11 × 2 Tetangga Baru

12.2K 1K 101
                                    

        Pagi hari untuk pertama kali di perumahan Panorama, rumah baru kedua anak remaja yang masih terlelap di tempat tidur mereka masing-masing sementara kuliah mulai masuk hari Senin, masih ada 2 hari untuk bersantai sebelum dibantai oleh tugas-tugas.

         Terbangun saat jam alarm-nya berbunyi, gadis itu mengucek matanya lalu menguap. Masih mengumpulkan kesadarannya setelah semalaman harus beberes.

         Rumah baru, suasana baru, lingkungan baru, dan pastinya teman-teman baru. Lavanya seperti kembali saat dirinya ngekost di Jakarta, memulai kehidupan baru di Jogja. Bedanya kali ini dia tidak memulai sendiri, ada tetangga sebelah rumahnya yang akan siap menemani Lavanya sampai mereka mendapat gelar impian masing-masing.
   
        Lemparan tomat utuh berhasil mengenai pintu balkon kamar Nero hingga tidur cowok itu terganggu. Matanya mulai terbuka, tak lupa mendengus kesal.

        Dengan muka bantalnya, Nero berdiri seraya memeluk guling. Cowok itu membuka pintu balkon rumahnya, siap mengeluarkan sekuat tenaga teriakannya. "LAVANYA MASIH PAGI!"

        Lavanya dengan rambut singanya itu menjulurkan lidah meledek. "BODO AMAT. Bangun kebo, ayo kita keliling komplek."

        Nero menggeleng. "Gak mau, masih ngantuk. Mau bobo lagi."

        Dengan tomat di tangan kanannya, siap akan terbang ke balkon Nero, berhasil menakuti cowok itu. "Lo tidur lagi, gue lemparin 1 kilo tomat yang udah dibeliin Mama gue kemarin."

        "Iya-iyaa." Nero pasrah, lihat? Baru satu hari menjadi tetangga, Lavanya sudah begini. Kebayang 3 hari 1 Minggu, mungkin Nero harus menyiapkan rumah baru.

        "Perlu mandi gak?" tanya Nero. Dari balkon, Lavanya menggeleng. "Gak usah ah males, gue mau nyari bubur. Laperrr."

        "Oke."

        Hanya mencuci muka, Nero mengeluarkan sepeda miliknya yang dia bawa ke Jogja. Kendaraannya belum sampai, orang suruhan Ayah akan membawanya ke sini nanti. Jadi dia hanya punya sepeda, setidaknya bisa untuk membeli makan di jarak yang lumayan jauh daripada harus jalan kaki.

       Sama halnya dengan Lavanya, gadis itu juga membawa sepedanya yang di Semarang. Alhasil mereka berdua bersepeda mengelilingi komplek perumahan baru.

        "Ayo balap, yang sampai duluan ke penjual bubur depan komplek bebas makan sepuasnya," kata Lavanya yang langsung disanggupi Nero

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

        "Ayo balap, yang sampai duluan ke penjual bubur depan komplek bebas makan sepuasnya," kata Lavanya yang langsung disanggupi Nero.

       Lavanya dengan tenaga dalamnya itu mengayuh penuh sepada miliknya sampai nafasnya terengah-engah hingga lajunya mulai pelan. Tawa Nero meledak, gadis seperti Lavanya sekali sepedaan udah kayak orang asma.

       "Hahahaha. Cape? Makanya gak usah sok ngajak taruhan."

       Lavanya mendengus. "Ishhh, gak enak pake sepeda."

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang