Sayang, Bangun

1K 79 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen sengkuh!

****

Sang fajar kembali menyapa. Waktu istirahat dalam tidur yang cukup panjang kini sudah usai. Namun, sepasang suami istri yang berada di atas satu brankar itu masih terlihat nyaman dalam posisi tidur mereka.

"Dikta," panggil Nala lembut.

"Mas Dikta," panggil Nala kembali meski lebih terdengar seperti bisikan. Nala menusuk-nusuk pipi Dikta dengan telunjuknya. Memainkan pipi suaminya itu.

"Eungh," Dikta menggeliat dan membuka matanya perlahan.

"Bangun," ucap Nala masih dengan nada yang sama, tidak lupa dengan senyum manisnya.

Bukannya segera bangun, Dikta justru mendekap tubuh Nala semakin erat. Menjerat istrinya itu seolah tak boleh lepas dari pelukannya.

"Infus aku bisa macet Dikta," ujar Nala dalam perangkap Dikta. Dengan berat hati Dikta melonggarkan pelukannya.

"Buruan bangun," perintah Nala memukul pelan Dikta.

"Bentar lagi jadwal kunjungan dokter."

"Iya-iya, ini aku bangun," balas Dikta beranjak dengan malas.

"Kamu pulang gih mandi, mau ngantor kan."

"Nggak, aku mau di sini jagain kamu."

"Kerjaan kantor?"

"Aska yang handle, kalau ada apa-apa bisa via email."

"Yaudah, pulang buat mandi aja."

"Iya, tunggu Nadin nyampe dulu baru aku pergi." Nala mengangguk sebagai jawaban.

Dikta mengambil tempat di samping brankar Nala. Duduk di kursi yang tersedia, kemudian menggenggam tangan Nala erat.

"Kasian banget, masih ngantuk ya," ujar Nala menangkup wajah Dikta dengan sebelah tangan.

"Lumayan," jawab Dikta tidak bisa bohong.

"Pasti ga bisa tidur semalaman karena harus jagain aku."

Nala tau Dikta tidak bisa tidur tadi malam. Laki-laki itu terus berjaga untuk Nala. Apalagi saat semalam Nala sempat demam. Meski dengan cepat turun setelah diberi obat.

"Gapapa, justru aku ga bisa kalau harus tidur. Apalagi kamu sempat tiba-tiba kayak orang kaget padahal lagi tidur."

"Serius?"

"Iya,"

"Assalamualaikum," suara salam dari seseorang menghentikan percakapan keduanya.

"Waalaikumsalam," jawab Nala dan Dikta.

"Kok cepat, semalam katanya mau mampir ke kampus dulu baru ke sini."

"Ga jadi, dosennya tiba-tiba ada janji."

"Lo nggak ngantor?" tanya Dikta pada Aska yang berdiri di samping Nadin.

"Kalau gue ga ngantor bisa dipenggal gue."

"Sama siapa?"

"Bos gue galak," jawab Aska santai yang tentu saja membuat Dikta menatapnya dengan tajam.

"Kak Aska anter Nadin dulu, bang."

"Bela-belain banget padahal nggak searah."

"Loh, nggak searah kak?" tanya Nadin membuat Aska hanya mengeluarkan cengengesannya.

"Tadi kata kak Aska searah," sambung Nadin.

"Namanya juga cinta dek. Jangankan ga searah, ga seiman aja dibisa-bisain."

Ketika Harus Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang