"Sayang," panggil Nero yang baru saja mengenakan kaos selesai mandi. Melihat Lavanya tengah duduk sendirian di halaman belakang rumah memandang gemercik air kolam renang.
"Jangan bikin gue salting pagi-pagi deh," kata Lavanya mencoba menyembunyikan pipi memerahnya.Nero tertawa pelan. "Loh kenapa? Wajar gue panggil sayang, kan kalau orang pacaran begitu."
"Ya aneh aja cok, dulu kan kita teman, terus jadi pacar dan manggil sayang tuh masih asing buat gue. Merinding dikit."
"Tai, merinding dikira gue setan," umpat Nero, dia ikut bergabung duduk di samping Lavanya. "Ngapain sih, di sini? Mau berenang?"
"Gak mau, orang cuman mau liatin aja. Bagus soalnya rumah lo."
"Ya jelas, rumah orang kaya."
"Sombong banget tai, gue juga orang kaya," balas Lavanya tak mau kalah.
Ternyata hubungan hampir 2 bulan tidak merubah apapun di antara mereka. Keduanya sama-sama merasa nyaman menjalankan hubungan seperti ini, tidak alay, tidak berlebihan, dan pastinya lebih asik.
"Aresh mau berenangg." Cowok itu berlari dengan celana pendek tanpa pakaian atas, langsung masuk ke kolam tanpa aba-aba.
Bahkan, di saat Lavanya yang menjalankan hubungan dengan Nero, Aresh lebih menganggap keluarga Nero seperti keluarganya, dia sudah sedekat itu karena memang anaknya mudah berbaur. Masalah semalam pun, hampir saja Drake mengusirnya. Namun dipuji ganteng oleh Aresh, luluh lagi. Malamnya, mereka berdua malahan mabar ML.
"Bang Nero sini, renang sama Aresh!" ajak Aresh.
Nero hanya menggeleng di samping Lavanya. "Kamu aja Resh, Abang baru mandi tadi. Masa basah lagi."
"Ah gak asik Bang, bilang aja gak bisa berenang kan." Aresh memancing.
Nero mendengus kesal dibuatnya. "Oke, kita balap."
"Lo seriusan mau berenang?" tanya Lavanya saat Nero melepas pakaian atas memperlihatkan perut sixpack nya berhasil membuat Lavanya salah fokus.
"Iya, lo mau ikut, gak?"
Bukannya menjawab, Lavanya melongo menatap perut itu tanpa hendak mengalihkan pandangannya. Nero tersenyum geli, cowok itu menunduk, lalu meniup wajah Lavanya hingga tersadar.
"Kenapa sayang? Terpesona, hm?" Nero tersenyum menggoda dengan alis kanan terangkat.
Tersadar dengan kenikmatannya, Lavanya segera mengalihkan pandangan, memejamkan mata dengan bibir bawah dia gigit menahan malu. Mampus, malu setengah mati dirinya.
Gemas, Nero mendekatkan wajahnya lalu mengacak rambut Lavanya. "Kalo terpesona bilang aja, lagian ini bakalan jadi milik lo sepenuhnya kok. Tenang aja."
"Apaan sih, kepedean. Mata gue gak sengaja aja ngelihat ke arah perut lo, biasa aja tuh."
"Ah, yakin? Sampe melotot gitu." Nero mengacak rambutnya sendiri. "Gue tau gue cakep, tenang aja Lavanya, cowok cakep ini udah jadi milik lo sekarang. Gak perlu khawatir."
Sejauh ini Nero adalah cowok paling PD yang pernah Lavanya kenali. Makanya dia sangat jarang memuji cowok itu, belum dipuji saja ke-PD-annya sudah overdosis, apalagi kalau dia kagumi.
"Yaudah, cowok cakep ini mau berenang dulu ya. Dadah sayang."
"Nero bangke," umpat Lavanya salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERO LAVANYA [SELESAI]
Teen Fiction"Kalahin gue dulu di semester ini, gue turutin 1 permintaan kalau lo berhasil kalahin gue." Nero dan Lavanya adalah dua rival di sekolah, bersaing ketat untuk meraih peringkat 1. Nero yang selalu unggul membuat Lavanya bertekad mengejarnya, dan pert...