Chapter 4 (REPOST)

18.2K 1.1K 16
                                    

Mulmed: Love Me Now- John Legend

***


Rush sangat tampan malam ini. Ia memakai setelan serba hitam dan tanpa dasi. Apalagi dua kancing teratasnya terbuka, benar-benar membuatnya sangat panas.

Ketika sampai di tempatku, Rush sangat bersikap gentle. Bayangkan saja, saat aku membuka pintu, dia langsung mencium tanganku. Kemudian disusul dengan hal-hal gentle lainnya. Sejujurnya aku tak terkejut dengan perlakuannya. Namun entah berapa ribu perempuan di luar sana yang diperlakukan seperti ini? Tapi maaf, aku peserta beruntungnya.

Saat di mobil, Rush tidak menyetir. Orang yang menyetir tak lain pria paruh baya yang pernah ikut dalam pertemuan kami. Ternyata pria tersebut supir pribadi Rush.

"Dingin?" Tanya Rush saat kami sudah berada di kursi penumpang. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.

Rush tersenyum, namun pusat perhatianku bukan pada senyumnya. Perhatianku terpusat pada tangan kami yang menyatu, yang membuatku menghangat. Beberapa kali kurasakan Rush memutar-mutar ibu jarinya pada punggung tanganku. Wajahnya sesekali melirik ke arahku dan terfokus lagi pada lampu-lampu kota New York yang indah.

Indah. Satu kata yang bisa aku deskripsikan untuk Rush sekarang. Dia benar-benar terlihat berkilau dibawah sinar rembulan ditambah lampu berwarna-warni ini. Akan aku ingat, jika ini adalah angle favoritku untuk melihat Rush.

"Bagaimana harimu?" tanyanya lagi. Wajahnya menatapku, entah kenapa Rush terlihat lebih hangat dibanding biasanya. Setidaknya aku lebih menyukai Rush yang seperti ini, meskipun Rush penggoda tidaklah buruk. Aku tertawa dalam hati. Bahkan tanpa sadar aku sudah diam-diam menilai Rush.

"Hariku baik, selama kau tidak datang untuk mengacau." Jawabku sambil terkekeh.

Rush tertawa kecil, matanya berbinar indah. Oh God.

"Maafkan aku," katanya setengah berbisik, " Hanya saja satu minggu terlalu lama bagiku." Katanya lagi diiringi dengan senyum melelehkan miliknya.

Aku mengerutkan dahiku. "Terlalu lama?" Dia benar-benar membuatku bingung. Apa yang dia maksud terlalu lama ? Apakah dia tak sabar melihat desain sepatu ibunya?

Puluhan pertanyaan berputar-putar dalam tempurung kepalaku, tak ada jawaban pasti. Namun, terselip satu pertanyaan yang membuatku berjengit.

Apa Rush merindukanku?

Keliru.

Rush tertawa. Tangannya menghapus kerutan di dahiku. Hangat jari-jarinya mambuatku mundur seketika, sedikit merasa kaget dengan sikapnya.

"Tidak, jangan dipikirkan." Rush tersenyum, kemudian fokus kembali pada apapun yang ada di luar sana.

Tinggallah aku yang duduk diam memikirkan semua kehangatan Rush malam ini.

***

Kami sampai di sebuah restoran Italia berbintang. Interior di dalamnya pun sangat klasik. Aku terkekeh ketika mendengar musik romantis yang berasal dari panggung kecil tepat di depan kami. Selebihnya, aku menikmati suasana ini.

"Ada apa?" tanya Rush sambil menarik kursi untukku. Benar-benar gentle.

Aku menggeleng padanya. "Hanya saja ini romantis dan tenang. Terlalu berlebihan untuk tempat membahas desain."

Rush memutari kursi dan duduk tepat di hadapanku.

"Benarkah?" Alisnya terangkat, menunjukkan kekagetan.

Pandangannya memutari sekitar restoran, kemudian mengangkat bahunya. "Aku hanya suka ketenangan dan masakan Italia."

Aku mengangguk mengerti. Mungkin memang tidak berlebihan untuk sebuah acara makan malam formal.

CEO with Black Stiletto (Stiletto #1)-REPOSTWhere stories live. Discover now