07. Mau Kan?

49 21 58
                                    

Setelah tugas kelompok dari sang guru selesai dikerjakan, Bagas dan Cakra pamit pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah tugas kelompok dari sang guru selesai dikerjakan, Bagas dan Cakra pamit pulang. Senja akan diantar oleh Saga seperti kesepakan sebelumnya, ah lebih tepatnya Saga yang memaksa Senja. Laki-laki itu tak akan membiarkan Senja menolak tawarannya. Ia tak ingin membiarkan Senja pulang sendiri apalagi langit sudah gelap sepenuhnya.

Saga tidak menduga kalau kerja kelompok hari ini akan menyita cukup banyak waktu. Bukan karena tugas yang sulit namun karena Bagas dan Cakra sering bercanda. Alhasil tugas baru selesai sebelum adzan maghrib berkumandang. Ditambah saat tadi mereka berpamitan, Miranda menunda kepulangan mereka mengajak untuk beribadah bersama dulu.

Setelah menunaikan ibadah sholat Maghrib berjamaah, Miranda juga mengajak ketiga teman Saga untuk makan lebih dulu namun Bagas dan Cakra yang masih punya malu menolak ajakan itu. Dua manusia tadi sudah sangat membantu dalam membersihkan toples dan piring yang berisi camilan.

Di depan bangunan Panti Asuhan, dua anak manusia berdiri berhadapan sementara seorang pria berdiri tak jauh dari posisi mereka. Saga tengah menanti ajakan Senja untuk mampir sedangkan Senja ragu apakah harus mengajak laki-laki itu atau langsung pamit masuk ke dalam.

Rasanya tak enak jika membiarkan Saga pulang begitu saja sementara Miranda sangat baik terhadap dirinya. Senja hanya masih takut jika Saga akan mendapat sial meski rumor itu sudah Saga patahkan dan ia sampai sekarang masih baik-baik saja.

"Senja? Kamu pulang sama siapa?" Dalam kebingungan Senja, Fatma yang dari dalam melihat mobil berhenti di depan panti menghampiri.

Saga tersenyum ramah menyapa Fatma. "Sore, Bu. Saya Saga, temannya Senja," ucapnya memperkenalkan diri. Ia juga mencium tangan Fatma.

Fatma membalas dengan senyum tipis namun tak lama ia teringat sesuatu. Nama yang laki-laki itu sebutkan seperti tak asing. "Saga? Kamu ini anaknya Pak Dewa?" tebaknya.

"Ibu kok tau?" balas Saga balik bertanya.

"Pak Dewa donatur di Panti ini. Pernah sesekali beliau datang untuk melihat apa saja yang perlu dibenahi di Panti ini. Beliau juga pernah menyebut nama nak Saga sebagai anaknya," jelas Fatma.

Dalam hati Saga berdoa semoga yang disampaikan sang ayah adalah hal yang baik-baik saja.

"Melihat anak-anak di sini, Pak Dewa jadi ingat masa kecil putranya. Kata Pak Dewa anak beliau juga pintar," ucap Fatma membuat Saga tersenyum lega.

"Pintar menipu orang tuanya tapi," kekeh Fatma melanjutkan perkataannya.

Saga mendatarkan wajahnya. Apa semua orang tua seperti sang ayah? Membuka aib masa kecil anaknya sendiri.

Dulu di usianya yang baru lima tahun, ketika Saga sakit, Miranda hendak menyuapkan sesendok obat ke mulut Saga namun putranya itu menahan tangan Miranda. Saga kecil mengatakan kalau ia mau menyuapkan sendiri obat itu ke mulutnya.

Miranda tak menaruh curiga. Ia justru senang karena berpikir anaknya lain daripada yang lain, di mana biasanya anak kecil paling sulit minum obat, maka Saga dengan sukarela menawarkan diri.

Senja dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang