."

Pria itu mendekat lalu melanjutkan ucapannya dengan lirih. "Kamu juga nikmatinya jangan pake suara keras-keras."

Windy menghela napas malas. Matanya melirik ke arah Jibran gemas. Bibirnya mengerut menahan niat gerakan tangannya untuk menyentil bibir yang sedang tersenyum tidak sopan. Suaminya itu benar-benar tidak tahu kondisi dan tempat.

Windy mengambil es teh jumbo yang tersisa setengah gelas cup. Ia pun menyegarkan kerongkongannya. Pandangannya mengedar. Lapangan alkid yang mereka datangi semakin ramai. Semakin gelap, semakin banyak pula yang menyambangi lapangan yang identik dengan dua pohon beringin itu.

Di sekeliling lapangan, berjejer stand-stand para pedagang menjual aneka makanan dan minuman. Jibran dan Windy sudah mengitari lapangan untuk membeli beberapa camilan sebagai teman mereka kencan.

Sudah beberapa kali Windy datang ke sana. Setiap tahun, lebih tepatnya setiap pulang ke tempat kelahiran sang suami, Windy suka mampir. Kadang bersama Jibran, kadang bersama Lintang dan juga Yafiq. Pernah juga mengajak Zean dan Zau.

Biasanya, jika Lintang sedang suntuk, ia akan mengucap "Mbak. Alkid, yuk."

Dulu, Windy tidak tahu apa itu alkid. Setelah dijelaskan, ternyata alkid adalah akronim dari alun-alun kidul Yogyakarta. Kidul artinya Selatan. Letaknya ada di halaman belakang Keraton Kasultanan Yogyakarta. Selain alkid, Yogyakarta juga memiliki alun-alun lor atau biasa disebut sebagai altar-alun-alun utara. Letak altar berada di halaman depan keraton. Keduanya sama-sama merupakan lapangan yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan, seperti tempat acara formal masyarakat Jogja, hiburan rakyat, hingga tempat nongkrong. Bedanya, di alun-alun kidul terdapat pasangan pohon beringin di tengah-tengah lapangan. Pasangan pohon itu populer di masyarakat untuk melakukan aktivitas masangin.

Sembagi Arutala 2Where stories live. Discover now