bab 10

60 7 2
                                    


"Mau ke mana?"  Tangan Jisoo tertahan di udara, niat untuk membuka pintu menjadi urung. Ia kemudian berbalik menatap lelaki yang tengah berdiri di ujung tangga.
Seokjin dengan setelan santai celana bahan hitam yang dipadukan dengan kaos berwarna senada, tak lupa satu kacamata baca bertengger manis di hidung bangirnya mengamati pergerakan wanita yang masih tertegun karena ia menyapanya secara tiba-tiba.

"Supermarket." Akhirnya Jisoo bersuara.

"Belanja?" Tanya lelaki itu kemudian. Hingga di jawab dengan anggukkan oleh sang wanita.

"Tetap disana!" Lelaki itu kemudian kembali menaiki tangga meninggalkan Jisoo yang masih diam tak mengerti maksudnya.

Tak lama Seokjin kembali dengan jaket bomber yang sudah membalut tubuhnya tak lupa satu topi hitam ikut menutupi rambut dengan warna kecoklatan itu.

"Ayo." Ucapnya singkat.

"Kemana?" Jisoo jelas bingung dengan lelaki yang berpredikat sebagai suaminya itu.

"Bukannya kau ingin belanja."

"Maksudnya?" Sungguh Jisoo itu terkadang lemot dalam mencerna keadaan yang berhubungan dengan Seokjin. Bahkan sang suami sampai harus mengeluarkan sebuah helaan kesal.

"Tadi kau bilang ingin belanja, jadi ayo aku antar." Ucapnya kemudian membuka pintu dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir.

"Jadi tidak?" Suara Seokjin kembali menyadarkan Jisoo, hingga refleks gadis itu harus berlari kecil menyusul tak ingin membuat Seokjin marah.
Entah ada angin apa sampai lelaki itu mau repot-repot mengantarnya biasanya pun Seokjin tak peduli.
.
.
Seokjin kini berjalan terus mengikuti kemana Jisoo melangkah sembari mendorong troli belanja yang sudah terisi sebagian barang.
Sementara Jisoo terlihat tak bebas dengan gerak geriknya merasa canggung dengan keadaan yang tak biasa.
Wanita itu kemudian berbalik hingga ikut menghentikan langkah Seokjin dengan sebelah alis yang terangkat seolah bertanya apa alasan dari sikap tiba-tibanya.

"Emm, kalau kakak cape tunggu di mobil aja. Aku gak papa kok sendiri." Ucap Jisoo dengan sedikit menunduk.

"Gak." Kalimat Jisoo dibalas singkat oleh lelaki yang sekarang sudah berjalan mendahuluinya dengan troli yang setia ia dorong.

"Dia sebenarnya kenapa sih?" Jisoo menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Sebelum kembali melangkah menyusul Seokjin khawatir menghadirkan marah dari lelaki itu karena dianggap lelet.
.
.
"Jangan yang itu!" Tangan Seokjin yang hendak meraih satu botol shampo terhenti karena kalimat Jisoo, dengan kedua alisnya terangkat meminta penjelasan.

"Shamponya yang ini saja." Jisoo kemudian meraih satu merk shampo yang berbeda dari yang Seokjin ambil.

"Kenapa? Dari dulu aku selalu menggunakan merk ini." Protes lelaki itu.

"Shampo itu membuat rambutmu kering dan bercabang, memang lebih wangi tapi tidak cocok untuk kesehatan rambutmu." Seokjin terdiam dengan kalimat Jisoo. Ia bahkan tak sadar sebelumnya, ya memang setelah menikah dengan Jisoo ia tak lagi memperhatikan apapun termasuk tentang dirinya. Hidupnya terlalu nyaman dengan pelayanan yang Jisoo berikan bahkan dengan detail sekecil apapun. Ya, Seokjin harus akui yang satu itu.

"Oh." Singkatnya sembari meletakkan kembali shampo yang hendak ia ambil dan membiarkan Jisoo meletakkan pilihannya.

Keduanya kemudian kembali melangkah mencari setiap barang yang sudah tertulis dalam secarik kertas yang Jisoo bawa. Hingga troli yang Seokjin bawa sudah penuh dengan barang-barang yang mereka beli.

Ada satu hal yang baru Seokjin sadari, selama ini ia memang memfasilitasi Jisoo dengan memberikan satu kartu debit yang bisa Jisoo gunakan kapanpun ia mau dan setiap bulan pula ia mengisi saldo kartu itu.
Tapi hari ini ia tahu, bahwa uang dalam kartu itu tak berkurang banyak karena Jisoo selalu menggunakan uang yang Seokjin berikan secukupnya tak pernah berlebihan.
Awalnya Seokjin tak tahu, ia hanya tahu kapan waktu harus mentransfer uang dan selebihnya terserah mau di apakan uang itu.

Epiphany (Seokjin, Jisoo, dan Taehyung)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora