18. sebuah hadiah

5.4K 815 592
                                    

Saat Zulaikha mengejar cinta Yusuf, makin jauh Yusuf darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Zulaikha mengejar cinta Yusuf, makin jauh Yusuf darinya. Tapi saat Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf untuknya.

Dari kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha, kita paham bahwa kejar dulu penciptanya baru ciptaannya.

“Begitulah nasihat Ustadz Abraham,” gumam Nisa, mengingat kalimat yang seakan menjadi obat bagi hatinya. Sejak itu, ia lebih memilih menyibukkan diri dengan menghafal Al-Qur’an dibandingkan menulis surat untuk Arsya seperti dulu.

Teman-teman seasramanya bahkan takjub melihat perubahan ini.

“Pantas saja Ustadzah Luna memilih hidup sederhana bersama Ustadz Abraham daripada tinggal di rumah orang tuanya yang bergelimang harta. Ternyata suaminya hebat juga, bisa menyembuhkan orang yang sedang sakit cinta,” ujar Nina kepada Eva.

Mereka melirik ke arah Nisa yang sedang duduk di sudut ruangan dengan Al-Qur’an terbuka di pangkuannya.

“Lihat tuh, fokus banget dia,” Eva berbisik.

Setelah Nisa menutup Al-Qur’an, barulah Nina dan Eva mendekatinya.

“Nisa!” panggil Nina.

Nisa menoleh dan tersenyum tipis. “Iya, ada apa?”

“Kamu baru selesai murojaah ya?” tanya Eva.

“Iya. Sebentar lagi kan mau wisuda tahfidz. Saya ngejar target 15 juz,” jawab Nisa dengan tenang.

“Oh, ngomong-ngomong soal wisuda, tadi saya lihat ada poster beasiswa dari universitasnya Gus Iksan,” Nina menyelipkan informasi itu dengan semangat.

“Saya juga baca! Kalau kita punya sertifikat tahfidz minimal 15 juz, bisa langsung diterima tanpa tes.”

“Lima bulan lagi, ya?"

"Cukuplah itu kita kerjar,” ujar Nina penuh optimisme.

Eva mengangguk setuju. “Gimana, Nis? Kita kejar bareng?”

Namun, Nisa hanya tersenyum samar. “Nggak tahu, Na, Va. Saya lihat keadaan dulu. Sebenarnya, setelah lulus saya pengen cari kerja dulu, bantu ibu dan bapak.”

Eva menyentuh bahu Nisa dengan lembut. “Nggak apa-apa, Nis, Kamu pikirkan baik-baik, ya. Masih ada waktu untuk diskusi dengan orang tua.”

“Iya,” Nina menambahkan. “Berharap banget kita tetap bisa bareng kuliah nanti.”

Nisa hanya mengangguk pelan, tapi matanya menyiratkan banyak hal yang dipikirkannya.

*****

Setelah makan siang, Nisa memutuskan pergi ke taman. Di sana, ia duduk di kursi taman seorang diri. Ia memilih murojaah di tempat ini agar tidak ada yang mengganggu konsentrasinya.

Saat ia benar-benar fokus pada hafalannya, tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya dan langsung membenarkan bacaannya yang salah.

Nisa terkejut. “Loh, Ning?” serunya, menatap orang itu.

Cinta di langit ArsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang