AUTHOR POV
Malam itu, angin semilir masuk melalui jendela rumah kecil mereka, membawa kesejukan yang nyaman.
Di dalam, Irene duduk bersila di atas karpet ruang tengah dengan sebuah mushaf kecil terbuka di pangkuannya.
Dahinya sedikit mengernyit, bibir mungilnya bergerak pelan, berusaha merangkai bacaan yang ada di hadapannya.
Di sampingnya, Fergi duduk dengan santai, bersandar pada sofa sambil memperhatikannya dengan tatapan lembut.
"Mas... ini bacaannya gimana?" Irene mendongak, menunjukkan ayat yang sedang ia baca.
Suaranya terdengar polos, seolah takut salah.
Fergi tersenyum, lalu mendekatkan diri ke arahnya. "Coba dulu, sayang. Aku mau dengar."
Irene menghela nafas, lalu mulai membaca dengan nada pelan.
"Bismillahirrahmanirrahim... Alhamdulillah... eeh, Rabbil 'alamiin?" Ia melirik Fergi, memastikan apakah bacaannya benar atau tidak.
Fergi menahan tawa melihat ekspresi istrinya yang ragu-ragu. "Iya, bener, tapi coba ulang lagi, tarik suaranya pelan-pelan."
Irene menggigit bibir bawahnya, lalu kembali membaca. Kali ini, lebih lancar dari sebelumnya.
Setelah selesai, ia menatap Fergi dengan mata berbinar, seperti seorang anak kecil yang baru saja menyelesaikan tugas sulit.
"Mas, aku bener, kan?" tanyanya penuh harap.
Fergi mengusap puncak kepalanya dengan lembut. "Iya, sayang. Bagus banget. Aku bangga sama kamu."
Irene terkekeh kecil, lalu tanpa sadar bersandar di bahu Fergi. "Mas tuh kalau muji bikin aku malu," katanya sambil menyembunyikan wajahnya di lengan suaminya.
Fergi hanya tertawa kecil, menikmati momen manis ini. Namun, kebersamaan mereka terusik oleh suara langkah kecil yang berlari mendekat.
"Mama! Ayah!"
Zize, dengan piyama bergambar kelinci dan rambut acak-acakan, berlari kecil ke arah mereka. Tangan mungilnya membawa boneka beruang kesayangannya.
Irene segera membuka tangannya lebar-lebar. "Zize, sini, sayang ~"
Zize langsung meringkuk di pangkuan Irene, sementara tangannya terangkat ke arah Fergi. "Ayah, peluk Ze..."
Fergi terkekeh, lalu merangkul anaknya dengan lembut. "Kenapa belum tidur, sayang?"
Zize mengerucutkan bibirnya. "maw aayaa mmaa ~"
Fergi dan Irene saling bertukar pandang dan tersenyum penuh cinta. Fergi lalu menggendong Zize ke pangkuannya dan mulai membacakan surat pendek dengan suara lembut.
"Qul huwallahu ahad..."
Zize menatap ayahnya dengan mata berbinar, lalu berusaha mengikuti meski pelafalannya masih jauh dari sempurna.
"Huwa... walla... wahad..."
Irene menahan tawa, lalu mengecup kepala putri kecilnya. "MasyaAllah, Zize pinter banget," ujarnya penuh kebanggaan.
Namun, ketenangan malam berubah ketika Fergi bangkit untuk sholat Isya di masjid. Begitu Zize melihat ayahnya bersiap, wajahnya langsung berubah.
"Mas, tunggu... lihat ini," Irene berbisik sambil menunjuk ke arah Zize yang mulai berkaca-kaca.

YOU ARE READING
Dear, Fergi ✔️
FanfictionFergi Alvian- pemuda sederhana dengan keseharian nya sebagai guru TPA di salah satu tempat ibadah dan sangat menyayangi keluarga nya. Alisha Irene Adriella- perempuan yang selalu dekat dengan hingar bingar duniawi namun dia sendiri tak pernah merasa...