🍁4 : ℙ𝕖𝕣𝕚𝕟𝕘𝕒𝕥𝕒𝕟 𝕂𝕖𝕔𝕚𝕝 🍁

27 6 5
                                    

Di kedalaman hati seorang mantan idol, kerinduan akan masa kejayaannya di atas panggung besar terus bergaung. Michael, yang pernah merasakan gelora sorakan dari ribuan penggemar yang mengangkat light stick berbentuk simbol grup favorit mereka, kini hanya bisa memimpikan kembali ke momen itu. Sorakan nama-nama anggota grup menggema, seolah pita suara para penggemar tak pernah lelah menghadapi debuman musik yang keras. Meski begitu, semua itu kini hanyalah angan-angan yang tak terjangkau.

"Lupakan apa kataku tadi," ucap Michael, mencoba menepis pikirannya.

Ness, yang berada di depannya, hanya menatap lurus ke jalanan yang lengang. Bibirnya mengerucut membentuk garis lurus, tak mampu mengeluarkan satu kata pun untuk menjawab Michael. Dia sangat mengerti perasaan Michael—perpaduan rindu dan benci, layaknya minyak dan air yang tidak pernah benar-benar menyatu. Kerinduan Michael mengingatkan Ness pada masa-masa gemilang karirnya. Berdiri di panggung yang gemerlap, sebelum kecelakaan itu merenggut mimpinya.

Seperti Michael, sejak Ness terpaksa berhenti menjadi soloist karena kecelakaan, pikirannya selalu berputar bagaikan episode yang diulang-ulang. Apakah dia bisa kembali ke masa itu? Ke momen gemilang di atas panggung penuh cahaya dan sorakan? Para penggemar yang menantikan suaranya dan berteriak meminta pengulangan.

Seandainya kecelakaan itu tidak terjadi, Ness mungkin tidak akan terjebak di kursi roda seperti sekarang. Dia kemudian menyentuh tenggorokannya, mengelusnya penuh arti, dan menatap nanar. Lalu dia tersadar oleh panggilan Michael yang memandanginya dengan kebingungan.

"Kau baik-baik saja?" ujar Michael setelah menepikan kursi roda Ness ke pinggir trotoar. "Kau haus?" tanyanya sambil mencari-cari swalayan terdekat.

Ness segera menggeleng sebelum Michael sempat pergi membeli minuman. "Tidak perlu, Kai. Aku cuma ... teringat kenangan lama."

Michael kembali duduk, memperhatikan Ness lebih dekat. Meski ragu menerima orang asing—bahkan penggemarnya sendiri—sebagai teman, dia mencoba memahami Ness.

"Oh ... kenangan apa? —Maaf, jika kau tidak keberatan untuk bercerita ..."

Ness tersenyum simpul. "Tidak masalah, itu bukan kenangan yang istimewa. Sejujurnya, Kai ..."

Michael lebih mendekat, betul-betul mendengarkan cerita Ness.

"Aku dulunya juga seorang idol. Soloist."

Bahu Michael tegap mendengar pengakuan itu, mulutnya yang terbuka segera dia tutupi, dan bola mata birunya bergerak menyelidiki area jalanan memastikan tidak ada yang melihat kelakuan bodohnya.

"Kau serius?" bisiknya di hadapan Ness. Berulang kali dia bergumam tak percaya akan kenyataan ini.

Ness menggaruk pipinya dengan perasaan canggung, mengalihkan pandangan dari Michael yang terus mempertanyakan kebenarannya. "Aku masih tidak percaya, Alexis. Kau—seorang mantan idol?"

"Memang benar."

"Buktikan!"

Ness tertegun mendengar permintaan Michael yang tiba-tiba ini. Mendadak dirinya menjadi sosok pikun berpura-pura tidak mengerti ucapan Michael. "Buktikan apa?"

"Suaramu. Nyanyianmu. Aku mau dengar."

Orang ini yang benar saja! Ness sangat tidak mau bernyanyi didepan idolanya, sekali pun dia juga merupakan mantan idol seperti Michael. Selain itu, sudah lama sejak kecelakaan itu terjadi dan hampir merenggut pita suaranya, Ness menjadi sedikit tak percaya diri dengan suaranya sekarang. Akankah masih bagus seperti dulu, sebab sudah lama pula dia tidak bernyanyi lagi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝑼𝑵𝑫𝑬𝑹 𝑻𝑯𝑬 𝑴𝑨𝑷𝑳𝑬 𝑭𝑨𝑳𝑳 [𝙺𝙰𝙸𝚂𝙴𝚁 𝙽𝙴𝚂𝚂-SLOW UP]Where stories live. Discover now