Story 1

83.2K 1.9K 34
                                    

Menjadi bagian dari hidupmu seperti mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata, sulit, dan sangat sulit.
Padahal kita dulu pernah dekat, sedekat nadi dan darah. Namun nyatanya, kita tak pernah menyatu.

Bersatu denganmu, seperti harapan yang tak pernah ada alurnya. Dan bodohnya, aku membiarkan harapan itu terus mengalir dikehidupan yang bahkan tidak ber-alur, tidak bertitik temu.

---

Gadis cantik itu sedang berlari membuat jilbab yang menutupi dada dan lengannya sesekali terurai karena angin pagi.
Rumi yakin, seragam yang sedari pagi tadi begitu rapi, setelah ini akan hilang predikatnya. Padahal Rumi ingin dihari pertamanya menjadi murid kelas 12, bisa berubah menjadi murid yang lebih patuh dengan aturan sekolah.

Ini semua karena tadi pagi dia telat bangun, dan parahnya, kakaknya tidak mau mengantarkannya sekolah, berdalih banyak tugas kuliah dan harus dikumpulkan hari ini, maka dengan teganya membiarkan adik satu-satunya itu berjalan sendirian menuju sekolahan, ya walaupun jarak rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh, tapi Rumi sangat yakin, dengan berjalan kaki dia tetap akan terlambat.

"Tega sekali sih kak Nada... Jahat."
Gerutunya dengan nafas yang tersendat.

Dilihatnya "Pak Karim" satpam sekolah yang super galak sudah hampir menutup gerbang.

"Paaak, tungguuu."

Sekejap satpam itu berhenti dan melihat kearah Rumi yang sekarang sudah berdiri didepannya dan mencoba merapikan bajunya.

"Rumi! Baru awal masuk, sudah telat."

Tuh tuh mulai galaknya.
Rumi hanya meringis dan mencoba triknya yang sejak dulu tidak pernah gagal, semoga saja sekarang tidak gagal juga.
Dengan wajah melasnya, Rumi selalu berhasil membuat siapapun kasihan terhadapnya. Semoga kali ini trik itu tetap manjur didepan pria yang entah sudah berapa kali dibohongi oleh cara gadis itu.

"Pak, toloong.. Saya tadi sudah berangkat lebih awal, tapi mobil kakak saya tiba-tiba mogok, dan saya pun disuruh untuk membantunya mendorong ke bengkel terdekat. Saya mohon, kali ini saja Pak."

Dan sekarang terbukti, Pak Karim merasa kasihan melihat ekspresi dari Rumi, dan membiarkan gadis itu masuk dengan mudah ke sekolah.

"Akhirnya, gue berhasil lagi."
Bisik gadis itu pada dirinya sendiri.

Seandainya ada casting ftv atau sinetron, sudah jadi artis dah tuh Rumi.

Lagian susah punya satpam sekolah segalak Pak Karim, tidak bisa diajak kompromi.
Seharusnya dia tidak harus galak hari ini, karena hari ini awal masuk sekolah, dan sudah pasti hanya untuk bayar daftar ulang dan cari kelas baru. Lagi pula  juga TU masih buka jam 9 nanti, lalu kenapa pintu gerbang ditutup jam 7? Menyebalkan.

Rumi berjalan kearah kantin menuju sekumpulan gadis dibangku paling pojok kantin. Ani, Ami dan Rara, mereka sahabat Rumi, dan sudah pasti mereka lebih dulu berangkatnya dari Rumi.

"Etdah, lo baru awal masuk udah telat."
Teriak Rara yang melihat Rumi dengan santai berjalan kearahnya. Sedangkan kedua sahabatnya yang masih asyik memakan makanan yang dipesannya, menoleh kearah Rumi dengan bersamaan.

"Gue udah dua kali denger kalimat itu,"
Ucap Rumi yang kini sudah mengambil alih duduk disamping Rara.
"Napa lo gak ikutan makan juga?"
Tanyanya yang melihat meja didepan Rara bersih.

"Diet!,"
Jawab Rara dengan ketus, sebenarnya dia begitu tergiur dengan kedua sahabatnya yang memang sengaja membuatnya tergoda.
"Lo tau, berat badan gue sekarang udah 55."

"Uwauuw.. Hebat juga lo dietnya."
Saut Ani yang juga ingin sekali turun berat badannya, tapi kalau sudah lihat makanan, prinsip awalnya untuk ngurusin badan berubah dan berdalih 'kalok ada rezeki, gak baik ditolak'.

Doa Dalam Diam (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang