Ditutup

263 42 4
                                    

"Kamu berangkat kerja kisaran jam berapa, Kak?"

SUARA Alma dari arah dapur membuat Kathrin yang sibuk menyiapkan materi kini menoleh.

Kekasihnya juga menyibukkan diri untuk menata toast yang baru selesai dipanggang sewaktu dirinya mandi tadi. Kesibukannya menjadikan dirinya sendiri sedikit menurun urusan dapur. Jadi, mau tak mau ya Alma yang ambil alih.

Hubungan mereka sudah berjalan dua tahun. Cukup untuk dibilang sama sekali tidak berjarak. Semenjak Alma memasuki dunia perkuliahan yang walau sibuk tak karuan tapi tetap menyempatkan, Kathrin pun juga semakin tidak mampu sedekar berjauhan selama beberapa saat, di luar jam kerja.

Apa lagi Papanya Alma yang membuka lebar akses Kathrin di rumahnya. Sungguh beruntung walau sempat ragu akan jalan dengan lama sesuai ekspektasinya.

Seperti Senin ini.

Pagi-pagi buta Alma jadi menyibukkan diri. Menyiapkan sarapan untuk dua terkasih di rumahnya. Papanya meminta mereka menginap dari hari Sabtu, karena kesepian katanya.

"Jam delapan, Sayang. Papa belum turun, ya?"

OK.

Atensinya sudah penuh untuk Alma karena bisa dibuktikan dari iPad yang sudah ditaruh sempurna ke dalam tas. "Thank you, Baby," ucapnya begitu menerima sepiring toast tersebut, jangan lupa segelas kopi seperti biasanya.

Tidak lama, Pak Wijaya alias papanya Alma ini turun. Sudah rapi dengan setelan kemeja seperti biasa.

Padahal yang marganya Wijaya tuh si Rumi. Tapi emang nama bokapnya Alma ini Wijaya Hatamri. Gak usah bingung sih..

"Udah pada rapi gini, mau ke KUA apa gimana?"

"Masih pagi, Pa.. Gak usah ngeledek," Alma berdecak pelan menanggapi seraya menyodorkan piring pada papanya. Sementara Kathrin hanya tertawa pelan dengan candaan Pak Wijaya walau sebenernya udah salting mampus.

Cuma ngebatin sambil nguat-nguatin diri sendiri soalnya udah selama itu pacarannya tapi tetep belum kebal. Lagi pun kalau bisa, Kathrin sama Alma udah bilang 'Amin' beribu kali dalam hati.

"Kalian apa gak mau bareng sama Papa aja? Dari pada capek nyetir sendiri," Pak Wijaya ngasih saran yang sebenernya menguntungkan karena jadi hemat waktu dan bensin.

Tapi mereka langsung gelengin kepala tanpa basa-basi bikin Pak Wijaya berdecak pelan.

"Emang niatnya mau pacaran ini mah.." Gumamnya, sengaja menyindir Kathrin dan Alma.

"Kapan-kapan, kalau gak minggu ini semisal Kathrin sama Alma libur aja kita jalan-jalan, Pa. 'Kan katanya mau ke zoo?" Tawar Kathrin mencoba bernegosiasi.

Lucu sih..

Yang mantunya malah lebih pengertian begini dari pada anaknya yang sekarang mencebik tipis.

"Udah lah berdua aja kita, Kak. Adek mah di rumah aja, emang dia gak sayang Papa," yailah pura-pura ngambek kayak anak TK kenapa sih, Pak?

"Padahal yang anaknya tuh GUE! Bisa-bisanya lo berdua, ya?"

Emang mau digimanain yang namanya bocah paling kecil, ya bakalan tetep kayak anak kecil. Kathrin sendiri mau gigit pipinya, tapi depan dia ada pawangnya. Pawang pusat lagi..

Dan dari mereka ada status, Pak Wijaya selalu manggil Kathrin 'Kakak' karena udah dianggep anak sendiri, bahkan gak mau beda-bedain antara Kathrin sama Alma. Semuanya fair. Kathrin itu anaknya, mantunya.

"Besok-besok ajalah, Pa, barengnya. Papa 'kan juga buru-buru, orang ini Senin. Lupa kalender apa gimana?" Ekspresi ngeledeknya Alma emang gak pernah gagal bikin orang kesel.

Srikandi Love-line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang