5. Setelah Sepuluh Tahun [ Kumpulan Cerpen Santhy Agatha ]

22K 963 56
                                    

Mencintai cinta, dan airmata itu sendiri di sisi lain.

Mencintai Lintang bagaikan menelan pil bersalut gula yang mengandung 90 persen kebahagiaan, tetapi terselip 10 persen racun kepedihan di dalamnya. Dan Dina meskipun tahu bahwa dibalik kebahagiaan itu ada racun yang terserap tubuhnya perlahan-lahan dan menggerogoti jiwanya dengan kepedihan, tetap saja dengan sukarela menelan pil itu setiap ada kesempatan. Tidak peduli bahwa mungkin saja racun dalam pil itu mungkin akan mengendap dan mengendap dalam aliran jiwanya dan membunuhnya dari dalam, tanpa terasa.

Tuhanku....

Dina menatap kekosongan di depannya dan menarik napas panjang, rasa nyeri itu menyeruak makin dalam, menghimpit dadanya, membuatnya sesak nafas,

Tuhanku... Betapa aku mencintainya.. 

Nah, dia sudah berhasil mengakuinya, tapi pengakuan itu tidak membuatnya lega sama sekali, malahan semakin menghimpit perasaannya, 

Kenapa cinta yang Kau berikan padaku ini terasa begitu pedih? Mencintainya, mencintai cinta yang bagai dua sisi mata uang yang bertolak belakang : cinta itu sendiri di sisi depan, dan airmata di sisi belakang yang tersembunyi. 

Mencintai cinta, dan disisi lain, mencintai air mata pula.

Tetapi bukankah keputusan ini sudah dia ambil masak-masak? Bukankah semua konsekuensi sudah dia pertimbangkan sebelumnya? Mencintai Lintang sama saja menyerahkan hatinya untuk dipatahkan, dihancurkan berkeping-keping dengan sukarela. Dan bahkan dia melakukannya dengan kesadaran penuh, menyerahkan hatinya untuk dihancurkan berkeping-keping.

Lintang, yang sudah tidak sendiri lagi. Lintang yang sudah menjadi milik orang lain. Dan Dina dengan rela membiarkan hatinya dimiliki Lintang sepenuhnya, tanpa menuntut Lintang untuk memberikan seluruh hatinya kepadanya.

Dia sudah mengambil keputusan bukan? Menjadi wanita nomor dua Lintang, wanita yang tidak bisa diakui, dan tidak bisa mengakui Lintang. Merelakan posisinya tersembunyi sedemikian rupa. Tidak apa-apa, katanya pada dirinya sendiri waktu itu. Aku rela, asalkan aku boleh mencintai Lintang dan bisa mereguk cinta dari Lintang.

Tapi ternyata tidak semudah itu. Hatinya selalu terasa nyeri, bahkan saat dia bersama Lintang, dalam pelukannya. Dia merasa sebagai wanita yang rendah, merenggut lelaki yang seharusnya menjadi hak milik perempuan lain.

Dosakah dia melakukan ini? Bahkan dengan mengatas namakan cintapun, tidak akan pernah ada manusia yang bisa mengerti. Mereka akan memandang hina dirinya, merendahkannya. Dibelahan manapun di dunia ini, wanita seperti Dina, seorang selingkuhan, wanita simpanan, perebut kasih sayang laki-laki yang seharusnya menjadi milik pasangannya yang sah, selalu dipandang sebagai pihak yang salah, pihak yang hina, pihak perusak yang tidak seharusnya ada.

Mereka semua kadang tidak paham, bahwa wanita seperti itu terkadang melakukannya karena cinta yang begitu mendalam yang tak tertahankan.

"Aku mencintaimu Dina, tubuhku boleh menjadi miliknya, tapi hatiku milikmu", kata Lintang di suatu malam, dalam pertemuan-pertemuan rahasia mereka yang penuh cinta.

Dan Dina tidak bisa menjawab. Memiliki tubuh atau hati seseorang. Kenapa Tuhan begitu kejam membuatnya memilih? Tidak bisakah dia memiliki kedua-duanya? Seringkali pertanyaan itu terjerit dalam hatinya, ingin diteriakkan entah kepada siapa. Tetapi kemudian selalu tertahan di bibir, menjadi gumpalan-gumpalan berat yang menyesakkan dadanya, semakin menahan napasnya, menyakitinya.

Dan Dina selalu menanggung semuanya seorang diri, tidak pernah membiarkan Lintang tahu apa yang berkecamuk di dadanya, Oh Lintang, Lintangnya, satu-satunya lelaki yang dicintainya, satu-satunya lelaki yang mampu membuat Dina menyerahkan hatinya dengan sepenuhnya, tenggelam sedalam-dalamnya ke kubangan cinta tanpa peduli akan sakit yang menusuknya tiap dia menyerahkan diri.

Kumpulan Cerpen Santhy AgathaWhere stories live. Discover now