Bab 8 Melamun

23 5 7
                                    


Imelda |
Semua yang kau inginkan sudahku kabulkan
Seperti yang kau katakan semua akan menyenangkan
Namun ternyata janjimu padaku hanya khayalan
Yang mudah di ucapkan tapi sulit dilakukan

Pagi hari, Nayla sudah di kirimi puisi dari seseorang bernama Imelda yang masih belum ia ketahui siapa orang ini. Rasa penasaran itu terus menganggu dirinya bahkan ketika sedang mandi, memakai pakaian seragam sekolah, merapikan barang hingga duduk di meja makan.

Nayla tidak makan dengan lahap seperti yang lain, kedua matanya menatap ke sembarang arah dirinya bahkan seolah acuh pada makanan di meja membuat Miranda sang ibu tiri terheran melihat kelakuan anaknya.

"Nggak mau makan kamu Nayla?" Tanya Miranda sembari menyantap makanan. Nayla bingung tak tau mau menjawab apa membuat Miranda kembali bertanya "Kalau kamu nggak sarapan apa kamu yakin bisa menang lomba cerdas cermat hari ini."

Nayla terpaku mendengar ucapan ibunya ia bahkan tidak ingat sama sekali bahwa hari ini ada lomba cerdas cermat yang akan di selenggarakan di sekolahnya dan ia sendiri adalah peserta lomba perwakilan kelas. Jantung Nayla seketika berdetak kencang ia menyadari dirinya sama sekali tidak belajar, semalam yang ia kerjakan hanyalah penasaran dengan apa yang sedang Astra lakukan.

"Kok diam Nayla sariawan kamu?"

"Nggak Ma, Nggak papa. Nayla ngingat materi aja tadi," jawab Nayla hampir terbata-bata.

"Kok gelagapan gitu jawabnya, lagi kurang minum kamu. Udah habisin makananmu baru kamu ingat-ingat lagi. Nanti telat lagi kalau lambat makanya." Nayla menagguk mendengar nasehat ibunya lalu makan dengan lahap.

"Iya ma," jawab Nayla singkat ia lalu menatap Astra yang sedang makan satu buah ayam goreng dengan lahap.

Sarapan selesai Astra pergi begitu saja ke kamar setelah makan tak ada satupun kata yang ia keluarkan di tambah lagi Ibu Miranda dan Pak Mahmuddin tidak berbicara sepatah katapun pada anak-anaknya di pagi hari, mereka seperti tidak mau membicarakan kejadian kemarin malam.

Kalau Jhonatan, pria itu benar-benar asik dengan dirinya sendiri tidak memperdulikan suasana sarapan pagi yang begitu senyap tanpa pembincangan sangat berbanding terbalik dengan Nayla merasa sangat ketakutan di meja makan, dirinya benar-benar merasa terancam setelah membaca puisi dari Imelda seolah akan ada ancaman yang tidak tau kapan akan datang.

Merasa penat telah lama duduk Nayla pergi ke kamar mengambil tas ransel, mengunci pintu kamar kemudian duduk didepan pintu. Dirinya lalu menoleh ke sana kemari sembari membuka tas untuk mengambil buku tanpa menyadari bahwa ibunya tengah berjalan keluar pintu.

"Nayla ayo berangkat, kok malah duduk di depan sih!"

"Kenapa Ma?" Tanya Nayla sama sekali tidak tau.

"Kamu lupa hari ini jam delapan kamu harus sudah di Aula sekolah. Buat lomba cerdas cermat di sekolah kamu. Masa lupa sih, kalau lupa begini jangan-jangan kamu nggak belajar tadi malam. Iya begitu Nayla," Cecer Sang Ibu Miranda membuat Nayla langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Nggak kok Ma Nayla nggak lupa," jawab Nayla menunduk ketakutan.

"Kalau gitu selama di mobil buka buku kamu belajar benar-benar Ingat pesan Mama Harus Nomor Satu ngerti!"

"Iya Ma ngerti."

"Kalau ngerti cepat masuk mobil sana!" Perintah sang Ibu membuat Nayla berlari masuk kedalam mobil.

Setelahnya Miranda pun berjalan dan duduk di kursi depan. "Kamu ngapain duduk di belakang!" Nayla hampir melompat kaget mendengar teriakan ibunya.

"Harus di depan ma?"

HARUS NOMOR SATU Where stories live. Discover now