Part 12

2K 170 20
                                    

"Tante pacaran sama Papa kan?"

Hilya terhenyak, tubuhnya mendadak kaku. Jantungnya berdetak kian kencang, entah mengapa pertanyaan yang dilontarkan oleh Jennie bagaikan bom untuknya.

Lantas Hilya tersenyum kaku. "Tahu dari mana?"

"Aku lihat album foto Papa. Gak biasanya juga Papa kunci ponsel pakai sandi." Gadis itu menatap sinis wanita dewasa di depannya. Ia kemudian mendengus kasar. "Aku pikir Tante bakal beda sama orang-orang. Tapi kayaknya sama aja. Manfaatin aku buat dapatin perhatian Papa."

Jennie kemudian kembali pada novel yang ia baca, meski matanya memandang tulisan, tapi pikirannya dipenuhi dengan hubungan Banyu dan Hilya yang sudah terjalin entah berapa lama.

Mulut Hilya terkatup, memperhatikan Jennie dengan seksama. Bingung menyikapi perasaan gadis itu yang tentu saja tengah kesal padanya. Tapi kemudian ia memberanikan diri untuk duduk di pinggiran kasur. "Perhatian Tante sama kamu dari awal itu murni kok. Bahkan Tante juga gak kepikiran kalau kamu punya Ayah yang tampan kayak Pak Banyu. Rasa kecewa kamu juga valid, pasti karena ini bukan sekali saja terjadi kan? Sehingga kamu jiga berpikiran sama tentang Tante."

"Terus?" Balas Jennie dengan raut masam. Ia melempar kasar bukunya, lantas menegakkan dagu. "Tapi gak menutup kemungkinan kalau Tante itu sengaja mau dekatin Papa."

"Papa kamu yang dekatin. Tante awalnya gak tertarik." Hilya menghembuskan nafasnya, pandangannya menerawang pada hubungan awal terjalin. Ia tersenyum kecut, melirik Jennie sekilas dan kembali memandang tembok polos kamar gadis itu. "Kamu pikir aja, Tante masih gadis dan menjaga pergaulan banget waktu jauh dari orang tua. Mantan pacar Tante juga masih muda, bahkan jauh lebih muda dari Papa kamu. Kalau dipikir-pikir, kayaknya Tante lebih banyak ruginya saat milih Papa kamu."

Wajah Jennie tambah masam saat Papanya disebut demikian. Walau tak menutup kemungkinan kalau Papanya memang lebih tua! Tapi, mengapa seolah-olah malah Hilya yang rugi jika bersanding dengan Papanya? Mantan Papanya juga lebih muda, Mamanya lebih cantik, bahkan keluarga besarnya lebih kaya daripada Hilya.

"Terus kenapa mau sama Papa?"

"Karena sering bertemu dan itu bikin Tante nyaman. Papa kamu beda sama mantannya Tante yang hobi selingkuh, beda juga sama gebetan Tante yang sombong dan selalu fokus sama diri sendiri."

Kini wajah Jennie tak lagi masam, ia malah iba pada Hilya. Walau ia tak ingin menampakkan hal itu. "Tapi aku gak pengen Papa nikah lagi."

Hal itu tak membuat Hilya terkejut, ia telah menebak sejak awal tentang penolakan Jennie pada perempuan yang dikenalkan pada Banyu. Sebab gadis itu sejak kecil jarang memiliki waktu bersama dengan Banyu, maka kini saatnya Jennie menagih janji Papanya agar fokus untuk membesarkannya saja tanpa kehadiran orang lain di keluarga mereka.

"Kamu mungkin memang gak pengen lihat Papa nikah lagi. Tapi kamu gak pernah tanya langsung tentang kemauan Papa kan?"

Jennie menggigit bibirnya, yang ia tahu selama ini Papanya selalu menolak perjodohan dengan alasan masih mengingat almarhum Mamanya. "Tapi Papa cinta banget sama Mama. Kan harusnya Papa nunggu Mama. Kalau nikah lagi, pasti bakal lupa sama Mama. Terus sama aku-" gadis itu terisak hebat.

Teringat kembali masa-masa ia merasa diabaikan oleh Papanya kala kehilangan sang Mama. Padahal ia butuh sosok Papa yang selalu mendukungnya dan menemaninya disegala situasi. Tapi saat itu Papanya malah pergi untuk melanjutkan studi.

Hilya mendekat, memeluk tubuh kurus gadis itu. "Maaf ya, Tante gak akan ngerebut Papa kamu."

"B-bukan gitu. A-aku-"

"Udah, Tante minta maaf. Tante beneran sayang sama kamu kok. Bukan karena Papa atau siapapun. Maaf ya?"

Jennie masih terisak, pun ia tak menjawab apapun perkataan Hilya. Sebab kini ia merasa bingung dan bimbang. Disatu sisi, Jennie juga ingin melihat Papanya bahagia. Tapi di sisi lain ia tak ingin Papanya melupakan sang Mama dan berbahagia tanpanya.

TERJERAT PESONA DUDA 18+Where stories live. Discover now