Dekap Lelap

408 44 3
                                    

HARI ini dengan langkah tegas, Kathrin mengunjungi sebuah resto yang sudah direservasi atas nama papanya.

Selesai membuka pintu dan menutupnya kembali, Kathrin menoleh cepat dan terkejut akan kehadiran anggota keluarga lain. Jangan lupa cengiran sang kakak yang tidak pernah Kathrin prediksi akan muncul di saat seperti ini.

Duduk di sebelah kakaknya, Kathrin tanpa sapa pun diberi senyum oleh semua yang hadir. Kakinya diam-diam menginjak keras kaki kakaknya dengan sepatu hak 8cm miliknya. Ditekan kuat tanpa peduli ringisan si kakak.

"Rinjana, ini orang tua nak Leo. Sengaja Mama dan Papa undang buat ikut gabung makan malam sama kita," mamanya memberi senyum terbaik untuknya. Kali ini, Kathrin tidak mau terkecoh.

"Oh? Buat apa?" Dirinya mengangkat sebelah alis.

"Biar makin deket aja. Kakakmu lohh yang usahain ini, untung aja mereka bisa."

Kathrin berdecak menatap kakaknya sengit. "Lain kali gak usah repot-repot, aku juga punya kesibukan," ujar Kathrin menatap malas mamanya.

"Gak penting tahu gak lo begini, gak usah lancang bikin mereka ngide mau nikahin gue sama itu laki gak guna," bisik Kathrin yang semakin menginjakkan kakinya, tidak mau mempedulikan ekspresi kakaknya yang sudah sangat kesakitan.

Sudah diduga olehnya, kalau yang begini pasti ujungnya dicecar juga. Kathrin ini gak pernah mau tau kehidupan laki-laki, apa lagi yang sok ngide nemuin mama papanya dan SKSD banget sampe bawa orang tuanya juga. Lagian, mereka ini baru ngobrol tiga kali? Baru ketemu berdua doang juga karena waktu itu maksa nganter Kathrin?

Sekarang, sebutin alasan kenapa Kathrin gak bisa nonjok muka songong laki di depannya.

"Selesai makan, katanya nak Leo mau ngajak kamu jalan sebentar. Kamu gak ada kerjaan ya-"

"Kerja. Namanya kerja ya penting. Aku gak mau buang-buang waktu buat sekedar jalan-jalan atau makan yang gak bikin kerjaanku beres atau digit saldoku nambah. Kalau mau jalan-jalan, sama Bang Tera aja. Dokter pengangguran ini suka banget jalan-jalan soalnya," Kathrin tegas menunjuk kakaknya yang berada di sebelah.

Mati-matian Kathrin tahan untuk tidak mengumpat sepanjang makan malam dengan alasan klasik ini. Kalo aja bukan karena mau jaga image, Kathrin bisa aja nyeret kakaknya keluar dan ngumpat langsung di depan mukanya.

Beberapa menit ke depan, rasanya selera makan Kathrin langsung sirna. Tanpa alasan dirinya menelepon dan hanya mengucap kata, "Jemput," lalu segera mengetikkan sesuatu di layar gawai miliknya.

"Aku bisa anter 'kok, Rin," ucap lelaki di hadapannya.

Tapi senyum datar Kathrin sudah terlanjur muncul. Tanpa mau basa-basi dirinya berdecak pelan dan menatap kesal kakaknya. Seolah berkata, "Semua gara-gara lo! Awas kalo ketemu lagi gue cekek!"

"Gak usah, masih sanggup pulang sendiri 'kok. Anterin Bang Tera aja juga boleh, kasihan dia jomblo."

"Rinjana pamit duluan, semuanya. Silakan dilanjutkan makan malamnya. Pesan Rin, jangan kebanyakan maksa, takut keselek."

Menyambar tasnya dan menjambak 'Bang Tera' atau kakaknya dengan puas, Kathrin segera keluar ruangan tanpa peduli tatapan marah mamanya. Pun papanya yang hanya menghela nafas tanpa berani menyela tindakan putri bungsunya.

Kathrin sendiri duduk di kursi panjang depan resto guna menunggu perempuan lebih muda darinya yang sudah dihubungi tadi. Berniat meminta jemputan untuk menghindari manusia-manusia kelewat sok akrab di dalam sana.

Almahira Yasmin, iya, Alma.

Dirinya membukakan pintu untuk Kathrin yang segera masuk tanpa bicara lebih dulu. Nanti saja. Nanti, tunggu mereka sampai di rumah Kathrin saja. Tunggu Kathrin tenang dengan emosinya dan Alma mengerti akan hal itu.

Srikandi Love-line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang