BAB 19 : Keluarga baru, Arkanza✧⁠*⁠。

84 11 2
                                    

Suasana hati terganggu masalah yang di alami, begitukan? Setiap manusia pasti akan merasakan tidak enaknya hidup dengan jutaan warna masalah.

Cahaya terang lilin akan kembali padam jika lilin yang kau letakkan terhembus oleh angin, sama halnya dengan kehidupan, hidup yang tenang akan kembali resah seiring jarum jam berjalan.

Pagi ini setelah berpamitan kepada suami. Irham. Zaira memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman yang tak jauh darinya, pagi ini juga Irham harus kembali ke pesantren untuk mengajar anak didiknya.

Sebenarnya cukup melelahkan berjalan kesana-kesini dari rumah ke pesantren untuk mengajar namun apa boleh buat ini sudah keputusannya, setiap keputusan pasti ada frekuensinya sendiri bukan begitu?

"Bahkan setelah malam berlalu nantinya akan ada malam yang baru," celetuknya. Ntah apa maksud gadis itu.

Zaira memutuskan untuk berjalan menelusuri taman tersebut. Tidak sedikit yang datang untuk menikmati matahari pagi di tambah angin sepoi-sepoi yang menenangkan pikiran, banyak juga pedagang kaki lima di sekitaran tempat, pagi ini cukup ramai karena hari minggu akan banyak orang yang akan melakukan lari pagi di sekitar taman.

Langkah gadis itu terhenti begitupun pandangannya menatap lurus, alisnya berkerut, ada banyak tanda tanya di benaknya. Tanpa berlama-lama gadis itupun memutuskan untuk menghampirinya.

"Dek?" panggil Zaira.

Hening. Tak ada respon apapun dari seorang yang sedang di panggilnya.

Zaira terdiam sejenak menatap anak laki-laki yang kini tengah berada di depannya. Tatapan anak laki-laki itu tertuju kearah danau yang tak jauh dari sisi taman itu, tubuhnya yang kotor, badannya yang kurus serta bajunya yang terlihat tidak layak di pakai membuat hati kecil seorang ibu keluar darinya.

"Dek?" panggil Zaira untuk yang kesekian kalinya.

Rasa iba muncul dari hati kecilnya, bagaimana tidak? anak ini tak jauh seperti gelandangan, ntah apa yang membuatnya menjadi seperti ini.

"Apa yang kau lihat?" tanya Zaira. Anak laki-laki itu tak menjawab namun hanya menatap Zaira lalu menunjuk ke arah danau, pandangan Zaira ikut tertuju mengikuti arah tunjuk anak itu.

"Danau? ada apa dengan danau?"

"Ada luka, tante," jawabnya lirih.

"Luka? kamu habis jatuh dari sana?" tanya Zaira. Anak itu mengangguk.

"Baiklah, apa ada yang luka? sini biar tante obatin."

Anak itu hanya diam dan menatap Zaira.

"Ada apa? ohh, atau mau tante anterin pulang? takutnya nanti orang tuamu nyariin. Lihat dirimu, habis jatuh jadi kotor semua," ucap Zaira.

Anak itu menggelengkan kepalanya. "Saya tidak punya rumah," jawabnya.

"Tidak punya rumah?" anak itu mengangguk.

"Keluargamu?"

Anak laki-laki itu menggeleng. "Tidak ada."

"Namamu?" tak ada jawaban lain selain gelengan kepala.

"Emm.... Baiklah, bagaimana jika kamu tinggal bersama Tante, Mau?"

Anak itu menatap Zaira dengan tatapan yang sulit di artikan. Seperti ada sebuah luka dan rahasia yang mendalam didalam hati anak itu.

"Baiklah, Tante anggap diammu sebagai jawaban iya," putus Zaira.

Zaira menggenggam tangan kecil anak laki-laki itu yang perkiraan berusia 7tahun namun ketika hendak melangkah, langkah kakinya terhenti saat mendengar suara seseorang menghentikannya.

Sajadah Cinta | On GoingWhere stories live. Discover now