Part 22

1.2K 184 5
                                    

Ucapan Zayn tentang pernikahan mereka sangat mengganggu Taylor. Semalaman Taylor tidak bisa tidur, memmikirkan semuanya. Taylor senang bisa menikah dan mungkin, membangun keluarga kecil bersama Zayn tapi, ada sesuatu yang mengganjal hati serta pikiran Taylor akhir-akhir ini.

Seharusnya, Zayn berada di Chesire selama seminggu tapi, semalam dia mendapat panggilan penting yang mengharuskannya kembali ke London pagi harinya. Jadi, disinilah Taylor sekarang. Baru saja sampai di depan sebuah supermarket, untuk berbelanja keperluannya. Hanya sendiri.

Taylor melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam supermarket. Penampilannya, sederhana seperti biasa. Taylor hanya mengenakan kaus lengan panjang bertuliskan 'NYC' dengan celana jeans panjang yang membentuk kaki jenjangnya. Rambutnya dia kuncir berantakan, seperti biasa. Hanya saja, ada kantung mata yang terlihat sangat jelas.

Taylor mengambil keranjang dan langsung menuju ke rak bagian perlengkapan yang akan dia beli. Taylor mengambil cepat shampoo, sabun, dan segala keperluan untuk penampilannya ke dalam keranjang. Setelah itu, Taylor langsung berjalan menuju ke rak yang menjual makanan, lebih tepatnya roti.

Nafas Taylor tertahan saat sampai di rak tersebut. Matanya menatap ke arah roti tawar dan langsung memasukkan ke keranjang. Setelah itu, mata Taylor beralih ke arah selai. Senyuman tipis muncul di bibirnya, sebelum meraih selai kacang. Belum sempat memasukkan selai tersebut ke keranjang, sebuah suara membuat jantung Taylor nyaris berhenti berdetak.

"Kupikir, kau tidak suka selai kacang."

Taylor menoleh dan mendapati pria berambut cokelat keriting berantakan yang juga mengambil selai kacang dengan merek yang sama, seperti yang Taylor ambil.

Harry meletakkan selai kacangnya ke troli yang dia bawa. Di dalam troli itu, tampak sudah banyak perlengkapan beserta makanan yang dicampur aduk olehnya. Seorang Harry Styles berbelanja? Yang benar saja.

"Kau tahu, di London, aku tak bisa ke luar sembarangan. Di sana banyak paparazzi yang sangat mengganggu. Makanya, aku berbelanja di Chesire, sebelum kembali ke London." Harry seakan bisa membaca pikiran Taylor. Taylor tersenyum tipis. "Jadi, kau akan berangkat lagi ke London?"

Harry menoleh dan mengangguk. "Besok."

"Well, selamat kembali bekerja kalau begitu," Taylor berkata canggung. Harry tersenyum tipis dan mengangguk.

"Selamat berlibur juga untukmu. Sebulan, sebelum kembali mulai bekerja. Dari dulu, aku selalu berharap aku punya jatah berlibur yang sama dengan para guru." Harry bergurau, menyandarkan punggungnya pada salah satu penyangga rak roti tersebut.

Taylor menarik nafas dan menghelanya perlahan. "Aku harap juga begitu."

Harry mengangkat satu alisnya. "Kau harap?" Harry bertanya penasaran. Taylor menatap ke arah Harry dengan senyuman tipis di bibirnya. "Zayn bilang, kami akan menikah bulan besok. Tanggal 13." Taylor menjelaskan dan senyuman yang semula ada di bibir Harry, lenyap seketika.

Hening. Harry dan Taylor sama-sama terdiam dalam pikiran masing-masing, sebelum Harry berujar dengan...terdesak, "Ka-kalau begitu, selamat untuk kalian berdua. Bulan depan, ya? Aku...aku tak sabar untuk menjadi bestman yang mendampingi sahabatku di sana." Harry berusaha tersenyum tapi, benar-benar gagal.

Taylor mengangguk dan menundukkan kepalanya. "Terima kasih." Setelah itu, keheningan kembali mengisi kebersamaan mereka saat ini.

Taylor menghela nafas lagi dan Harry bisa mendengarnya dengan jelas. Harry menegakkan tubuhnya, mendekat ke arah Taylor. "Kau tak terlihat baik-baik saja? Apa kau sakit?" tanya Harry. Taylor mengangkat wajahnya dan menggeleng. Senyuman kembali muncul di bibir gadis itu walaupun, senyuman yang dipaksakan.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang