03. TDP - They Meet

341 49 15
                                    

semoga masih ada yang nunggu. 

happy reading. 

____________

Chicago Hospital

Pada jam tujuh malam, wanita berusia 25 tahun berdarah campuran Jepang-Eropa itu, terlihat sangat serius. Sebagai asisten forensik, dengan cermat, ia mulai mengambil sampel jaringan yang tersisa di tubuh mayat dan mencari petunjuk untuk mengungkap penyebab kematian. Meski proses ini rumit, Eliza paham bahwa setiap detil bisa menjadi kunci penting dalam investigasi.

Lampu neon putih di atas kepala menyinari mayat di hadapannya, membuat setiap luka bakar dan kerusakan di tubuhnya semakin jelas terlihat.

"Cepat, bereskan semuanya. Apa kau sudah memeriksa luka bakarnya?" Suara Dokter forensik senior terdengar berat dan dingin, menggema di ruang otopsi yang sunyi.

 Apa kau sudah memeriksa luka bakarnya?" Suara Dokter forensik senior terdengar berat dan dingin, menggema di ruang otopsi yang sunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eliza, tetap fokus pada mayat yang terbaring di hadapannya, ia menjawab singkat, "Saya sedang memeriksanya, Dokter. Berkasnya akan segera saya serahkan."

Matanya tidak bisa lepas dari tubuh yang rusak di depannya. Kulit mayat itu terbakar parah, tulang-tulang yang remuk dan patah tampak menonjol di bawah daging yang hangus.

Dengan hati-hati, ia menggunakan pinset untuk mengumpulkan sampel jaringan yang tersisa, mencatat setiap detil luka dengan teliti.

Eliza menghembuskan napas panjang, sambil menyeka kening. Dia melambai pada dua rekannya yang mulai beres-beres.

Pekerjaannya selesai. Namun, seperti kebiasaannya sebelum pulang, dia selalu duduk sejenak di luar ruang otopsi.

"Maaf, dengan nona Eliza, asisten dokter forensik?" seorang pria dalam balutan seragam pengantar makanan, bertanya dengan sopan.

"Ya, saya orangnya. Ada apa?" Eliza menyaut penuh pertanyaan.

Dia tersenyum tipis, seraya menyodorkan kantong kertas. "Makanan ini sudah dibayar oleh pemesan."

Eliza mengernyit bingung. "Aku tak memesan apa pun. Mungkin kau salah orang?" jawabnya pendek, sambil berpikir keras siapa kira-kira yang membeli makanan ini.

Jika dulu, Max sering memberinya kejutan seperti ini. Tapi, sekarang itu tak mungkin terjadi.

Lalu siapa yang melakukannya?

Pria itu hanya tersenyum. "Saya hanya mengantarnya saja. Orang itu memberitahu, biasanya Anda makan sekitaran jam tujuh malam. Permisi, nona."

Eliza meraih kantong itu dengan ragu.

Jantung Eliza berdegup tak menentu, nyaris melompat dari dada. Tangannya gemetar saat menyentuh bunga itu, jari-jarinya hampir tidak bisa bergerak.

Saat ia mengambil bunga itu, secarik kertas kecil muncul di bawahnya. Udara di sekitarnya seolah menghilang dan matanya terpaku pada lima kata yang tertulis rapi.

The Devilish PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang