"North, susul mereka sekarang juga!"
Terdengar begitu jelas. Mata North berlari ke arah hutan bersama badannya yang berbalik cepat. Ia mulai berlari, tangannya dikibas ke depan, membuat serpihan es membungkus tanah dengan tukikan tajam. Tanpa alas kaki, seperti biasa, ia meluncur bersama gerakan tegas dan mulusnya. Mata peraknya memandang lurus, fokus, seperti peluru yang siap ditembakkan.
Demian menggenggam erat ujung pembatas kapal, berharap North membawa rekan-rekannya tepat waktu. Saat ia akan kembali menjaga Arienne, suara denyit asing membawa Demian pada titik kewaspadaan yang tinggi. Bangsawan itu melirik sekitar dengan tegang, tetapi berusaha untuk tenang.
"Apa kau mau memberiku tumpangan, Tuan?" Suaranya terdengar sopan, namun menjebak.
Laki-laki itu kemudian berbalik dengan senyum gentir. "Sayang sekali, kami tidak menerima penumpang."
Sosok wanita berparas cantik dengan pakaian yang sebagian membentuk lekuk tubuh seksinya, berdiri sembari menatap Demian dengan tatapan seduktifnya. "Laki-laki tampan dan gadis muda yang cantik," ucapnya berseri-seri, menahan liur yang hendak menetes dari bibirnya; ia kelaparan.
Bulir rasa cemas Demian menetes secara perlahan. Sial, bagaimana Demian melupakan bahwa pulau ini dihuni oleh yang bukan manusia.
***
Pierre tertawa, menahan paniknya mentah-mentah ketika minotaur dengan otot tebal raksasa itu mengamuk di hadapan mereka. Juward menarik Jake yang hampir menjadi gumpalan daging tak berarti. "Jangan bengong!" tegurnya pada si Bandit.
Yang mengherankan adalah minotaur itu mulai menyerang secara tidak terkendali. Ia membentur kepalanya sendiri ke dinding bukit, tanah, dan pohon. Aungannya menggelegar, langkah kakinya menggoyahkan tanah. Jake mengernyit, mencari waktu yang tepat untuk melarikan diri. Ia menunduk hati-hati, memperhatikan pola gerakan agresif makhluk itu. Lalu ia mendapat penglihatan. "Itu dia, ayo kita pergi dari sini , Ju! Pierre, ikuti kami!"
Namun, instruksi Jake tak didengar. Pierre berdiri melihat minotaur menghancurkan sekitarnya. Matanya menyipit penuh selidik, tahu-tahu melebar penuh keterkejutan. "The fuck? Carsein? SEIN?" serunya memastikan.
Jake dan Juward sama-sama menyatukan kedua alis mereka. "Carsein?"
Barulah ledakan sihir menjadi jawabannya. Carsein terlempar hingga tubuhnya merapat pada dinding bukit. Giginya menggertak geram, ia meludah ke samping dimana cairan amis mengganggu indra pengecapnya. Kening Carsein meneteskan kentalnya darah, ia kembali bangkit menyapu darah di bawah hidungnya.
"Teman-teman! Jangan sampai ia melarikan diri!" teriaknya tiba-tiba, tanpa menjelaskan apa-apa. Jake kebingungan. "Carsein, dengar, kita tidak punya waktu untuk bermain-main!"
Rambut merah mudanya yang tercemar tanah berubah menjadi putih pudar. Mata bak berlian ungu itu menyala tajam. "Apa aku terlihat sedang bermain-main? Lihat di dalam gigi makhluk itu, Bunga Rioles tertanam di sana! Pantas saja susah ditemukan!" kesalnya, ia berjalan marah dengan tangan yang berancang-ancang mengeluarkan sihir dalam jumlah besar.
Gelak tawa membuncah. "Jadi, kita hanya perlu mengalahkan minotaur ini dan pergi?" Pierre menyeringai senang, mengetahui Carsein tidak dalam bahaya, dan keempatnya kembali berkumpul bersama. Empat lawan satu? Itu menambah kepercayaan dirinya. Ia memutar tongkat airnya begitu cepat sembari ia berlari melompat.
Insting binatangnya menyala, minotaur melesatkan kepalan tinju ke arah Pierre yang berada lebih dekat dengannya. Pemuda itu memukul tongkat yang ia pegang hingga membuat tekanan air membuncah, ia jadi melompat lebih tinggi dengan gerakan memutar. Ketika kakinya mendarat di tangan monster, Pierre segera berlari sambil menarik tangannya ke belakang. Mata sebiru lautnya berkilat tajam. Ia melemparkan tongkat putih dengan tekanan air yang tinggi.

YOU ARE READING
SCYLLA'S WAY
Fantasy[Telah diterbitkan] Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...