15.

409 37 18
                                    

Harsa sudah pulang ke rumah sejak dua hari yang lalu dan selama dua hari itu juga dia tidak melihat keberadaan Jendral di rumah. Tadi siang dia tidak sengaja bertemu Jendral saat dia sedang makan siang dengan Bang Dimas namun Harsa malas menyapa. Sewaktu malam itu saat Katrin dan Mama sudah pulang, tersisa lah Revan disana. Pukul 12 malam mereka masih terjaga, dengan Revan yang masih perang dingin dengan Zahra sedangkan Harsa yang sedang bertengkar dengan hati dan perasaannya.

Revan mendengus kasar, dia lempar ponselnya ke sofa dan mengusap wajahnya kasar. Zahra semakin terang terangan ingin lepas dari pelukannya padahal Revan bisa memperjuangkan apapun sampai mereka bisa bersama. Namun Zahra bilang tadi, bagaimana kalau Revan pindah Agama ke Agama Zahra apakah Revan mau?

Zahra tidak memaksa Revan untuk pindah Agama, hanya saja Revan kini tertampar dan merasakan gejolak batin yang sangat berat. Melihat sefrustasinya apa Revan malam ini, Harsa kembali duduk dan mensandarkan punggungnya pada tumpukan bantal dan guling dibelakangnya.

"Si Ijah teh pake pelet atau apa si? Ampe buat elu kayak orang gila!" Ucap Harsa.

Revan membuka matanya dan melirik Harsa dengan tatapan malas. Revan kali ini malas berdebat dengan siapapun jadi yang dia lakukan hanya diam dan mengibas kan tangannya pada Harsa pertanda bahwa Harsa disuruh untuk diam. Namun bukan Harsa namanya jika tidak merecoki perasaan Revan. Harsa terkekeh dan dia tertatih untuk berjalan dengan menyeret tiang infusan itu menuju Revan. Kemudian dia duduk di sebelah Revan, Revan mendengus kasar saat Harsa sudah duduk disebelahnya.

Revan menatap Harsa dengan tatapan tajam namun Harsa terkekeh, entah kenapa Revan marah seperti ini baginya sangat lucu.

"Mata lo nanti keluar--"

"Bacot! Urusin aja tu cewek lo!"

"Gue nggak punya cewek, btw!" Balas Harsa.

"Chiasa."

Kali ini Harsa yang mendengus kasar. Dia sandarkan punggungnya ke sandaran sofa dan Revan menoleh padanya, dimana Harsa menatap lurus kedepan. Revan sudah membaca jika Harsa sangat tidak tertarik akan Chiasa. Karena setiap dia membicarakan Chiasa, Harsa akan meresponnya dengan malas. Sangat ketara Revan lihat.

"Mau kapan lo nikahi dia?"

"Harus gua bilang berapa kali, Revan? Gua nggak akan nikahi Chia." Jawabnya dengan datar.

Revan menghela napas frustasi lagi, dia mengusap wajahnya kasar dan menahan tangannya agar tidak menonjok Harsa malam ini. Dilihat juga wajah Harsa masih ada sedikit luka di sudut bibirnya. Revan tidak mau membuat lukisan indah di wajah Harsa, nanti saja. Lebih baik dia tangan dulu emosinya. Tunggu sampai Harsa setidaknya lepas infusan dan keluar dari sini.

"Tapi itu anak lu, bajingan!" Pekik Revan yang kini kedua matanya sudah membulat menatap Harsa dengan kening yang mengerut.

"Gua enggak cinta sama dia."

"Mau lo cinta atau enggak sama dia, lo tetap harus nikahi dia. Sa, ini Indonesia bukan Korea atau US. Yang dengan bebas melakukan hal menjurus ke seks bebas. Sa, disini kalau cewek yang hamil ya si cewek yang kena imbasnya. Lo pernah mikir apa enggak--kalau Chiasa harus nanggung malu sampai bayi itu lahir kalau enggak ada bapaknya?" Ucap Revan.

Revan menggeleng pelan, "Bahkan seumur hidup orang orang akan melabeli Chiasa cewek enggak bener." Tambahnya.

Harsa menggaruk pelipisnya yang tak gatal, lalu dia menatap Revan dengan sorot mata yang sayu dan lelah. Revan sedikit terkejut, bahwasannya tadi Revan lihat Harsa tidak kenapa kenapa. Tetapi kenapa tatapannya kini berubah menjadi nelangsa?

"Jangan jadi pengecut yang lepas dari tanggung jawab."

Dengan perasaan yang serba salah itu Harsa belum bisa mengambil keputusan. Tetapi dia dikejar kejar oleh waktu yang akan menuntut kandungan Chiasa membesar. Harsa merasa bodoh dan sedikit menyesal karena dia terbelenggu oleh rasa benci pada Jendral. Padahal balas dendam pada Jendral bisa dengan cara lain bukan menghamili Chiasa.

Love In Trouble : Harsa | HAECHAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang